Prang!Elton mengambil sebuah botol anggur dan menghantamnya ke kepala Jonas. Seketika, darah mengucur deras dari kepalanya."Memangnya aku dan Jilly bisa disamakan? Dia perempuan, aku laki-laki!" teriak Elton dengan penuh keyakinan, seolah-olah itu membenarkan tindakannya.Jonas menutupi dahinya yang terluka dan menatap Elton dengan penuh kekecewaan. Dengan suara datar, dia berkata, "Aku nggak punya sahabat sepertimu." Setelah berkata demikian, Jonas pergi meninggalkan bar tanpa menoleh sama sekali.Elton tampak tidak peduli. Dia kembali minum-minum serta menikmati malam dengan teman-temannya yang lain dan berpesta pora. Kehilangan seorang sahabat tidak membuatnya merasa terganggu.Keesokan harinya, matahari tetap bersinar cerah.Begitu bangun, Elton langsung mencari Rachel sambil membawa barang-barang mewah yang dibelinya sebelumnya. Rachel masih terlihat dingin dengan tatapannya yang polos seperti biasanya.Matanya yang tenang melirik sekilas ke arah Elton. Salah satu tangan memegan
Namun, setelah mencari ke setiap sudut kamar, Elton tetap tidak menemukan jejak pria lain. Meski begitu, dia tetap tidak percaya. Dengan penuh amarah, dia berbalik dan menarik kerah bajuku sambil berteriak, "Di mana kamu sembunyikan si Shawn berengsek itu?!"Sikapnya membuatku ketakutan dan rasa sakit yang hebat langsung menyerang kepalaku.Melihat situasi itu, polisi segera menarik Elton menjauh dariku. Sementara itu, aku jatuh berlutut di lantai sambil memegang kepalaku dengan wajah pucat. "Sakit, kepalaku sakit sekali," gumamku sebelum akhirnya aku pingsan."Wanita ini datang sendirian tadi malam. Anda nggak boleh menuduhnya sembarangan!" Manajer lobi segera menelepon ambulans sambil memandangi Elton dengan tatapan tajam.Elton hanya bisa terpaku dengan tidak percaya. Melihatku tergeletak tak berdaya di lantai, dia mulai panik. Dia ingin pergi bersamaku ke rumah sakit dengan petugas medis, tapi malah ditahan oleh polisi."Jilly ...." Suaranya mulai melemah dan rasa bersalah pun meng
Aku memeluk leher Shawn, lalu mengambil ponselku dan mencium pipinya sambil memotret momen itu. Tepat saat bibirku menyentuh pipinya, mata Shawn langsung membelalak."Aku harus posting ini di media sosial. Kalau nggak, kamu bisa kabur nanti," ujarku dengan nada bercanda.Sebelum dia bisa bereaksi, aku langsung memposting foto itu di akun media sosialku. Kemudian, aku langsung membuka kotak makan yang dibawanya tanpa ragu-ragu.Aroma makanan yang harum itu menyebar di seluruh ruangan. Hidangannya juga tampak masih hangat. Aku menyadari bahwa semua makanan itu adalah masakan favoritku saat kuliah. Ikan bakar kecap, bakso saus asam manis, dan beberapa hidangan daging serta sayur yang disajikan dengan indah.Aku melirik kotak termos lainnya. Saat dibuka, ternyata isinya adalah sup iga. Melihat hidangan-hidangan ini, aku terdiam sejenak dan mataku berkaca-kaca. Namun hanya sesaat, ekspresiku berubah kembali normal.Melihat bagaimana aku menikmati makanan itu, ibuku menatap Shawn dengan penu
Aku menatapnya dengan dingin dan tetap memperlakukannya seperti orang asing."Pak Elton, sudah cukup. Jangan ganggu aku lagi. Pacarku cuma satu dan itu adalah Shawn. Aku sangat mencintainya. Aku nggak mau siapa pun selain dia," ucapku dengan tenang.Mata Elton memerah karena marah. Dia mengangkat tangannya seolah-olah hendak menamparku. Namun, mungkin karena merasa takut pada orang tuaku yang ada di sana, dia menurunkan tangannya kembali.Dengan tatapan penuh kebencian, dia melirik tajam ke arah Shawn. Kemudian, dia berbalik masuk ke dalam mobil dan melaju pergi ke rumah sakit.Begitu dia pergi, aku langsung berbalik ke arah Shawn dan menyentuh lehernya dengan penuh perhatian. "Orang gila tadi nggak menyakitimu, 'kan?"Sentuhan dingin dari tanganku membuat Shawn terdiam sejenak dan matanya berkilat lembut. Namun, kilatan itu hanya sesaat."Ada urusan di kantor, aku harus pergi sekarang." Setelah melontarkan ucapan itu, dia buru-buru berpamitan kepada orang tuaku dan pergi begitu saja.
Menurut Elton, Rachel memiliki aura yang elegan, lembut, dan berkelas. Berbeda dariku yang selalu perhitungan dan berhati sempit."Maaf, Pak Elton, kita nggak terlalu dekat. Jadi, siapa pun yang kamu bawa atau ajak ke sini, nggak ada hubungannya denganku," ucapku dengan nada dingin. Aku melirik Rachel sekilas sebelum melanjutkan, "Tapi, kalau kamu terus menggangguku lagi, aku nggak akan ragu untuk melaporkanmu ke polisi.""Jilly, aku ini pacarmu!" kata Elton dengan alis berkerut.Aku menatapnya dengan pandangan dingin, lalu beralih menatap Shawn yang sedang berjalan ke arahku. Aku segera mendorong Elton menjauh dan berkata, "Maaf, pacarku sudah datang."Aku berjalan ke arah Shawn dan menggandeng lengannya dengan santai."Shawn, kamu ke mana saja? Aku sudah lama menunggumu," kataku dengan senyuman manis sambil memandangi wajah tampannya.Shawn mengangkat pandangannya dan melihat ke arah Elton. Saat baru saja dia hendak menjawab pertanyaanku, sekelompok eksekutif tiba-tiba datang mengham
Di dalam kantor, Shawn mendengar kegaduhan dari luar dan menatap sekilas ke arah Elton yang masuk dengan penuh amarah. Namun, dia tetap tenang dan menyelesaikan tanda tangannya di dokumen terakhir.Melihat sikap Shawn yang tak acuh, emosi Elton semakin membeludak. Dia meninju meja kerja Shawn dengan keras, hingga semua benda di atasnya bergetar."Shawn, hebat sekali kamu ini! Bukan cuma menyamar jadi aku untuk mendekati Jilly, sekarang kamu bahkan merekrutnya ke perusahaanmu. Apa sebenarnya niatmu?!" teriak Elton.Namun, Shawn tetap tenang dan ekspresinya tak berubah sedikit pun. Hal ini membuat Elton semakin geram."Kembalikan dia padaku! Dasar pencuri!" teriak Elton. Dia menganggap Shawn telah mencuri cinta Jilly darinya."Maaf, aku nggak bisa lakukan itu," jawab Shawn dengan suara yang berat dan tatapan yang tajam.Elton tertawa sinis, lalu menarik kerah baju Shawn. "Jilly adalah milikku! Jangan kira kamu bisa memilikinya selamanya hanya karena dia menganggapmu sebagai diriku sekara
Setelah meninggalkan Grup Beacon, Elton pergi ke universitas Rachel. Rachel yang berdiri di luar mobil langsung melihat lengan Elton yang berdarah. Setelah ragu-ragu sejenak dan melihat emosi Elton stabil, Rachel baru berani masuk mobil."Menurutmu, Jilly bodoh nggak? Gimana bisa dia lupa padaku, bahkan mau menyerangku dengan pisau?" Elton merasa kesal mengingat kejadian tadi. Dia meninju kemudi beberapa kali.Setelah mendengarnya, Rachel memahami apa yang terjadi. "Mungkin Kak Jilly nggak mencintaimu. Mana ada orang yang lupa pada cintanya?"Sambil berbicara, Rachel menaruh tangannya di paha Elton dan menatapnya dengan tatapan penuh simpati. "Kalau itu aku, aku nggak bakal lupa pada cintaku, apalagi menyerangnya."Elton merasa terharu mendengarnya. Rachel muda, cantik, dan polos. Di mata Elton, Rachel berkali-kali lipat lebih baik daripada Jilly.Elton perlahan-lahan mendekat. Kali ini, Rachel tidak menghindar. Dia menggunakan kelembutan untuk menenangkan Elton. Elton larut dalam kele
Ekspresiku membeku. Aku membuka mulutku sedikit untuk menanggapi, tetapi Shawn menyelaku, "Waktu di mal, aku melihat kalung yang sangat cantik. Aku beli untukmu."Tanpa peduli aku mau menerimanya atau tidak, Shawn langsung menyerahkan kotak kalung itu kepadaku. Gerakannya sangat hati-hati, seolah-olah takut kutolak.Aku melihat betapa lugasnya Shawn di perusahaan. Dia jarang tersenyum. Ketika melihatnya begitu hati-hati, aku jadi tidak terbiasa.Namun, kalau dipikir-pikir, banyak hal yang dilakukan Shawn untukku. Dia menjengukku di rumah sakit, membelikanku makanan dan bunga, dan sekarang membelikanku kalung."Cantik sekali, aku suka." Aku mengambil kalung itu dan mengelusnya, lalu tersenyum kepada Shawn.Ketika melihatnya ekspresinya masih begitu serius, aku menarik Shawn ke sebuah bangku. Begitu duduk, Shawn meraih tanganku dan menatapku lekat-lekat. Dia bertanya dengan lirih, "Gimana kalau yang kukatakan memang benar?"Senyumanku membeku. Aku mendongak memandang langit yang menggela