Setelah menyusuri jalan cukup lama, Arka menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi. Dia lalu menoleh, menatap istrinya yang masih memperbaiki make up di sampingnya.
Padahal saat di rumah tadi Liora sudah sangat lama berdandan, tapi selama di perjalanan Liora juga masih saja sibuk dengan make up-nya. Membuat Arka sedikit tidak suka. Padahal niat perempuan itu untuk bekerja, kenapa harus berdandan sampai sebegitunya?"Sudah sampai, kamu tidak ingin keluar?""Sebentar lagi sayang," ucap Liora sambil memoleskan lipstik berwarna peach ke bibir ranumnya.Arka menghela nafas kesal. Dia lalu menambahkan, "aku sedang buru-buru. Bisakah kamu berhenti berdandan, dan segeralah keluar dari mobil!"Liora terdiam. Dia langsung memasukkan cermin dan lipstik yang sedang dia pegang ke dalam tas. Jujur, ucapan Arka barusan berhasil membuatnya nyaris marah. Namun Liora tahan, karena dia sangat sayang dengan laki-laki itu. JikaPagi itu setelah Arka selesai mengecek keadaan pasien, dia berniat untuk kembali ke ruang pribadinya. Namun langkahnya mendadak terhenti di depan salah satu ruang rawat. Dia menoleh, menatap dari balik kaca kecil yang terpasang di pintu ruang itu. Seorang perempuan masih terbaring koma di dalam sana, membuat Arka menatapnya dengan sorot sedih. "Kenapa belum bangun?" tanyanya dengan suara pelan. Berharap, pertanyaan itu tetap bisa didengar oleh perempuan itu."Arka!"Arka kembali meluruskan pandangannya ke depan, saat sebuah suara memanggil namanya. Seorang laki-laki memakai jas putih sama dengan Arka mulai menghampiri."Danu?"Danu menghela nafas berat. Dia lalu menoleh ke arah yang sebelumnya di tatap oleh Arka. Dan ternyata benar dugaannya, Arka baru saja menatap perempuan yang masih terbaring koma itu."Apa kau masih menunggunya bangun?""Itu bukan urusanmu," jawab Arka datar. Dia lalu kembali mel
Setibanya di rumah, Liora langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa ruang tengah. Dia lelah dan sangat kesal, seharusnya Arka menjemputnya namun laki-laki itu sama sekali tak merespon panggilannya.Liora kembali mengecek ponselnya, dan tetap tak ada pesan masuk dari sang suami. "Jika dia sibuk seharusnya mengabari aku, aku juga tidak akan memaksa untuk tetap menjemput. Bahkan setelah mengabaikan telepon dariku dia juga sama sekali tidak mengirimkan pesan untukku!"Pandangan Liora menatap lurus. Dia mulai mengingat momen tadi pagi bersama Arka. Laki-laki itu memang sedang marah, namun Liora yakin setelah dia memberikan ciuman singkat, amarah laki-laki itu pasti sudah pudar. "Bahkan setelah aku menciumnya dia sudah tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku sangat yakin Arka pasti sudah mencintaiku, hanya saja dia masih gengsi mengungkapkannya."Liora berusaha untuk meyakinkan dirinya. Mungkin memang benar Arka sedang sibuk sampai tidak sempat mengecek ponsel,
Liora menggeser semangkok sup dan mengambilkan satu piring nasi ke depan Arka. "Cobalah sayang, aku membuatnya dengan susah payah. Jika rasanya tidak enak, kamu boleh memuntahkannya."Arka menatap sang istri dengan sorot curiga, lalu dengan ragu dia akhirnya mulai mencicipi sup itu.Melihat raut wajah Arka yang masih tampak tenang, Liora mulai mengukir senyum senang. Dia bertanya, "bagaimana rasanya sayang?""Rasanya sangat enak, aku menyukainya." Arka menoleh, kembali menatap Liora. "Terimakasih, tapi ... kenapa kamu harus berbohong? Sup ini bukan buatanmu."Senyum Liora seketika luntur. Jantungnya mulai berdetak khawatir saat sang suami mulai mencurigainya. Namun dia segera mengelak. "A-aku tidak berbohong. Aku memasaknya sendiri. Kenapa kamu menuduhku seperti itu?"Arka menghela nafas pelan. Lalu kembali meluruskan pandangannya ke semangkuk bubur di depannya, menatap dengan sorot tak nafsu. "Aku menghargai usahamu y
Pagi hari itu seperti biasa, setelah menyiapkan sarapan. Arka berniat untuk menghampiri Liora yang masih berada di dalam kamar, entah masih tidur atau memang tidak mau keluar karena pertengkaran tadi malam. Entah kenapa kini dia jadi merasa bersalah, bahkan dia sampai tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan Liora. Nyaris saja dia mengetuk pintu kamar perempuan itu, namun belum sempat pintu justru lebih dulu terbuka. Arka sedikit terkejut, Liora keluar dengan penampilan sudah rapi. Bahkan sekarang Arka sendiri belum bersiap untuk berangkat kerja. Tidak seperti biasanya sepagi ini Liora sudah siap."Aku tadi ingin membangunkanmu, aku kira kamu masih tidur."Liora mengangguk paham. Karena masalah tadi malam, Liora jadi merasa malas memulai pembicaraan dengan Arka."Liora, kemarin ada jadwal operasi mendadak. Aku ingat seharusnya aku harus menjemputmu, tapi aku masih berada di ruang operasi. Saat operasi selesai aku ingin mengabarimu, ta
Pukul tujuh malam. Liora masih duduk di kursi kerjanya sambil melamun. Jujur dia sangat lelah bekerja seharian. Ingin segera pulang namun setelah ini dia masih memiliki jadwal untuk bertemu dengan klien. Liora menghela nafas panjang. "Tidak apa-apa. Seiring berjalannya waktu pasti aku akan terbiasa dengan semua ini."Setelah mengumpulkan semangatnya yang sudah nyaris punah, Liora akhirnya beringsut berdiri dan berjalan keluar dari ruangannya. Malam ini dia harus bertemu dengan satu klien, setelah itu baru dia bisa pulang. Sesampainya di luar, bertepatan sebuah mobil berwarna putih berhenti di depannya. Liora mengukir senyum manis saat sang pemilik mobil itu keluar."Sayang?"Arka lalu menghampiri sang istri. Dia melihat Liora tampak sedikit bingung dengan kedatangannya."Apa kamu datang ke sini untuk menjemputku? Tapi, aku tadi tidak menelponmu.""Sebenarnya tadi aku sudah pulang ke rumah, karena tidak melihatmu d
Arka hanya menghela pelan, saat melihat Liora mulai berbicara dengan kliennya. Saat ini dia sudah berada di dalam restoran itu, dan memilih meja yang tidak begitu jauh dari tempat sang istri berada. Dan benar dugaannya, klien Liora adalah seorang laki-laki. Entah kenapa sejak melihat klien istrinya, Arka sudah tidak suka. Laki-laki itu terlihat masih muda, mungkin kurang lebih seumurannya. Namun dari penampilannya seperti bukan orang baik-baik. Kenapa Liora bisa mendapatkan klien seperti itu?"Jadi bagaimana? Apa anda tertarik dengan furnitur yang telah perusahaan kami tawarkan?"Laki-laki itu tampak berpikir sesaat. Jujur dia sangat malas membahas ini. Dia hanya bersemangat bertemu Liora karena perempuan itu sangat cantik. Dia juga tak bersemangat membahas masalah furnitur, dan ingin berbicara hal lain dengan Liora."Bagaimana pak Ryan?" tanya Liora sekali lagi."Kenapa memanggilku pak? Panggil Ryan saja, lagi pula umur kita j
Mata Liora melotot seketika, menatap Ryan dengan sorot tak suka. Liora kemudian berdiri, dia memutuskan untuk pergi dari sana karena laki-laki itu sama sekali tidak bisa bersikap sopan. Namun sebelum melangkah, Liora lebih dulu berucap, "silakan cari jasa furnitur dari perusahaan lain. Aku tidak sudi mempunyai klien sepertimu!"Nyaris saja melangkah, tangan Liora justru dicekal erat dengan laki-laki itu. Ryan menatapnya geram. "Sombong sekali perempuan cantik satu ini. Padahal jika kau mau berkunjung ke apartemenku, aku akan memakai jasa perusahaanmu dan membayarnya dua kali lipat."Liora mengukir senyum sinis. Sorotnya menatap Ryan miris. "Kau pikir aku semurah itu? Aku tau tujuanmu, setelah aku datang ke apartemenmu kau akan mengajakku melakukan hal menjijikan. Padahal sebentar lagi kau akan menikah, bisa-bisanya kau masih berpikiran akan melakukan hal kotor dengan perempuan lain."Tak mempedulikan kalimat Liora. Ryan justru kembali menawarkan, "jika kau
Sesampainya di rumah, Liora meminta sang suami untuk duduk di sofa ruang tengah. Dia lalu mengambilkan kain dan semangkuk air es untuk mengompres luka memar pada sebagian wajah Arka.Arka hanya menurut saat Liora mulai mengobati sudut bibirnya yang sobek karena pukulan Ryan tadi. Dia meringis menahan perih. Arka akhirnya menahan tangan sang istri untuk tak menyentuh lukannya lagi, karena dia sudah tidak tahan."Kenapa sayang? Bukannya akan semakin parah jika lukanya tidak segera dikompres? Kamu kan dokter, pasti tau itu.""Biar aku sendiri yang mengobatinya." Arka nyaris mengambil kain kompres yang ada di tangan sang istri, namun Liora dengan segera menepisnya. "Biar aku yang mengobatinya. Kamu diam saja." Liora kembali mengompres pelan luka memar sang suami dengan air es. "Tahanlah sebentar sayang. Lagi pula kamu seperti ini kan juga karena salahku."Arka terdiam. Dia kini menatap wajah istrinya dengan seksama. Pikirannya mendadak kemba
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal