“Ah, sial...” Axel terengah-engah, karena harus berjalan dengan kondisinya yang tidak prima dan dia diseret dengan kasar oleh orang-orang Damian itu.
Jovan dan dua orang wanita mendekati Axel, mereka memastikan kondisinya. Selena menatap Axel dengan khawatir juga tentang luka tembaknya. Jovan mendesis, sepertinya Axel masih beruntung karena bertahan dan hidup. Dan selebihnya, yang membuatnya bertahan adalah gadis yang sekarang masih bersama Damian, yang tak berkutik di tempatnya.“Kami membawa barangnya.” Salah satu dari wanita itu bangkit dan melepaskan tas ransel yang dia gunakan, menaruhnya di bawah dan terlihat hendak mengambil barang tersebut.“Berikan gadis itu ketika kami memberikan chipnya!” ucap Jovan sambil menatap Damian serius.“Aku harus mengecek keasliannya dulu dan mematikannya tetap bisa bekerja,” balas Damian.Damian melirik Selena yang terlihat lebih rapi dan cantik setelah didandani dengan lebih baik. Meski begitu,Selena menatap Rose yang tertembak di depannya. Rose sempat berbaik hati dengannya. Ada rasa sesal karena telah bersikap kurang baik padanya hanya karena dia merasa minder dan tidak pantas untuk mendapatkan segala perhatian itu. Axel mengangkat kepalanya saat mendengar suara tembakan. Dia benar-benar tak menyangka atas apa yang dilakukan Jovan. Dan dia juga ingin memastikan jika Selena ada bersama mereka saat ini. “Selena, ayo!” Dua wanita yang berada di sisinya segera menarik Selena pergi dari sana. Orang-orang Damian segera mengarahkan senjatanya juga, mereka segera mengambil posisi untuk melindungi Damian, ketika Damian tidak bisa berkutik sama sekali melihat keenam wanitanya itu tertembak di hadapannya. Dia tak tahu kondisi keenamnya, apakah tewas atau masih bisa diselamatkan. Namun saat itu, tak ada yang segera mengecek kondisi mereka karena darurat. Orang yang membawa Axel mempercepat langkahnya menuju ke helikopter mereka. Di mana terny
Axel menatap Selena dengan tatapan putus asa lagi. Setelah apa yang telah dia lakukan, apa yang telah dia perjuangkan selama ini, berakhir dengan tragis di mana harus ada banyak orang yang tewas dan juga usaha penyelamatan Selena tak berlangsung dengan baik. Selena menatap Axel balik, dia bisa melihat jika tak ada yang bisa dilakukan Axel dengan kondisi seperti itu. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkannya yang kembali tertangkap Damian. Damian yang kini menyodorkan senjata ke arah kepalanya. Ada banyak kemarahan yang terlihat di mata Damian. Di matanya saat ini, kematian orang-orang terdekatnya membuatnya merasakan sakit yang luar biasa. Marah yang besar hingga dia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ditatapnya sosok Selena yang hanya duduk tak bergeming. “Bawa dia masuk lagi!” ucap Damian dengan dingin, terdengar banyak kesedihan di nadanya. Bawahannya yang ada di sekitarnya segera menarik lengan atas Selena, menyeretnya hi
Esoknya, Selena dibawa menuju ke mansion saat pemakaman akan dilakukan. Selena dikawal dengan dua orang saat itu. Dia tak yakin kali ini kenapa Damian masih tetap mempertahankannya, yang kemudian dia sadari jika ini tak akan berdampak baik untuknya. Selena melihat Damian dengan berpakaian serba hitam, hendak memasuki mobil lain saat dia juga akan memasuki mobil yang akan mengantarkannya ke mansion. “H-hey!” Entah apa yang dipikirkan Selena saat itu dengan memanggil Damian dan hendak berjalan ke arahnya, namun dua orang di sisinya segera mencegahnya melakukan itu. Damian berhenti, dia tidak memasuki mobilnya dan menatap ke arah Selena. Tatapannya terlihat berbeda dari sebelumnya. Matanya terlihat lelah, walau tak ada tanda-tanda bengkak sehabis menangis. Dia juga terlihat lebih pucat dari biasanya saat itu. Begitu Damian terdiam dan menatapnya, memberikan tanda akan mendengarkan apa yang dikatakan Selena, Selena meneguk ludahnya dengan kaku. Di
Selena menatap Damian dengan tidak percaya atas apa yang didengarnya. Dia tidak akan hidup jika dia berusaha keluar sekali pun. “Aku ingin kau menggantikan peran mereka di hidupku. Dan itu adalah tugas seumur hidup. Aku tidak akan membiarkanmu lolos dengan mudah, Selena.” Damian menatapnya dengan serius. Dan Selena kemudian tertunduk. Dia memikirkan Axel yang tentunya tidak dia ketahui kabarnya saat ini bagaimana. Dan kemungkinan besar, Axel juga masih di rawat saat ini. Kondisinya sangat buruk waktu itu dan mungkin perlu waktu untuknya pulih juga. “Jika itu yang kau inginkan,” gumam Selena pelan, dia ingin menebusnya, ingin menebus perasaan bersalah di hatinya, dia juga ingin bebas dari mimpi buruk tentang pemikiran jika dia adalah penyebab kematian enam—tujuh orang sekaligus. “Bagus, itulah yang ingin aku dengar darimu. Kau akan mengabdikan seluruh hidupmu padaku. Sebagai budak dan selamanya akan seperti itu.” Damian terus berusaha menyudutk
“Tuan Damian sangat berduka akan kematian mereka. Tuan Damian sampai menghabiskan dua bungkus rokok per harinya. Dokter Dony sampai cukup mengkhawatirkan kondisinya.” “Tidak ada yang menyangka itu benar-benar akan terjadi. Tuan Damian juga mengurangi porsi makanannya. Kelihatannya Tuan masih sangat berduka.” “Tentu saja, yang meninggal bukan hanya satu orang, melainkan enam orang sekaligus. Dan ada yang menyebarkan rumor di antara pelayan jika Nyonya Sarah sedang mengandung saat itu.” Selena yang hendak kembali ke kamarnya setelah dipanggil oleh Damian menuju ke ruang kerjanya, secara tak sengaja mendengar pembicaraan itu. Ditemani dengan Luca yang harus mengantarkannya ke kamar. Luca sendiri kelihatannya tak mendengar pembicaraan itu karena fokus pada tab di tangannya. “Selena sepertinya hanya akan menjadi pelampiasan bagi Tuan Damian.” “Dia yang menyebabkan semua ini. Kedatangannya cukup membawa petaka.” Selena menghentik
Damian berada di sebuah ruangan di mana dia sedang merokok untuk ke sekian kalinya ditemani dengan beberapa botol anggur. Dia terlihat seperti kehilangan arah, masih sama seperti saat pemakaman baru berlangsung. Matanya menatap kosong ke ruangan yang sunyi, hanya ada dirinya seorang saat itu. Sama halnya dengan Selena, yang secara langsung dituntut untuk merasakan kesepian yang sama. Selena hanya duduk sambil membaca buku di kamarnya. Dia berusaha menikmati suasana ini, walau memang tetap rasanya tidak nyaman. Dia tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk sesantai ini sebelum bersama dengan Damian. Jadi, dia berusaha untuk menikmati waktunya. Seseorang membuka jendela yang dikhususkan untuk mengantarkan makanannya, dan Selena menatapnya dari tempatnya duduk. Makanan ditaruh di meja tersebut dan orang itu segera pergi meninggalkannya. Kali ini, makanan yang disajikan lebih sederhana dan tanpa makanan penutup. “Terima kasih,” ucap Selena begitu bangkit da
Percakapannya dengan Luca semalam hingga mabuk masih terngiang-ngiang di kepala Damian saat dia bangun dari tidurnya. Damian mendudukkan dirinya sambil meregangkan tubuhnya sejenak. Dan dia menghela nafas untuk menghadapi hari yang berat lainnya. Dia mengabaikan mereka saat mereka masih ada dan mulai merindukan mereka begitu mereka tiada. Itu adalah sebuah hukum alam. Dan dia mengabaikan mereka karena Selena di penghujung hidup mereka. Kini, hanya Selena yang tersisa. Bukankah dia harus memanfaatkannya sebaik mungkin? Pagi itu, Damian sarapan sendirian. Dia duduk saat pelayan mondar-mandir menyiapkan makanan. Dia hendak menyentuh alat makan di sisi piring, namun tiba-tiba teringat punggung dan pinggang Selena yang berada tepat di depannya ketika dia melakukannya di kantor, di atas meja. “Ah, sial. Panggil Selena ke sini!” ucapnya, terdengar kesal. Dia sudah cukup lama tak melakukannya. Yang mana membuat dirinya membutuhkan Selena untuk mengata
Selena mengurung dirinya di kamar mandi. Dia berada di bak shower, berjongkok sambil membasahi tubuhnya. Air matanya terus menetes. Pelakunya sudah jelas Damian. Dia tidak pernah menangis sesering ini jika bukan karena Damian. Tekanan yang dia alami, rasa stres dan depresi membuat mentalnya semakin hancur. Keluar dari kamar mandi, Selena hanya berbaring di kasurnya. Dia memikirkan apa yang biasanya sedang dia lakukan di jam seperti ini. Dia merindukan kebebasannya, walau dia tahu di saat jam seperti ini dia sedang sibuk dan sesekali bergurau dengan teman-teman di tempatnya kerja. Damian sendiri langsung pergi setelah itu. Ada bisnis yang harus tetap berjalan. Dan sepertinya semangatnya kembali setelah dia melakukannya dengan Selena hingga dia benar-benar merasa puas. Tanpa memikirkan bagaimana kondisi Selena. *** Axel memandang langit sambil merenungkan semua yang telah dia lakukan. Mengingat fakta tentang Selena yang sekarang bersama Damian m
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann