“Dan aku yakin yang akan mengajukan perceraian lebih dulu adalah istrimu. Kau benar-benar sudah menyakiti hatinya, tahu!” Jenny mendecak pelan sambil menatap Axel.
Dia tak habis pikir dengan cara Axel berpikir mengenai pernikahan. Bukankah sebelumnya dia pernah mencintai orang lain sebelum Arsella, dan harusnya dia tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang gadis. Sayangnya, Axel tak menggunakan pengalamannya itu dengan baik. “Akui saja kalau kau menikah untuk balas dendam, kan? Aku memang tidak mengerti perasaanmu. Tapi, jika aku berada di posisi Arsella, aku akan membela diri kalau dia bulan pembunuh ibumu, tetapi ibunya.” Jenny melanjutkan mengomeli Axel. Axel mendengus, dia tak menyangka jika Jenny akan berpihak pada Arsella. Dia yakin Jenny akan mengerti perasaannya, ternyata tidak. Axel sekarang menyadari bahwa gerakan woman support woman adalah sebuah kenyataan. Itu membuatnya merasa sia-sia jika mengobrol dengan Jenny.<“Kami belum memastikannya sekarang,” ucap Axel, mewakilkan jawaban lengkap Arsella. “Begitu, ya... Apa pun hasilnya, semoga kalian tetap bahagia dengan itu,” harap Nenek. Arsella menatapi Kakek dan Nenek dengan sedikit ragu, ternyata mereka cukup hangat padanya terlepas apa yang terjadi. Dia tak tahu apa yang terjadi pada kedua orang tuanya di sana. Namun, menurut Arsella yang terbaik saat ini adalah fokus pada suaminya dan keluarga kecilnya. “Kau berarti belum menemui orang tuamu lagi, Arsella?” tanya Kakek. “Ah, soal itu belum. Karena menurutku, aku masih dalam masa bulan madu bersama Axel. Aku masih berusaha beradaptasi dengan semua perubahan ini. Jadi, jika aku terlalu sering kembali ke rumah, aku mungkin akan merusak progresku sendiri,” terang Arsella dengan suara rendah. “Keputusan yang bagus, dan pemikiranmu itu ada benarnya.” Nenek membenarkannya. “Aku pulang!” Ter
“Untuk apa kau mencuri cincin milik Selena itu? Apa dia tidak akan panik saat tahu cincinnya hilang?” tanya Arsella saat mereka dalam perjalanan pulang malam itu. Arsella menatapi Axel sambil memperhatikan jalanan gelap yang ada di depannya. “Ini untuk kejutan. Damian memberikan cincin ini secara tiba-tiba untuk mengikat Selena. Sebentar lagi pembukaan galeri seni yang Damian bangun. Jadi, dia akan melamar Selena dengan benar.” Arsella hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Axel terlihat cukup bersemangat tentang itu. Axel mampir ke sebuah minimarket. Memberhentikan mobilnya dan menatap ke arah Arsella. “Kenapa kita berhenti di sini?” tanya Arsella sambil menatap Axel dengan heran. “Kita membutuhkan test pack, ingat?” Axel keluar mobil lebih dulu dan membukakan pintu. Arsella tersenyum sambil memandangi Axel. Entah kenapa dia merasa semakin istimewa dengan perlakuan Axel y
Dibantu dengan dua pelayan rumah, yang salah satunya memegangi senter, Selena harus mengobrak-abrik tempat sampah di belakang sana. Dengan udara malam yang semakin dingin, dia terus berusaha menemukan cincin kesayangannya itu. Cincin yang Damian berikan. Selena memegangi ponselnya dengan salah satu tangannya dan tangannya yang lain merogoh sampah. Ponselnya yang menjadi penerangannya juga benar-benar melakukan usahanya. “Kenapa aku belum juga menemukannya. Aku yakin harusnya ada di sini,” rengek Selena. “Nona, ini sudah malam. Lagi pula, aku tidak melihat cincin sama sekali. Mungkin ada yang mengambilnya? Mungkin ada pelayan lain yang sudah mengamankannya?” Salah satu pelayan berusaha menenangkan Selena. Selena menatapi mereka dengan berkaca-kaca dan keduanya berusaha menghibur dan menenangkannya. “Bagaimana kalau kita beristirahat dulu untuk malam ini? Aku akan bertanya besok pada semua yang bekerja har
Arsella keluar dari kamar mandi. Dia tak suka situasi dirinya diabaikan Axel. Apa lagi Axel sampai menghindarinya dan tidur di lantai atas. Dia saja belum terbiasa tertidur sendiri di sana, yang kadang membuatnya harus menunggu Axel pulang agar dia bisa tidur dengan nyenyak. “Sayang...” panggil Arsella dengan halus, Arsella menaiki tangga dan melihat Axel yang ada di atas. Axel menoleh pada Arsella, dan dia hanya menghela nafasnya, membiarkan Arsella mendekatinya. Arsella langsung duduk di sebelahnya, bersandar pada Axel dan memeluk Axel di pinggangnya. “Maaf, kali ini aku yang salah. Aku tidak akan mengungkit Selena lagi ke depannya. Aku minta maaf karena membuatmu kesal.” Arsella yang tidak ragu menyentuh Axel berusaha merayunya. Axel mendengus, dia memutar matanya sambil membiarkan Arsella terus menempel padanya seperti ini. Perlahan, Axel akhirnya menyerah dan menaruh ponselnya. Dia harus bicara dengan Arsella. Seti
Selena bersama dengan Kakek dan Nenek tiba di gedung yang merupakan galeri seni yang dibangun Damian. Selena juga berpartisipasi dalam menjadi investornya, karena dia sudah punya gajinya sendiri dan juga dia berhasil mengumpulkan uang saku yang diberikan kakek dan neneknya. Sementara Axel tiba bersama dengan Arsella. Yang membuat Selena ingin segera mendekatinya, kala bisa dia ingin menjambak rambut Axel dan menanyakan tentang cincinnya. Namun, mengingat itu hanya praduga, dia tidak akan melakukannya. Dia tidak yakin apakah Axel memang mencurinya. Luca mendekati keluarga Gallent yang sudah datang tersebut. Luca tersenyum menyambut mereka. “Di mana Damian?” tanya Selena, dia ingin segera bertemu pria yang sudah mengabaikannya tiga hari itu, entah karena sibuk untuk persiapan atau memang karena marah. “Dia sedang menyambut yang lainnya. Dia akan segera datang menyambut kalian juga.”Selena mengangguk dan melirik ke arah Axel yang berwaj
Selena melirik Damian dengan tatapan curiga. Pria ini kelihatannya sangat kesal padanya sampai-sampai memperlakukannya seperti ini. Dipanggil untuk melakukan pidato secara tiba-tiba, jelas sekali dia ingin mempermalukannya atau memberinya sedikit pelajaran. Selena tersenyum sambil menatap ke arah banyak orang saat dia diberikan mik untuk bicara. Dengan sedikit gugup, Selena mengambil nafasnya dan berusaha menenangkan dirinya sejenak. Kakek dan Nenek tersenyum bangga kepadanya. Axel sendiri tersenyum memperhatikan Selena yang berada di atas sana. Arsella sendiri tak berpikir itu adalah sesuatu yang harus dikagumi. Apa lagi Axel kelihatannya tersenyum begitu tulus pada Selena di sebelahnya. Itu membuatnya hanya bisa menghela nafasnya dan melihat ke arah Selena dari pada Axel. “Halo, selamat sore untuk semua orang yang ada di sini! Aku adalah Selena Gallent. Aku ingin mengucapkan selamat kepada Tuan Damian atas pembukaan Salvador. Aku juga sebagai pasangan
“Tapi, Sayang... Aku sudah memesan kamar hotel untuk kita malam ini,” ucap Arsella. Arsella menatap Axel, berusaha meminta pengertian Axel untuk tidak menginap di mansion Damian. Bisa-bisa dia tidak tidur sama sekali saat tahu kalau dirinya tidur di tempat orang yang berhasil membawa mimpi buruk ke dalam hidupnya.“Tidak apa-apa, tidak perlu meminta pengembalian dana. Kita akan bermalam di mansion Damian malam ini. Bukankah itu menyenangkan untuk melihat-lihat mansion?” Axel sepertinya tak begitu peka terhadap perasaan Arsella. Arsella sendiri terlihat tak nyaman. “Ada baiknya kau tidak membawa istrimu menginap di kediaman orang lain,” ujar Kakek. “Selena juga ada di sana. Selena sepertinya tidak kalian larang untuk bermalam bersama Damian.” Axel menatap kakeknya dengan sedikit bingung atas standar ganda yang mereka terapkan. Sementara Selena dan Damian terdiam. Dia tidak tahu kenapa, tapi Selena merasa kalau memang agak ane
Arsella tak pernah tahu rasanya dibandingkan sebelumnya. Dia adalah putri sulung yang luar biasa, perbedaan dengan adiknya tak pernah menjadi masalah bagi kedua orang tuanya. Dia takut pada sesuatu, namun Axel bukannya berusaha menenangkannya, pria itu justru malah memintanya untuk terbiasa dengan keadaan ini. Axel tak memberikannya opsi lain. Dan dia merasa tak punya hak untuk memilih sendiri bagaimana dia bisa mengatasi semuanya.“Jika kau terus lari dari masalah seperti ini, maka kau tidak akan pernah terbiasa. Selena yang mengalami hal yang jauh lebih buruk saja bisa melupakan semuanya begitu saja. Dia bahkan melupakan apa yang telah keluargamu lakukan padanya.” Tangan Arsella mengepal kuat, meremas ujung gaunnya. Dia menggigit bibirnya cukup kuat sebelum menganggukkan kepalanya. Arsella tak sanggup mengatakan apa pun lagi. Hatinya terlalu sakit. Axel hanya menghela nafasnya dan bangkit dari tempatnya duduk. “Aku akan mandi duluan.”