“Bukankah ini bukan hal yang aneh antara dirimu dan Selena? Kalian sudah sering melakukannya, bukan? Kau tidak menyentuhnya sama sekali malam ini?” tanya Axel.
Damian menghela nafasnya. “Memang. Dia sedang datang bulan, aku tidak bisa menyentuhnya.”Luca seketika tertawa, dia dengan jelas menertawakan Damian. Damian hanya bisa mendengus. Axel bersandar di kursi sambil menatapi kartu yang barusan mereka mainkan. Dan ada tiga botol minuman di sana. Axel mengambil salah satunya dan menuangkannya ke gelas yang baru.“Kami tidak mendengar suaramu dan istrimu sama sekali,” ucap Luca.“Itu karena kamarnya memang kedap suara. Tidak akan ada suara yang keluar dari sana.”“Oh, pantas saja. Dia menangis untuk yang pertama kali? Bagaimana perasaanmu?”Damian menatap Axel sambil meneguk minumannya dengan tenang. Dia menikmati minumannya sedikit demi sedikit. Padahal dia sedang ingin menyentuh Selena setelah dua bulan tidak berkontak fisikArsella sempat mengharapkan sarapan yang tenang hanya berdua dengan Axel. Sayangnya, dia harus berkumpul dengan Selena dan yang lainnya di ruang makan yang ada griya tawang itu. Makanan mereka diantarkan pelayan, terlihat banyak yang telah tersaji di sana. Arsella tertunduk lagi di sana, meski Damian duduk jauh darinya. Axel sengaja agak menjauhkan Damian dari Arsella, meski tetap membuat mereka makan di meja yang sama. Axel dan Arsella duduk berhadapan, diikuti dengan Luca dan Grace, lalu Damian dan Selena. Sebenarnya Selena ingin menengahi antara Grace dan Arsella. Sayangnya, Damian sudah duduk di kursinya lebih dulu. Dia sedikitnya mengerti kenapa Grace tidak mau duduk di dekat Arsella dan mengabaikannya begitu saja. Tetapi ini lebih baik dari pada Damian duduk lebih dekat dengannya. “Makanlah lebih banyak, kau pasti lelah karena acara kemarin. Jangan buat dirimu kelaparan hari ini,” ujar Axel sambil menuangkan madu di atas pancake milik Arsella.
“Karena kau tertarik padaku?” Arsella menatapi Axel dengan meragukan jawabannya sendiri. “Benar, kau sangat menarik karena betapa kau inginnya memiliki aku,” jawab Axel singkat. Arsella tersenyum. Entah kenapa dia merasa lega mendengar jawaban Axel. Axel memang tidak mengatakan apa pun tentang mencintai Selena. Namun, Axel memberikan jawaban tentang Arsella sendiri. Itu cukup untuk membuatnya merasa puas. Setelah puas bermain golf, mereka kembali. Hari itu berakhir dengan kepulangan Damian, Luca dan Grace. Mereka pulang di sore hari setelah menikmati beberapa fasilitas hotel Gallent. Sementara Selena pulang ke rumah kakek dan neneknya untuk beristirahat karena besok sudah harus bekerja. Axel sendiri akhirnya membawa Arsella pulang ke rumah baru mereka. Arsella duduk di sebelah Axel sambil tersenyum senang karena akhirnya mereka bisa berduaan saja. Dia tidak menikmati hari ini sama sekali karena merasa ti
“Dan aku yakin yang akan mengajukan perceraian lebih dulu adalah istrimu. Kau benar-benar sudah menyakiti hatinya, tahu!” Jenny mendecak pelan sambil menatap Axel. Dia tak habis pikir dengan cara Axel berpikir mengenai pernikahan. Bukankah sebelumnya dia pernah mencintai orang lain sebelum Arsella, dan harusnya dia tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang gadis. Sayangnya, Axel tak menggunakan pengalamannya itu dengan baik. “Akui saja kalau kau menikah untuk balas dendam, kan? Aku memang tidak mengerti perasaanmu. Tapi, jika aku berada di posisi Arsella, aku akan membela diri kalau dia bulan pembunuh ibumu, tetapi ibunya.” Jenny melanjutkan mengomeli Axel. Axel mendengus, dia tak menyangka jika Jenny akan berpihak pada Arsella. Dia yakin Jenny akan mengerti perasaannya, ternyata tidak. Axel sekarang menyadari bahwa gerakan woman support woman adalah sebuah kenyataan. Itu membuatnya merasa sia-sia jika mengobrol dengan Jenny.
“Kami belum memastikannya sekarang,” ucap Axel, mewakilkan jawaban lengkap Arsella. “Begitu, ya... Apa pun hasilnya, semoga kalian tetap bahagia dengan itu,” harap Nenek. Arsella menatapi Kakek dan Nenek dengan sedikit ragu, ternyata mereka cukup hangat padanya terlepas apa yang terjadi. Dia tak tahu apa yang terjadi pada kedua orang tuanya di sana. Namun, menurut Arsella yang terbaik saat ini adalah fokus pada suaminya dan keluarga kecilnya. “Kau berarti belum menemui orang tuamu lagi, Arsella?” tanya Kakek. “Ah, soal itu belum. Karena menurutku, aku masih dalam masa bulan madu bersama Axel. Aku masih berusaha beradaptasi dengan semua perubahan ini. Jadi, jika aku terlalu sering kembali ke rumah, aku mungkin akan merusak progresku sendiri,” terang Arsella dengan suara rendah. “Keputusan yang bagus, dan pemikiranmu itu ada benarnya.” Nenek membenarkannya. “Aku pulang!” Ter
“Untuk apa kau mencuri cincin milik Selena itu? Apa dia tidak akan panik saat tahu cincinnya hilang?” tanya Arsella saat mereka dalam perjalanan pulang malam itu. Arsella menatapi Axel sambil memperhatikan jalanan gelap yang ada di depannya. “Ini untuk kejutan. Damian memberikan cincin ini secara tiba-tiba untuk mengikat Selena. Sebentar lagi pembukaan galeri seni yang Damian bangun. Jadi, dia akan melamar Selena dengan benar.” Arsella hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Axel terlihat cukup bersemangat tentang itu. Axel mampir ke sebuah minimarket. Memberhentikan mobilnya dan menatap ke arah Arsella. “Kenapa kita berhenti di sini?” tanya Arsella sambil menatap Axel dengan heran. “Kita membutuhkan test pack, ingat?” Axel keluar mobil lebih dulu dan membukakan pintu. Arsella tersenyum sambil memandangi Axel. Entah kenapa dia merasa semakin istimewa dengan perlakuan Axel y
Dibantu dengan dua pelayan rumah, yang salah satunya memegangi senter, Selena harus mengobrak-abrik tempat sampah di belakang sana. Dengan udara malam yang semakin dingin, dia terus berusaha menemukan cincin kesayangannya itu. Cincin yang Damian berikan. Selena memegangi ponselnya dengan salah satu tangannya dan tangannya yang lain merogoh sampah. Ponselnya yang menjadi penerangannya juga benar-benar melakukan usahanya. “Kenapa aku belum juga menemukannya. Aku yakin harusnya ada di sini,” rengek Selena. “Nona, ini sudah malam. Lagi pula, aku tidak melihat cincin sama sekali. Mungkin ada yang mengambilnya? Mungkin ada pelayan lain yang sudah mengamankannya?” Salah satu pelayan berusaha menenangkan Selena. Selena menatapi mereka dengan berkaca-kaca dan keduanya berusaha menghibur dan menenangkannya. “Bagaimana kalau kita beristirahat dulu untuk malam ini? Aku akan bertanya besok pada semua yang bekerja har
Arsella keluar dari kamar mandi. Dia tak suka situasi dirinya diabaikan Axel. Apa lagi Axel sampai menghindarinya dan tidur di lantai atas. Dia saja belum terbiasa tertidur sendiri di sana, yang kadang membuatnya harus menunggu Axel pulang agar dia bisa tidur dengan nyenyak. “Sayang...” panggil Arsella dengan halus, Arsella menaiki tangga dan melihat Axel yang ada di atas. Axel menoleh pada Arsella, dan dia hanya menghela nafasnya, membiarkan Arsella mendekatinya. Arsella langsung duduk di sebelahnya, bersandar pada Axel dan memeluk Axel di pinggangnya. “Maaf, kali ini aku yang salah. Aku tidak akan mengungkit Selena lagi ke depannya. Aku minta maaf karena membuatmu kesal.” Arsella yang tidak ragu menyentuh Axel berusaha merayunya. Axel mendengus, dia memutar matanya sambil membiarkan Arsella terus menempel padanya seperti ini. Perlahan, Axel akhirnya menyerah dan menaruh ponselnya. Dia harus bicara dengan Arsella. Seti
Selena bersama dengan Kakek dan Nenek tiba di gedung yang merupakan galeri seni yang dibangun Damian. Selena juga berpartisipasi dalam menjadi investornya, karena dia sudah punya gajinya sendiri dan juga dia berhasil mengumpulkan uang saku yang diberikan kakek dan neneknya. Sementara Axel tiba bersama dengan Arsella. Yang membuat Selena ingin segera mendekatinya, kala bisa dia ingin menjambak rambut Axel dan menanyakan tentang cincinnya. Namun, mengingat itu hanya praduga, dia tidak akan melakukannya. Dia tidak yakin apakah Axel memang mencurinya. Luca mendekati keluarga Gallent yang sudah datang tersebut. Luca tersenyum menyambut mereka. “Di mana Damian?” tanya Selena, dia ingin segera bertemu pria yang sudah mengabaikannya tiga hari itu, entah karena sibuk untuk persiapan atau memang karena marah. “Dia sedang menyambut yang lainnya. Dia akan segera datang menyambut kalian juga.”Selena mengangguk dan melirik ke arah Axel yang berwaj
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann