Damian menekan tangan Arsella yang luka tersebut, menyebabkan gadis itu menjerit sekuatnya dan berusaha memberontak. Sayangnya, tak ada yang bisa Arsella lakukan dalam keadaan terikat sempurna di atas kursi. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan kuat.
Begitu melepaskan tangannya, Damian tersenyum sinis melihat bagaimana Arsella menghentikan teriakannya dengan gemetar dan berusaha menstabilkan nafasnya. Dia merengek dan menangis pelan, kepalanya agak tertunduk menunjukkan penyerahan dirinya begitu saja.“Apa yang kau lakukan? Apa yang kau lakukan padanya?!” Alice berteriak membentak Damian.“Jangan sakiti dia...” ucap Derek pelan, dia juga tak kuasa mendengar teriakan Arsella barusan.Damian tersenyum. “Beritahu orang tuamu, apa yang aku lakukan padamu hingga kau menjerit seperti orang kesetanan begitu? Beritahu mereka, agar mereka mendidikmu lebih baik lagi dan mereka harus menjadi orang yang lebih baik di masa depan.”ArsellSaat tengah makan makanan yang diberikan pelayan kepadanya, Selena menatapi ponselnya. Dia kemudian melihat Hendry memasuki kamar yang ditempatinya dan duduk di kursi yang ada di depannya saat dia makan di kursi dan meja yang ada di kamar tamu tersebut. “Bagaimana keadaanmu?” tanyanya dengan ramah sambil melihat Selena meletakkan alat makannya karena dia merasa tak begitu nafsu makan, jadi Selena hanya bisa makan sedikit. “Aku merasa lebih baik,” gumam Selena pelan.“Ya, sisanya aku sudah mendengar semuanya lewat laporan yang diberikan.” Hendry mengangguk. “Ke mana Damian pergi? Apa dia benar-benar pergi ke rumah sakit untuk mengobati lukanya?”Hendry terdiam sejenak dan menganggukkan kepalanya. Dia sebenarnya tahu ke mana Damian pergi. Hanya saja, dia tak ingin membuat Selena khawatir padanya. Apa lagi Damian memintanya untuk menjaga Selena malam ini dan membiarkannya istirahat malam ini. “Ya, tentu saja. Kau istirahat saja
“Aku baru saja mengobati lukaku,” ucap Damian sambil menatap Selena dengan yakin. Damian berusaha keras menyembunyikan kebohongannya pada Selena. Kebohongannya kali ini sebenarnya tak akan mudah ditebak jika saja situasi darurat seperti ini terjadi dan membuat dirinya tak berada di tempat yang seharusnya dia berada. Seharusnya dia berada di sini dari tadi. “Kenapa ponselmu mati?” tanya Selena. “Aku tidak sempat mengangkat panggilanmu yang pertama karena aku kesulitan meraih ponselku di saku, dan kemudian saat kau menelepon lagi, aku menolaknya karena ahli medis akan segera mengobatiku. Dari tadi aku sedang diobati, tidak di sini. Aku mengunjungi temanku di rumah sakit lain,” ucap Damian, terdengar sangat meyakinkan. Selena tampaknya mempercayai ucapan Damian. Dia tak bisa mencurigai Damian terus, karena Damian juga sedang terluka. Selena menghela nafasnya, wajahnya terlihat sangat lesu. Melihat Selena tak lagi mencurigainya dan berus
Tiba di mansion Hendry, Selena menatap kosong ke arah langit malam di balkon kamar. Damian sendiri tengah diobati Grace di bawah. Damian hanya beralasan kalau perbannya basah lagi dan darahnya keluar lagi, makanya dia harus mengganti perban. Padahal dia memang belum mendapatkan perawatan yang tepat, dan Grace memberikannya di mansion Hendry. “Jadi, Tuan berada di mana bersama Luca saat seharusnya berada di rumah sakit untuk menangani luka Tuan?” tanya Grace sambil menutup ulang luka Damian yang terbuka. “Kami di suatu tempat,” jawab Luca seadanya, dia tidak ingin memberitahu secara pasti. “Di mana? Katakan dengan jelas. Selena bilang jelas-jelas kalian bilang langsung ke rumah sakit. Tapi aku tidak menemukan nama Tuan Damian sebagai pasien malam ini. Perban sebelumnya juga dilakukan oleh orang yang punya sedikit pengalaman, tidak terlihat seperti seorang dokter sungguhan,” ucap Grace, terdengar penuh curiga dan selidik. Damian terkekeh karena
Selena menaruh tangannya di atas dada telanjang Damian, dia menemukan detak jantung pria itu dengan mudah. Jantung Damian saat ini berdetak lebih cepat dari biasanya, membuat Selena mengangkat dagunya untuk menatap ke arah pria itu. Damian memegangi pergelangan tangannya. “Apa yang kau temukan di bawah sana?” tanyanya sambil terkekeh. “Detak jantungmu cepat, ya?” gumam Selena. “Ya, itu karena sentuhanmu. Tidakkah kau tahu jika sentuhan wanita itu sangat mudah mempengaruhi pria?” Damian melepaskan tangan Selena untuk menyisipkan rambutnya. “Aku tahu itu,” balas Selena dengan acuh tak acuh. “Lantas, apa maksudnya ini? Kau menyentuhku seperti berusaha menggodaku, padahal kau tahu kau sedang tidak bisa meladeniku,” selidik Damian penuh curiga. “Aku hanya sedang ingin lebih dekat denganmu. Setelah ini, apa tidak apa-apa jika aku tidak bersamamu sementara waktu? Aku ingin mengenang ibuku sebelum benar-benar melupakannya.”
“Ya? Dengan saya sendiri.” Selena bangkit dari duduknya saat pria itu menghampirinya. Damian menatapi pria itu tanpa memberikan reaksi lebih. Kelihatannya ada sesuatu yang harus dibahas oleh pria itu, dan Damian bisa membacanya dari tas hitam yang dia bawa. Pria itu menaruh tasnya di depan Selena dan Damian dan membuka tasnya, mengeluarkan beberapa dokumen penting. Damian mengernyitkan dahinya penasaran dengan apa yang akan didapatkan Selena di hati kematian ibunya. Karena dia tahu, akan ada beberapa pengalihan kuasa. “Kami bersama ibumu mendirikan sebuah perusahaan bersama puluhan tahun yang lalu. Mungkin kau pernah mendengar XXX yang iklannya tayang di televisi. Sabrina pernah berpesan untuk melanjutkan kepemilikan perusahaannya kepada putrinya, dengan nama Selena Raguano.” “Apa artinya itu?” Selena menatapnya dengan tatapan bingung. “Itu berarti kekayaan ibumu yang ada di dalam perusahaan itu tidak akan dihentikan dan terus berlan
“H-hey, Damian!” bisik Selena seraya membungkuk, berusaha menjauhkan wajah Damian dari kakinya. Damian menengadah menatapnya dan tersenyum nakal melihat reaksi Selena. Itu membuat Selena mengerutkan dahinya dengan perasaan malu. Kemerahan timbul di sekitar pipinya. Selena merona karenanya, namun dia berusaha menahan panas di wajahnya. “Hentikan... Jangan di sini!” ujar Selena seraya berusaha menarik bahu Damian agar bangkit. Damian menghela nafasnya dan bangkit dari berlutut. Dia menatap Selena, pria itu menjulang tinggi di depannya, menatap ke bawah ke arah Selena yang tampak lebih pendek. “Kau tidak akan bisa memberikannya juga untuk saat ini,” keluh Damian dengan kesal. “Untuk itulah. Bukankah kau akan segera pulang sekarang?” Selena menatapnya. “Iya. Jaga dirimu baik-baik, dengar?” Damian mengulurkan tangan kirinya ke wajah Selena. Begitu tangan kiri Damian berada di pipinya, Selena bersandar ke telapak tangan
Selena memasuki kamar mendiang ibunya tersebut. Melihat sebuah kamar dengan nuansa classic menggunakan warna monokrom abu-abu. Agak berbeda dengan rumah ideal Sabrina yang warnanya kecokelatan yang hangat seperti kayu. Kelihatannya ini memang selera orang tua Sabrina saja. “Baju-baju ibumu yang ada di walk-in closet semuanya adalah bajunya semasa muda. Lemari yang ada di sini berisikan pakaiannya yang baru-baru ini. Kau bisa menggunakan apa pun yang kau suka selama di sini. Tapi jika Nenek lihat, kelihatannya style kalian berbeda. Kau sangat feminin.” “Ah, jika Nenek menyebutkan bagaimana penampilanku di rumah itu waktu itu, itu karena aku menggunakan pakaian yang disediakan oleh ibu. Ibu kelihatannya menyukai gadis yang feminin dan berharap aku menjadi apa yang dia bayangkan saat itu,” jelas Selena. Selena tersenyum tipis dan memasuki ruang pribadi ibunya di masa muda tersebut. Dia masih tak menyangka dia bisa memasuki ruangan seperti ini, dengan orang
Axel menatap Selena. Selena bahkan mengingat kalimat yang dia berikan dulu, yang disampaikan kembali oleh Axel. Kalimat itu berasal dari Sabrina. Yang sekarang membuat mata Selena berkaca-kaca. Semua yang Axel dengar dari Sabrina, telah disampaikan pada Selena. “Betapa beruntungnya kau, pernah ada bersamanya bagaimana pun keadaannya. Dan kau telah menemaninya menua. Dia tidak begitu, tidak, dia masih muda. Tapi aku tak diberikan kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh. Aku hanya mengenalnya dalam dirimu,” isak Selena. Axel seketika terdiam, menatapi Selena yang mengusap air matanya sambil terisak pelan. Axel bisa merasakan kekecewaan Selena pada dirinya sendiri dan penyesalan yang tak bisa dia perbaiki. Dengan berat hati, Axel mengambil nafasnya dalam-dalam dan tersenyum simpul padanya. “Maaf, seharusnya aku mengatakan semuanya lebih awal,” ucap Axel dengan suara pelan. “Jangan meminta maaf! Aku tidak ingin mendengarkan apa pun untuk
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann