Sesampainya di rumah, Liora meminta sang suami untuk duduk di sofa ruang tengah. Dia lalu mengambilkan kain dan semangkuk air es untuk mengompres luka memar pada sebagian wajah Arka.
Arka hanya menurut saat Liora mulai mengobati sudut bibirnya yang sobek karena pukulan Ryan tadi. Dia meringis menahan perih. Arka akhirnya menahan tangan sang istri untuk tak menyentuh lukannya lagi, karena dia sudah tidak tahan."Kenapa sayang? Bukannya akan semakin parah jika lukanya tidak segera dikompres? Kamu kan dokter, pasti tau itu.""Biar aku sendiri yang mengobatinya." Arka nyaris mengambil kain kompres yang ada di tangan sang istri, namun Liora dengan segera menepisnya."Biar aku yang mengobatinya. Kamu diam saja." Liora kembali mengompres pelan luka memar sang suami dengan air es. "Tahanlah sebentar sayang. Lagi pula kamu seperti ini kan juga karena salahku."Arka terdiam. Dia kini menatap wajah istrinya dengan seksama. Pikirannya mendadak kembaPagi hari seperti biasa. Liora dan Arka bersiap untuk berangkat ke tempat kerja mereka masing-masing, namun sebelum itu mereka masih berada di ruang makan. Baru saja selesai untuk sarapan. "Aku akan mengantarmu," ucap Arka yang langsung disetujui oleh sang istri. Liora sangat senang dengan cara Arka memperlakukannya belakangan ini. Dia berharap dugaannya benar, Arka sudah mulai jatuh cinta padanya. Dengan itu Liora tak khawatir lagi akan kehilangan Arka. "Sayang, sejak tadi malam aku telah memikirkan sesuatu."Arka menoleh, menatap sang istri dengan sorot tanya. "Apa?""Karena kejadian tadi malam aku telah membuatmu khawatir. Dan mengingat kamu adalah seorang dokter, aku tidak bisa memintamu untuk terus menjagaku setiap saat. Karena itu aku berpikir, sepertinya ide bagus jika aku memiliki asisten pribadi."Arka mengangguk, sepertinya bukan ide buruk. Asisten pribadi juga bisa membantu pekerjaan Liora, jadi perempuan itu tidak
Sudah berlangsung lima jam, Liora masih berada di ruang interview. Sejak pagi tadi, dia melakukan wawancara kepada beberapa kandidat yang akan menjadi asisten sekaligus bodyguard untuknya.Dari sekian banyak orang yang telah melakukan wawancara, Liora sama sekali belum menemukan orang yang cocok untuk dia jadikan asisten pribadi. Sesekali dia menghela nafas kasar. Dia mulai lelah. Kali ini dia menunggu kandidat nomor tujuh belas untuk masuk ke ruangan, menghadapnya. Cukup lama dia menunggu, membuat pikiran Liora sesekali berkelana. Dia kembali mengingat kejadian pagi tadi di ruang makan bersama Arka. Mendadak lelahnya jadi hilang, kini berganti senyum senang yang terukir di wajahnya. Sesaat, Liora menyentuh bibirnya yang masih terasa hangat. "Sepertinya bibir ini telah berhasil membuat Arka candu. Bahkan setelah ciuman tadi, Arka juga tidak marah padaku."Mendadak Liora jadi merasa malu sendiri telah berbicara seperti itu. Dia menutup
Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, Ervan berhasil membuat dua pria berbadan kekar tersebut babak belur. Liora menatapnya dengan takjub. Dari sekian banyak kandidat yang telah dia temui, hanya Ervan yang berhasil mengalahkan satpam perusahaannya. Ervan tersenyum sombong, lalu kembali menatap Liora. "Apa sekarang aku diterima?""Kau ... sangat mencurigakan. Bagaimana bisa aku menerimamu bekerja untukku?"Ervan berdecak kesal. Dia lalu melepas topi hitam yang sejak tadi dia pakai. Membuat wajahnya kini bisa terlihat jelas. Dua tangan Liora seketika menutup mulutnya yang menganga lebar. "Kau ... tampan sekali.""Aku memang tampan," sahut Ervan dengan senyum tengil. Dia lalu berjalan menghampiri Liora, dan mengambil air minum di atas meja. Sebenarnya itu adalah air minum milik Liora, namun Ervan tak peduli dan justru meminumnya. "Jangan menatapku seperti itu, bagaimana jika suamimu tau?"Liora segera tersadar. Dia lal
Berniat untuk langsung keluar dari rumah sakit itu, dan menunggu Ervan di parkiran. Namun langkah Liora justru terhenti di lorong rumah sakit, saat dia tak sengaja melihat sahabat suaminya, Danu.Laki-laki itu kini berdiri di depan sebuah pintu ruang rawat pasien, dengan raut sedih. Karena penasaran, Liora memutuskan untuk menghampiri.Danu tak sadar, jika kini di sampingnya ada Liora. Liora ikut melihat dari balik kaca kecil pada pintu itu. Ternyata laki-laki itu sedang menatap seorang perempuan yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas brankar pasien. "Apa itu pasienmu?" tanya Liora secara tiba-tiba membuat Danu seketika tersentak kaget. Laki-laki itu berbalik. Menyadari keberadaan Liora di sana justru membuatnya panik."Li-liora kenapa kau ada di sini?"Liora mengernyit, menatap dokter di hadapannya dengan sorot bingung. "Kenapa kau terlihat takut saat melihatku?"Laki-laki berambut keriting itu segera menggele
"Istrimu sangat cantik," ucap Ervan membuat langkah Arka terhenti. Kini mereka berada di rooftop rumah sakit. Arka berbalik, menatap Ervan dengan sorot tak paham."Apa maksudmu berbicara seperti itu?"Ervan tersenyum tanpa arti. Dia lalu memasukkan kedua tangannya ke kantong jaket yang dia pakai, lalu menatap pemandangan yang menyejukkan di sekitar. Dia membuang nafas kasar."Tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin memuji, pilihanmu bagus juga. Apa karena ini kau meninggalkan Seyla?"Arka diam, tak menjawab. Membuat Ervan kembali tersenyum miris melihat sang sahabat. "Kau tidak mengundangku ke pernikahanmu, jadi aku cukup terkejut saat melihat Liora. Yang aku tau kau telah bertunangan dengan Seyla, tapi ... yang menjadi istrimu adalah Liora." "Saat aku menikah kau masih ada di luar negeri, jadi aku tidak mengabarimu. Aku juga ... terpaksa menikahinya."Ervan mengernyit tak paham. "Terpaksa? Kenapa? Kalian d
Setelah mendengar ucapan Ervan, Arka terdiam. Apa yang dikatakan sang sahabat memang tidak salah. Jika dia bertahan dengan Seyla, dia harus menceraikan Liora dan itu pasti membuat Liora terluka. Tapi jika dia memilih bersama Liora, Seyla pasti akan kecewa padanya. Jika dia tidak bisa meninggalkan salah satunya, Liora dan Seyla juga pasti sama-sama terluka. "Tapi seperti saranku di awal. Aku lebih setuju kau dengan Liora. Setidaknya Liora sudah pasti hidup, tapi jika kamu memilih Seyla kita tidak tau apa nanti perempuan itu akan membuka mata untuk melihatmu lagi."Arka kembali menatap Ervan dengan sorot pasrah. Dia kini tak marah lagi saat Ervan mengatakan Seyla belum pasti sembuh. Apa yang dikatakan sang sahabat memang benar, dia tak boleh marah."Aku hanya ingin mengatakan itu padamu, selebihnya kau sendiri yang menentukan." Ervan tersenyum, lalu kembali menepuk bahu Arka menyemangati. "Aku rasa cukup itu saja, aku akan kembali menghampiri Liora. Jika ki
Setelah selesai makan malam, kini Arka mencuci piring kotor di dapur. Karena laki-laki itu cukup lama, Liora memutuskan untuk menghampiri. Namun langkahnya terhenti di ambang pintu dapur saat menyadari sang suami mencuci piring sambil termenung. Liora menatapnya bingung. "Apa yang sedang dia pikirkan?" tanya Liora pada dirinya sendiri. Dia kemudian melanjutkan langkah menghampiri, lalu menepuk bahu laki-laki itu.PRAKMata Liora membulat, saat piring yang tadinya dipegang Arka kini jatuh ke lantai. Dia kembali menatap sang suami dengan sorot tak percaya."Sayang ada apa denganmu?""Aku ..." Arka menatap pecahan piring yang kini sudah berserakan di sekitar kakinya. Lalu menghela nafas berat. "Kamu mengagetkanku Liora."Liora menggeleng tak habis pikir. "Aku tidak mengkagetkanmu, sepertinya kamu yang terlalu banyak pikiran sampai melamun seperti ini. Apa yang sedang kamu pikirkan?"Arka segera menggeleng mengela
Liora berlari dari arah kamar, menghampiri sang suami dengan antusias. Membuat Arka menatapnya dengan sorot bingung. Perempuan itu lalu meletakkan kotak obat di samping tempat duduknya, dan kini menatap Arka dengan sorot senang."Kenapa Liora?""Sayang, jujurlah padaku. Apa kamu ingin memberi hadiah untukku?"Arka mengernyit tak paham. Kenapa Liora tiba-tiba bertanya seperti itu? Arka sama sekali tidak mempunyai rencana untuk memberi hadiah, tapi jika dia jawab jujur takut sang istri justru akan kecewa."Memangnya kenapa?"Liora tertawa pelan. "Maaf sayang, jika kamu ingin memberi suprise untukku sepertinya akan gagal. Karena aku sudah lebih dulu menemukan hadiah yang akan kamu berikan padaku!"Perempuan itu akhirnya menunjukan sebuah kotak cincin di atas telapak tangannya pada Arka. Membuat raut laki-laki itu seketika berubah."Aku menemukan ini." Liora membuka kotak itu, lalu mengambil kembali cincin di dalam
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal