Setelah meninggalkan Grup Beacon, Elton pergi ke universitas Rachel. Rachel yang berdiri di luar mobil langsung melihat lengan Elton yang berdarah. Setelah ragu-ragu sejenak dan melihat emosi Elton stabil, Rachel baru berani masuk mobil."Menurutmu, Jilly bodoh nggak? Gimana bisa dia lupa padaku, bahkan mau menyerangku dengan pisau?" Elton merasa kesal mengingat kejadian tadi. Dia meninju kemudi beberapa kali.Setelah mendengarnya, Rachel memahami apa yang terjadi. "Mungkin Kak Jilly nggak mencintaimu. Mana ada orang yang lupa pada cintanya?"Sambil berbicara, Rachel menaruh tangannya di paha Elton dan menatapnya dengan tatapan penuh simpati. "Kalau itu aku, aku nggak bakal lupa pada cintaku, apalagi menyerangnya."Elton merasa terharu mendengarnya. Rachel muda, cantik, dan polos. Di mata Elton, Rachel berkali-kali lipat lebih baik daripada Jilly.Elton perlahan-lahan mendekat. Kali ini, Rachel tidak menghindar. Dia menggunakan kelembutan untuk menenangkan Elton. Elton larut dalam kele
Ekspresiku membeku. Aku membuka mulutku sedikit untuk menanggapi, tetapi Shawn menyelaku, "Waktu di mal, aku melihat kalung yang sangat cantik. Aku beli untukmu."Tanpa peduli aku mau menerimanya atau tidak, Shawn langsung menyerahkan kotak kalung itu kepadaku. Gerakannya sangat hati-hati, seolah-olah takut kutolak.Aku melihat betapa lugasnya Shawn di perusahaan. Dia jarang tersenyum. Ketika melihatnya begitu hati-hati, aku jadi tidak terbiasa.Namun, kalau dipikir-pikir, banyak hal yang dilakukan Shawn untukku. Dia menjengukku di rumah sakit, membelikanku makanan dan bunga, dan sekarang membelikanku kalung."Cantik sekali, aku suka." Aku mengambil kalung itu dan mengelusnya, lalu tersenyum kepada Shawn.Ketika melihatnya ekspresinya masih begitu serius, aku menarik Shawn ke sebuah bangku. Begitu duduk, Shawn meraih tanganku dan menatapku lekat-lekat. Dia bertanya dengan lirih, "Gimana kalau yang kukatakan memang benar?"Senyumanku membeku. Aku mendongak memandang langit yang menggela
"Jilly, jangan sampai kamu menyesal!" teriak Elton dari luar rumah. Aku tidak menanggapi lagi.Elton pun tidak berlama-lama. Dia kembali ke vilanya. Begitu masuk, dia langsung menendang meja dengan marah. Kebisingan ini membuat Rachel yang sedang maskeran di kamarnya terkejut.Rachel berlari keluar dan melihat Elton duduk di sofa dengan gusar. Dia bertanya dengan hati-hati, "Ada apa?""Jilly bilang akan menikah dengan Shawn. Dia seharusnya menikah denganku. Apa dia bakal lupa padaku selamanya?" Ketika teringat pada tatapan Jilly yang penuh kebencian, hati Elton terasa sakit. Jilly tidak seperti ini dulu!Rachel mengernyit. Dengan menahan kekesalannya, dia menyahut, "Nggak mungkin. Dokter bilang ingatannya bakal kembali, 'kan? Tapi, kulihat Kak Jilly sangat senang dengan Shawn. Temanku melihat mereka di taman hiburan. Mereka seperti sepasang kekasih."Setelah mendengarnya, Elton tiba-tiba teringat pada unggahan Jilly. Elton mengeluarkan ponselnya untuk mencari unggahan Jilly. Semuanya t
"Pak Elton, aku rasa kamu harus lebih sering menemani Bu Jilly. Bawa dia ke tempat yang dulu kalian kunjungi. Mungkin, ini bisa membuatnya ingat padamu," jelas dokter."Dasar nggak berguna! Kamu masih menyebut dirimu dokter otak terbaik di dunia? Kalau Jilly nggak bisa ingat padaku, aku bakal buat nama baikmu tercoreng!" Elton mengempaskan dokter itu ke samping. Setelah menegur hingga puas, dia pun pergi.Sebelum Elton menjalankan rencananya, ayahnya menemukan vila yang ditinggalinya bersama Rachel.Elton sedang memeluk Rachel sambil minum-minum. Begitu melihat ayahnya, dia langsung berdiri saking terkejutnya. Dengan suara bergetar, dia memanggil, "Ayah, kenapa ...."Plak! Felix sontak melayangkan tamparan ke wajah Elton, membuatnya tidak bisa melontarkan apa-apa."Pantas saja, Jilly mengundurkan diri dan bergabung dengan Grup Beacon. Rupanya kamu punya wanita lain di luar! Dasar anak durhaka! Kamu mau melihatku mati! Kamu nggak tahu betapa pentingnya Jilly untuk perusahaan kita!" Saki
Mata Elton sontak berbinar-binar. "Serius, Jilly? Kamu sudah ingat padaku?"Elton buru-buru maju dan menggenggam bahuku dengan penuh antusiasme. Matanya memerah.Di sisi lain, begitu mendengar ucapanku, Shawn langsung mematikan tabletnya dan menatap foto kami yang ada di sampingnya dengan tatapan suram.Pada akhirnya, mimpi harus berakhir. Shawn harus bangun."Aku pacarmu. Kamu sudah ingat?" Tenaga pada tangan Elton makin kuat. Nada bicaranya juga terdengar mendesak."Aku ingat," sahutku dengan dingin.Begitu mendengarnya, Elton hendak memelukku. Namun, aku mendongak dan menahan dadanya."Aku ingat kamu menyatakan perasaanmu kepadaku tiga tahun sebelum aku menerimamu. Aku juga ingat, kamu terharu sampai menangis waktu aku menerimamu. Kamu juga janji kita akan bersama selamanya. Aku ingat semua ini," ucapku dengan mata memerah."Tapi, apa kamu ingat?" tanyaku balik kepada Elton.Elton seketika tidak bisa berkata-kata. Aku bertanya lagi, "Kamu bilang kamu membawakanku payung dan menganta
Elton tidak bisa berkata-kata lagi. Dia mencari alasan, lalu bertanya kepadaku, "Aku nggak serius dengan Rachel. Gimana denganmu dan Shawn? Atas dasar apa kamu mengatakanku seperti itu? Kamu juga sudah tidur dengan Shawn, 'kan?""Apa urusannya denganmu?" tanyaku sambil tersenyum dingin. Aku menatapnya dengan tatapan suram dan meneruskan, "Aku yang dulu sudah mati saat kamu mendorongku ke laut. Sejak saat itu, kita nggak punya hubungan apa pun lagi."Elton menatapku yang bersikap dingin dengan ekspresi sedih. Dia menggenggam tanganku dengan mata memerah, lalu masih mencoba membela diri lagi, "Aku nggak mau putus denganmu. Paling-paling aku campakkan Rachel. Aku nggak mencintai Rachel. Aku mencintaimu."Hubungan tiga tahun ini telah mengakar di hati Elton. Elton yakin aku akan terus mencintainya. Aku ingin menyingkirkan tangan Elton, tetapi dia menggenggamnya dengan makin erat.Ketika melihat situasi ini, ayahku segera menghampiri dan menarikku ke belakangnya. Kemudian, dia menampar Elto
Elton hanya bisa meratapi nasibnya. Dia tidak punya rumah untuk pulang lagi. Dia tidak punya teman, tidak punya saudara, tidak punya kekasih.Elton tiba-tiba teringat saat dirinya baru tamat kuliah. Saat itu, dia memukul orang sampai orangnya masuk rumah sakit. Dia diusir ayahnya dan Jilly yang membantunya mengatasi masalah.Dulu, hanya dengan satu pesan atau panggilan dari Elton, Jilly akan langsung datang ke sisinya."Jilly ...." Elton duduk di depan rumahku untuk waktu yang sangat lama. Ketika melihatku keluar, dia langsung bangkit dan memanggilku.Langkah kakiku terhenti. Aku tertegun menatap Elton yang terlihat begitu berantakan. Elton dihajar sampai babak belur. Dia tidak lagi terlihat berkarisma seperti dulu. Pakaiannya pun kotor."Pak Elton, apa ada urusan?" tanyaku dengan ekspresi datar.Ketika mendengarku memanggilnya dengan begitu formal, Elton menatapku dengan mata berkaca-kaca. Dia tahu kami tidak bisa kembali seperti dulu lagi."Jilly, andai saja kamu nggak hilang ingatan
Aku mencari ke sekeliling. Di kamar lantai dua, aku akhirnya menemukan Shawn.Sekujur tubuh Shawn dipenuhi bau alkohol. Dia duduk di pinggir ranjang sambil memegang sebotol anggur merah. Di pelukannya, terlihat sebuah bingkai foto. Setengah kancing bajunya terbuka, memperlihatkan dadanya yang kekar.Ketika aku menjulurkan tangan untuk mengambil anggur merah itu, Shawn melepaskannya begitu saja. Namun, ketika aku hendak mengambil bingkai foto itu, Shawn sontak membuka matanya dan menatapku lekat-lekat. Dia terlihat mabuk."Jangan sentuh," ucap Shawn dengan suara agak serak.Begitu mendengarnya, aku menjadi penasaran. Aku berucap sambil tersenyum, "Kasih aku lihat dong.""Nggak mau." Shawn mengernyit.Ketika melihatnya begitu keras kepala, aku tidak membujuk lagi. Aku memapahnya untuk berbaring, lalu melepas sepatunya dan pergi menuang air untuknya.Ketika Shawn meminum air, aku memanfaatkan kesempatan untuk melirik foto itu. Itu adalah foto saat aku menciumnya. Apa yang berharga dari fo