Tanpa melakukan pemanasan lebih lanjut dan tidak memastikan Arsella siap, Axel sudah mengambil posisi di antara kedua kaki Arsella yang terbuka untuknya. Dia berusaha untuk melakukan penyatuan, sayangnya Arsella seperti menolak miliknya. Axel bahkan sudah berkeringat karenanya.
“Itu aneh. Kurasa itu tidak akan muat sama sekali. Tolong jangan dipaksakan!” pinta Arsella.Mendengar rengekan Arsella membuat Axel mendengus. Dia tahu seharusnya dia melakukan pemanasan lebih lama. Tapi dia tak ingin melakukannya. Dia akhirnya meraba inti tubuhnya lagi dengan jemarinya. Dia harus membuat jalan yang lebih licin untuk menjadi akses masuknya.“Lebarkan kakimu jika kau tidak ingin ini terasa sakit.” Axel berusaha membuat jalan dengan salah satu jemarinya, tangannya yang lain berusaha mempermainkan titik tersebut.Arsella dibuat menggeliat tak karuan karena apa yang dilakukan Axel di bawah sana. Tubuhnya yang sudah tak lagi menggunakan sehelai benang pun m“Bukankah ini bukan hal yang aneh antara dirimu dan Selena? Kalian sudah sering melakukannya, bukan? Kau tidak menyentuhnya sama sekali malam ini?” tanya Axel. Damian menghela nafasnya. “Memang. Dia sedang datang bulan, aku tidak bisa menyentuhnya.”Luca seketika tertawa, dia dengan jelas menertawakan Damian. Damian hanya bisa mendengus. Axel bersandar di kursi sambil menatapi kartu yang barusan mereka mainkan. Dan ada tiga botol minuman di sana. Axel mengambil salah satunya dan menuangkannya ke gelas yang baru. “Kami tidak mendengar suaramu dan istrimu sama sekali,” ucap Luca. “Itu karena kamarnya memang kedap suara. Tidak akan ada suara yang keluar dari sana.”“Oh, pantas saja. Dia menangis untuk yang pertama kali? Bagaimana perasaanmu?” Damian menatap Axel sambil meneguk minumannya dengan tenang. Dia menikmati minumannya sedikit demi sedikit. Padahal dia sedang ingin menyentuh Selena setelah dua bulan tidak berkontak fisik
Arsella sempat mengharapkan sarapan yang tenang hanya berdua dengan Axel. Sayangnya, dia harus berkumpul dengan Selena dan yang lainnya di ruang makan yang ada griya tawang itu. Makanan mereka diantarkan pelayan, terlihat banyak yang telah tersaji di sana. Arsella tertunduk lagi di sana, meski Damian duduk jauh darinya. Axel sengaja agak menjauhkan Damian dari Arsella, meski tetap membuat mereka makan di meja yang sama. Axel dan Arsella duduk berhadapan, diikuti dengan Luca dan Grace, lalu Damian dan Selena. Sebenarnya Selena ingin menengahi antara Grace dan Arsella. Sayangnya, Damian sudah duduk di kursinya lebih dulu. Dia sedikitnya mengerti kenapa Grace tidak mau duduk di dekat Arsella dan mengabaikannya begitu saja. Tetapi ini lebih baik dari pada Damian duduk lebih dekat dengannya. “Makanlah lebih banyak, kau pasti lelah karena acara kemarin. Jangan buat dirimu kelaparan hari ini,” ujar Axel sambil menuangkan madu di atas pancake milik Arsella.
“Karena kau tertarik padaku?” Arsella menatapi Axel dengan meragukan jawabannya sendiri. “Benar, kau sangat menarik karena betapa kau inginnya memiliki aku,” jawab Axel singkat. Arsella tersenyum. Entah kenapa dia merasa lega mendengar jawaban Axel. Axel memang tidak mengatakan apa pun tentang mencintai Selena. Namun, Axel memberikan jawaban tentang Arsella sendiri. Itu cukup untuk membuatnya merasa puas. Setelah puas bermain golf, mereka kembali. Hari itu berakhir dengan kepulangan Damian, Luca dan Grace. Mereka pulang di sore hari setelah menikmati beberapa fasilitas hotel Gallent. Sementara Selena pulang ke rumah kakek dan neneknya untuk beristirahat karena besok sudah harus bekerja. Axel sendiri akhirnya membawa Arsella pulang ke rumah baru mereka. Arsella duduk di sebelah Axel sambil tersenyum senang karena akhirnya mereka bisa berduaan saja. Dia tidak menikmati hari ini sama sekali karena merasa ti
“Dan aku yakin yang akan mengajukan perceraian lebih dulu adalah istrimu. Kau benar-benar sudah menyakiti hatinya, tahu!” Jenny mendecak pelan sambil menatap Axel. Dia tak habis pikir dengan cara Axel berpikir mengenai pernikahan. Bukankah sebelumnya dia pernah mencintai orang lain sebelum Arsella, dan harusnya dia tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang gadis. Sayangnya, Axel tak menggunakan pengalamannya itu dengan baik. “Akui saja kalau kau menikah untuk balas dendam, kan? Aku memang tidak mengerti perasaanmu. Tapi, jika aku berada di posisi Arsella, aku akan membela diri kalau dia bulan pembunuh ibumu, tetapi ibunya.” Jenny melanjutkan mengomeli Axel. Axel mendengus, dia tak menyangka jika Jenny akan berpihak pada Arsella. Dia yakin Jenny akan mengerti perasaannya, ternyata tidak. Axel sekarang menyadari bahwa gerakan woman support woman adalah sebuah kenyataan. Itu membuatnya merasa sia-sia jika mengobrol dengan Jenny.
“Kami belum memastikannya sekarang,” ucap Axel, mewakilkan jawaban lengkap Arsella. “Begitu, ya... Apa pun hasilnya, semoga kalian tetap bahagia dengan itu,” harap Nenek. Arsella menatapi Kakek dan Nenek dengan sedikit ragu, ternyata mereka cukup hangat padanya terlepas apa yang terjadi. Dia tak tahu apa yang terjadi pada kedua orang tuanya di sana. Namun, menurut Arsella yang terbaik saat ini adalah fokus pada suaminya dan keluarga kecilnya. “Kau berarti belum menemui orang tuamu lagi, Arsella?” tanya Kakek. “Ah, soal itu belum. Karena menurutku, aku masih dalam masa bulan madu bersama Axel. Aku masih berusaha beradaptasi dengan semua perubahan ini. Jadi, jika aku terlalu sering kembali ke rumah, aku mungkin akan merusak progresku sendiri,” terang Arsella dengan suara rendah. “Keputusan yang bagus, dan pemikiranmu itu ada benarnya.” Nenek membenarkannya. “Aku pulang!” Ter
“Untuk apa kau mencuri cincin milik Selena itu? Apa dia tidak akan panik saat tahu cincinnya hilang?” tanya Arsella saat mereka dalam perjalanan pulang malam itu. Arsella menatapi Axel sambil memperhatikan jalanan gelap yang ada di depannya. “Ini untuk kejutan. Damian memberikan cincin ini secara tiba-tiba untuk mengikat Selena. Sebentar lagi pembukaan galeri seni yang Damian bangun. Jadi, dia akan melamar Selena dengan benar.” Arsella hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Axel terlihat cukup bersemangat tentang itu. Axel mampir ke sebuah minimarket. Memberhentikan mobilnya dan menatap ke arah Arsella. “Kenapa kita berhenti di sini?” tanya Arsella sambil menatap Axel dengan heran. “Kita membutuhkan test pack, ingat?” Axel keluar mobil lebih dulu dan membukakan pintu. Arsella tersenyum sambil memandangi Axel. Entah kenapa dia merasa semakin istimewa dengan perlakuan Axel y
Dibantu dengan dua pelayan rumah, yang salah satunya memegangi senter, Selena harus mengobrak-abrik tempat sampah di belakang sana. Dengan udara malam yang semakin dingin, dia terus berusaha menemukan cincin kesayangannya itu. Cincin yang Damian berikan. Selena memegangi ponselnya dengan salah satu tangannya dan tangannya yang lain merogoh sampah. Ponselnya yang menjadi penerangannya juga benar-benar melakukan usahanya. “Kenapa aku belum juga menemukannya. Aku yakin harusnya ada di sini,” rengek Selena. “Nona, ini sudah malam. Lagi pula, aku tidak melihat cincin sama sekali. Mungkin ada yang mengambilnya? Mungkin ada pelayan lain yang sudah mengamankannya?” Salah satu pelayan berusaha menenangkan Selena. Selena menatapi mereka dengan berkaca-kaca dan keduanya berusaha menghibur dan menenangkannya. “Bagaimana kalau kita beristirahat dulu untuk malam ini? Aku akan bertanya besok pada semua yang bekerja har
Arsella keluar dari kamar mandi. Dia tak suka situasi dirinya diabaikan Axel. Apa lagi Axel sampai menghindarinya dan tidur di lantai atas. Dia saja belum terbiasa tertidur sendiri di sana, yang kadang membuatnya harus menunggu Axel pulang agar dia bisa tidur dengan nyenyak. “Sayang...” panggil Arsella dengan halus, Arsella menaiki tangga dan melihat Axel yang ada di atas. Axel menoleh pada Arsella, dan dia hanya menghela nafasnya, membiarkan Arsella mendekatinya. Arsella langsung duduk di sebelahnya, bersandar pada Axel dan memeluk Axel di pinggangnya. “Maaf, kali ini aku yang salah. Aku tidak akan mengungkit Selena lagi ke depannya. Aku minta maaf karena membuatmu kesal.” Arsella yang tidak ragu menyentuh Axel berusaha merayunya. Axel mendengus, dia memutar matanya sambil membiarkan Arsella terus menempel padanya seperti ini. Perlahan, Axel akhirnya menyerah dan menaruh ponselnya. Dia harus bicara dengan Arsella. Seti