Selena menatap Damian dengan tidak percaya atas apa yang didengarnya. Dia tidak akan hidup jika dia berusaha keluar sekali pun.
“Aku ingin kau menggantikan peran mereka di hidupku. Dan itu adalah tugas seumur hidup. Aku tidak akan membiarkanmu lolos dengan mudah, Selena.” Damian menatapnya dengan serius.Dan Selena kemudian tertunduk. Dia memikirkan Axel yang tentunya tidak dia ketahui kabarnya saat ini bagaimana. Dan kemungkinan besar, Axel juga masih di rawat saat ini. Kondisinya sangat buruk waktu itu dan mungkin perlu waktu untuknya pulih juga.“Jika itu yang kau inginkan,” gumam Selena pelan, dia ingin menebusnya, ingin menebus perasaan bersalah di hatinya, dia juga ingin bebas dari mimpi buruk tentang pemikiran jika dia adalah penyebab kematian enam—tujuh orang sekaligus.“Bagus, itulah yang ingin aku dengar darimu. Kau akan mengabdikan seluruh hidupmu padaku. Sebagai budak dan selamanya akan seperti itu.” Damian terus berusaha menyudutk“Tuan Damian sangat berduka akan kematian mereka. Tuan Damian sampai menghabiskan dua bungkus rokok per harinya. Dokter Dony sampai cukup mengkhawatirkan kondisinya.” “Tidak ada yang menyangka itu benar-benar akan terjadi. Tuan Damian juga mengurangi porsi makanannya. Kelihatannya Tuan masih sangat berduka.” “Tentu saja, yang meninggal bukan hanya satu orang, melainkan enam orang sekaligus. Dan ada yang menyebarkan rumor di antara pelayan jika Nyonya Sarah sedang mengandung saat itu.” Selena yang hendak kembali ke kamarnya setelah dipanggil oleh Damian menuju ke ruang kerjanya, secara tak sengaja mendengar pembicaraan itu. Ditemani dengan Luca yang harus mengantarkannya ke kamar. Luca sendiri kelihatannya tak mendengar pembicaraan itu karena fokus pada tab di tangannya. “Selena sepertinya hanya akan menjadi pelampiasan bagi Tuan Damian.” “Dia yang menyebabkan semua ini. Kedatangannya cukup membawa petaka.” Selena menghentik
Damian berada di sebuah ruangan di mana dia sedang merokok untuk ke sekian kalinya ditemani dengan beberapa botol anggur. Dia terlihat seperti kehilangan arah, masih sama seperti saat pemakaman baru berlangsung. Matanya menatap kosong ke ruangan yang sunyi, hanya ada dirinya seorang saat itu. Sama halnya dengan Selena, yang secara langsung dituntut untuk merasakan kesepian yang sama. Selena hanya duduk sambil membaca buku di kamarnya. Dia berusaha menikmati suasana ini, walau memang tetap rasanya tidak nyaman. Dia tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk sesantai ini sebelum bersama dengan Damian. Jadi, dia berusaha untuk menikmati waktunya. Seseorang membuka jendela yang dikhususkan untuk mengantarkan makanannya, dan Selena menatapnya dari tempatnya duduk. Makanan ditaruh di meja tersebut dan orang itu segera pergi meninggalkannya. Kali ini, makanan yang disajikan lebih sederhana dan tanpa makanan penutup. “Terima kasih,” ucap Selena begitu bangkit da
Percakapannya dengan Luca semalam hingga mabuk masih terngiang-ngiang di kepala Damian saat dia bangun dari tidurnya. Damian mendudukkan dirinya sambil meregangkan tubuhnya sejenak. Dan dia menghela nafas untuk menghadapi hari yang berat lainnya. Dia mengabaikan mereka saat mereka masih ada dan mulai merindukan mereka begitu mereka tiada. Itu adalah sebuah hukum alam. Dan dia mengabaikan mereka karena Selena di penghujung hidup mereka. Kini, hanya Selena yang tersisa. Bukankah dia harus memanfaatkannya sebaik mungkin? Pagi itu, Damian sarapan sendirian. Dia duduk saat pelayan mondar-mandir menyiapkan makanan. Dia hendak menyentuh alat makan di sisi piring, namun tiba-tiba teringat punggung dan pinggang Selena yang berada tepat di depannya ketika dia melakukannya di kantor, di atas meja. “Ah, sial. Panggil Selena ke sini!” ucapnya, terdengar kesal. Dia sudah cukup lama tak melakukannya. Yang mana membuat dirinya membutuhkan Selena untuk mengata
Selena mengurung dirinya di kamar mandi. Dia berada di bak shower, berjongkok sambil membasahi tubuhnya. Air matanya terus menetes. Pelakunya sudah jelas Damian. Dia tidak pernah menangis sesering ini jika bukan karena Damian. Tekanan yang dia alami, rasa stres dan depresi membuat mentalnya semakin hancur. Keluar dari kamar mandi, Selena hanya berbaring di kasurnya. Dia memikirkan apa yang biasanya sedang dia lakukan di jam seperti ini. Dia merindukan kebebasannya, walau dia tahu di saat jam seperti ini dia sedang sibuk dan sesekali bergurau dengan teman-teman di tempatnya kerja. Damian sendiri langsung pergi setelah itu. Ada bisnis yang harus tetap berjalan. Dan sepertinya semangatnya kembali setelah dia melakukannya dengan Selena hingga dia benar-benar merasa puas. Tanpa memikirkan bagaimana kondisi Selena. *** Axel memandang langit sambil merenungkan semua yang telah dia lakukan. Mengingat fakta tentang Selena yang sekarang bersama Damian m
“Tidak, dia tidak mudah didekati. Dia benar-benar selektif memilih orang-orang yang ada di sekitarnya. Termasuk wanita. Dia memang punya banyak wanita sebelumnya, tapi dia tidak berani menyentuh wanita lain begitu saja.” Wanita itu bicara sambil memandangi Damian dari jauh, meneguk minumannya dengan perlahan. Ditatapnya lekat sosok Damian yang sedang asyik mengobrol. “Sepertinya dia memang masih berduka juga. Ah, kehilangan satu saja sudah menyakitinya. Dia kehilangan enam sekaligus. Pasti sangat berat untuknya sampai dia tidak datang di acara lain selama dua minggu ke belakang. Dia ternyata pria yang manis.” “Manis? Oh, aku akui dia memang tampan dan kaya. Hanya saja enam wanita?! Kau pasti bercanda. Sebentar lagi, aku yakin sebentar lagi dia juga akan seperti sebelumnya. Dia akan memiliki banyak wanita di sisinya,” balas yang lainnya. Ketiga wanita itu melihat ke arah Damian lagi. Saat Damian kelihatannya akan meninggalkan pesta yang tenang
Selena makan dengan cukup lahap, walau terlihat siaga dan waspada. Dia cukup takut dan gelisah saat melihat piring makan Damian sudah hampir habis. Diperhatikannya cukup lama bagaimana Damian menghabiskan makanannya, dan Selena tertunduk sambil terus sibuk pada makanannya. Selena melirik Damian yang menaruh alat makannya dan diam. Dia melanjutkan makannya dengan ragu-ragu. Damian tidak memberi tahunya apa dia harus berhenti saat Damian selesai makan atau tidak. Jadi, dia hanya melanjutkan makan dengan canggung. Sementara Luca yang duduk di depan Damian memperhatikan Damian dan Selena. “Apa jadwalku hari ini?” Damian melirik Luca sambil mengancingkan lengan kemejanya. “Anda harus mengecek perusahaan cabang, karena sepertinya ada beberapa kendala. Lalu makan siang bersama dengan klien di sebuah restoran dan di sore hari, ini jadwal Anda berolahraga. Saya bisa menyingkirkan jadwal olahraga—”“Tidak perlu. Badanku mulai terasa sakit karena tidak be
Selena menatap Damian untuk beberapa saat. Memperhatikannya merokok dan kemudian mendekat dengan ragu. Dia tahu ini pasti akan terjadi. Yang dia lakukan menurut dan duduk di pangkuan Damian. Kaki Damian yang terbuka saat itu membuat Selena duduk di salah satu kakinya. “Kau merokok?” tanya Damian, menatapi Selena yang tidak memprotes tentang rokoknya. Selena menganggukkan kepalanya perlahan. “Dulu aku merokok jika aku merasa stres.” Damian mengangkat alisnya, dia terkejut untuk sesaat walau tak menunjukkan ekspresinya. Dia tak menyangka jika Selena dulunya merokok. Dan yang tidak dia ketahui, Selena berhenti merokok sejak ada Axel. Axel yang melarangnya merokok waktu itu. “Tunjukkan!” Damian seolah meragukan jawaban Selena dan memberikan batang rokoknya. Selena menatapnya sesaat dan kemudian hendak mengambilnya dengan jemarinya, namun Damian langsung menjauhkannya. Dia ingin rokok itu tetap berada di tangannya. Dan Selena mendekatkan
Damian menatap Selena yang terbaring meringkuk ke kanan. Dia tampak tertidur setelah membersihkan dirinya. Dan Damian menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, sambil duduk di sisinya, memperhatikan bahu polos Selena yang dilihat dari belakang saja cukup indah. Punggung tangannya perlahan menyingkirkan beberapa helai rambut yang jatuh ke wajahnya dan menyisipkannya ke belakang telinga dengan jemarinya secara perlahan. Begitu pagi tiba, Selena membuka matanya dan pemandangan pertama yang dia lihat saat bangun tidur adalah tubuh Damian yang polos. Dia sepertinya baru saja mandi dan sedang melihat sesuatu di ponselnya. Wajah Selena memerah dan dia menutup kembali matanya seraya memindahkan tubuhnya untuk menghadap ke arah lain. Dia baru bangun dan jantungnya sudah heboh sendiri. “Kau bangun?” Damian menoleh ke arah Selena saat melihat pergerakan Selena sambil menaruh ponselnya dan menghadap ke arah Selena. “Ya,” jawab Selena seraya membuka kembali