Arsella keluar dari kamar mandi. Dia tak suka situasi dirinya diabaikan Axel. Apa lagi Axel sampai menghindarinya dan tidur di lantai atas. Dia saja belum terbiasa tertidur sendiri di sana, yang kadang membuatnya harus menunggu Axel pulang agar dia bisa tidur dengan nyenyak.
“Sayang...” panggil Arsella dengan halus, Arsella menaiki tangga dan melihat Axel yang ada di atas. Axel menoleh pada Arsella, dan dia hanya menghela nafasnya, membiarkan Arsella mendekatinya. Arsella langsung duduk di sebelahnya, bersandar pada Axel dan memeluk Axel di pinggangnya. “Maaf, kali ini aku yang salah. Aku tidak akan mengungkit Selena lagi ke depannya. Aku minta maaf karena membuatmu kesal.” Arsella yang tidak ragu menyentuh Axel berusaha merayunya. Axel mendengus, dia memutar matanya sambil membiarkan Arsella terus menempel padanya seperti ini. Perlahan, Axel akhirnya menyerah dan menaruh ponselnya. Dia harus bicara dengan Arsella. SetiSelena bersama dengan Kakek dan Nenek tiba di gedung yang merupakan galeri seni yang dibangun Damian. Selena juga berpartisipasi dalam menjadi investornya, karena dia sudah punya gajinya sendiri dan juga dia berhasil mengumpulkan uang saku yang diberikan kakek dan neneknya. Sementara Axel tiba bersama dengan Arsella. Yang membuat Selena ingin segera mendekatinya, kala bisa dia ingin menjambak rambut Axel dan menanyakan tentang cincinnya. Namun, mengingat itu hanya praduga, dia tidak akan melakukannya. Dia tidak yakin apakah Axel memang mencurinya. Luca mendekati keluarga Gallent yang sudah datang tersebut. Luca tersenyum menyambut mereka. “Di mana Damian?” tanya Selena, dia ingin segera bertemu pria yang sudah mengabaikannya tiga hari itu, entah karena sibuk untuk persiapan atau memang karena marah. “Dia sedang menyambut yang lainnya. Dia akan segera datang menyambut kalian juga.”Selena mengangguk dan melirik ke arah Axel yang berwaj
Selena melirik Damian dengan tatapan curiga. Pria ini kelihatannya sangat kesal padanya sampai-sampai memperlakukannya seperti ini. Dipanggil untuk melakukan pidato secara tiba-tiba, jelas sekali dia ingin mempermalukannya atau memberinya sedikit pelajaran. Selena tersenyum sambil menatap ke arah banyak orang saat dia diberikan mik untuk bicara. Dengan sedikit gugup, Selena mengambil nafasnya dan berusaha menenangkan dirinya sejenak. Kakek dan Nenek tersenyum bangga kepadanya. Axel sendiri tersenyum memperhatikan Selena yang berada di atas sana. Arsella sendiri tak berpikir itu adalah sesuatu yang harus dikagumi. Apa lagi Axel kelihatannya tersenyum begitu tulus pada Selena di sebelahnya. Itu membuatnya hanya bisa menghela nafasnya dan melihat ke arah Selena dari pada Axel. “Halo, selamat sore untuk semua orang yang ada di sini! Aku adalah Selena Gallent. Aku ingin mengucapkan selamat kepada Tuan Damian atas pembukaan Salvador. Aku juga sebagai pasangan
“Tapi, Sayang... Aku sudah memesan kamar hotel untuk kita malam ini,” ucap Arsella. Arsella menatap Axel, berusaha meminta pengertian Axel untuk tidak menginap di mansion Damian. Bisa-bisa dia tidak tidur sama sekali saat tahu kalau dirinya tidur di tempat orang yang berhasil membawa mimpi buruk ke dalam hidupnya.“Tidak apa-apa, tidak perlu meminta pengembalian dana. Kita akan bermalam di mansion Damian malam ini. Bukankah itu menyenangkan untuk melihat-lihat mansion?” Axel sepertinya tak begitu peka terhadap perasaan Arsella. Arsella sendiri terlihat tak nyaman. “Ada baiknya kau tidak membawa istrimu menginap di kediaman orang lain,” ujar Kakek. “Selena juga ada di sana. Selena sepertinya tidak kalian larang untuk bermalam bersama Damian.” Axel menatap kakeknya dengan sedikit bingung atas standar ganda yang mereka terapkan. Sementara Selena dan Damian terdiam. Dia tidak tahu kenapa, tapi Selena merasa kalau memang agak ane
Arsella tak pernah tahu rasanya dibandingkan sebelumnya. Dia adalah putri sulung yang luar biasa, perbedaan dengan adiknya tak pernah menjadi masalah bagi kedua orang tuanya. Dia takut pada sesuatu, namun Axel bukannya berusaha menenangkannya, pria itu justru malah memintanya untuk terbiasa dengan keadaan ini. Axel tak memberikannya opsi lain. Dan dia merasa tak punya hak untuk memilih sendiri bagaimana dia bisa mengatasi semuanya.“Jika kau terus lari dari masalah seperti ini, maka kau tidak akan pernah terbiasa. Selena yang mengalami hal yang jauh lebih buruk saja bisa melupakan semuanya begitu saja. Dia bahkan melupakan apa yang telah keluargamu lakukan padanya.” Tangan Arsella mengepal kuat, meremas ujung gaunnya. Dia menggigit bibirnya cukup kuat sebelum menganggukkan kepalanya. Arsella tak sanggup mengatakan apa pun lagi. Hatinya terlalu sakit. Axel hanya menghela nafasnya dan bangkit dari tempatnya duduk. “Aku akan mandi duluan.”
Arsella menatapi punggung Axel yang tidur membelakanginya. Dia tak akan bohong jika hal ini menyakiti hatinya. Namun, dia hanya bisa menghela nafasnya. Dia belakangan ini merasakan sakit di hatinya. Yang sayangnya tak akan bisa terlihat dan tak akan orang sadari. Dia tetap yakin, jika Axel menikahinya bukan karena dendam. Axel hanya pernah membentaknya, itu hanya saat mereka membahas hal sepele yang tak Axel sukai. Selebihnya, sebenarnya Axel baik padanya. Hal itu yang meyakinkan Arsella kalau Axel tak pernah punya niat buruk padanya. Berbeda dengan Selena yang tidur dengan nyaman di pelukan Damian. Damian memeluknya dengan erat, membiarkan Selena tidur di salah satu lengannya. Lengan Damian adalah bantal terbaik. *** Keesokan paginya, Selena akan kembali ke rumahnya. Dan rencananya, Axel akan menjemputnya untuk pulang bersama. Dan Selena tengah sarapan bersama dengan Damian dan Luca saat itu. “Minggu depan adalah hari pernikahanku.
Arsella memperhatikan interaksi antara Axel dan Selena dalam diamnya. Axel hanya bicara dengannya seperlunya, tetapi lebih banyak berbicara dengan Selena. Itu mengecewakan baginya. Perhatian Axel tetap saja lebih banyak tercurah pada Selena. Tetapi Arsella berusaha meyakinkan dirinya bahwa Selena adalah milik Damian saat ini. Dia juga tahu Axel tak akan mungkin kembali pada Selena. Keduanya merupakan kakak dan adik, itu sangat nyata sekarang. Tiba di hotel, Selena langsung keluar dari mobil dan dia langsung menuju ke vending machine untuk membeli kopi kalengan dari sana. Dia sudah cukup tidur barusan, hanya saja dia ingin tetap memiliki semangat yang lebih prima dan wajah yang lebih bugar untuk beraktivitas. “Hey, kau sudah pulang? Kau tidak beristirahat hari ini? Biasanya kau akan mengambil libur tambahan karena kelelahan setelah acara-acara penting seperti itu.” Renata langsung menyambutnya, dia berdiri di samping vending machine dan
“Baiklah. Semoga dia segera pulih kembali. Aku sudah memperingatkannya untuk menjaga kesehatannya. Sayangnya dia tidak mau mendengarkanku.” Axel menghela nafasnya saat berbicara di telepon dengan neneknya yang memberitahu kalau Selena jatuh sakit tepat sebelum hari pernikahannya Luca berlangsung. Dan itu membuatnya hanya bisa mendesah pelan, akhirnya kekhawatirannya terjadi juga. “Ada apa?” tanya Arsella setelah Axel menutup teleponnya. “Selena sakit, dia tidak akan datang ke pesta pernikahan Luca besok dengan kondisi tubuhnya saat ini. Aku bingung apa kita harus datang juga atau tidak. Aku juga harus memperhatikan kesehatanku dan kau, belakangan ini juga kita sibuk,” gumam Axel seraya bersandar ke sofa. Arsella melebarkan matanya. Jika Selena tak akan datang karena sakit, itu memberinya peluang aga tak perlu datang lagi ke sana untuk bertemu Luca atau Damian. Dia yakin Luca punya sedikit dendam padanya tentang acara lamarannya yang dirusak ke
Hari itu, Arsella merasa senang karena tak perlu datang ke pernikahan Luca dan Grace. Hari ini dia akan menemani Axel ke rumah Kakek dan Nenek untuk menjenguk Selena yang tengah sakit. Tak lupa, Arsella dan Axel sempat mampir ke toko buah untuk membeli buah-buahan untuk Selena. Axel mengambil beberapa apel, karena dia tahu kalau Selena menyukai apel. Dan dia melirik Arsella yang tengah mengecek buah mangga, Arsella mencium ujung buah mangga tersebut. “Kau mau beberapa?” tanya Axel sambil ikut mencium beberapa harum yang berbeda dari mangga. “Iya, entah kenapa aku ingin mangga muda yang teksturnya masih renyah. Sepertinya karena kemarin aku melihat story temanku di media sosial, dia sedang mempromosikan salad buah yang berisikan buah-buah masam.” Arsella terkekeh sambil menatap Axel. Axel terdiam menatapi Arsella, terlihat jelas raut wajahnya tengah mencurigai sesuatu dari ucapan Arsella mengenai dia yang menginginkan sesuatu yang asam seperti
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann