“H-hey, Damian!” bisik Selena seraya membungkuk, berusaha menjauhkan wajah Damian dari kakinya.
Damian menengadah menatapnya dan tersenyum nakal melihat reaksi Selena. Itu membuat Selena mengerutkan dahinya dengan perasaan malu. Kemerahan timbul di sekitar pipinya. Selena merona karenanya, namun dia berusaha menahan panas di wajahnya.“Hentikan... Jangan di sini!” ujar Selena seraya berusaha menarik bahu Damian agar bangkit.Damian menghela nafasnya dan bangkit dari berlutut. Dia menatap Selena, pria itu menjulang tinggi di depannya, menatap ke bawah ke arah Selena yang tampak lebih pendek.“Kau tidak akan bisa memberikannya juga untuk saat ini,” keluh Damian dengan kesal.“Untuk itulah. Bukankah kau akan segera pulang sekarang?” Selena menatapnya.“Iya. Jaga dirimu baik-baik, dengar?” Damian mengulurkan tangan kirinya ke wajah Selena.Begitu tangan kiri Damian berada di pipinya, Selena bersandar ke telapak tanganSelena memasuki kamar mendiang ibunya tersebut. Melihat sebuah kamar dengan nuansa classic menggunakan warna monokrom abu-abu. Agak berbeda dengan rumah ideal Sabrina yang warnanya kecokelatan yang hangat seperti kayu. Kelihatannya ini memang selera orang tua Sabrina saja. “Baju-baju ibumu yang ada di walk-in closet semuanya adalah bajunya semasa muda. Lemari yang ada di sini berisikan pakaiannya yang baru-baru ini. Kau bisa menggunakan apa pun yang kau suka selama di sini. Tapi jika Nenek lihat, kelihatannya style kalian berbeda. Kau sangat feminin.” “Ah, jika Nenek menyebutkan bagaimana penampilanku di rumah itu waktu itu, itu karena aku menggunakan pakaian yang disediakan oleh ibu. Ibu kelihatannya menyukai gadis yang feminin dan berharap aku menjadi apa yang dia bayangkan saat itu,” jelas Selena. Selena tersenyum tipis dan memasuki ruang pribadi ibunya di masa muda tersebut. Dia masih tak menyangka dia bisa memasuki ruangan seperti ini, dengan orang
Axel menatap Selena. Selena bahkan mengingat kalimat yang dia berikan dulu, yang disampaikan kembali oleh Axel. Kalimat itu berasal dari Sabrina. Yang sekarang membuat mata Selena berkaca-kaca. Semua yang Axel dengar dari Sabrina, telah disampaikan pada Selena. “Betapa beruntungnya kau, pernah ada bersamanya bagaimana pun keadaannya. Dan kau telah menemaninya menua. Dia tidak begitu, tidak, dia masih muda. Tapi aku tak diberikan kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh. Aku hanya mengenalnya dalam dirimu,” isak Selena. Axel seketika terdiam, menatapi Selena yang mengusap air matanya sambil terisak pelan. Axel bisa merasakan kekecewaan Selena pada dirinya sendiri dan penyesalan yang tak bisa dia perbaiki. Dengan berat hati, Axel mengambil nafasnya dalam-dalam dan tersenyum simpul padanya. “Maaf, seharusnya aku mengatakan semuanya lebih awal,” ucap Axel dengan suara pelan. “Jangan meminta maaf! Aku tidak ingin mendengarkan apa pun untuk
“Kau tahu, semua yang kau lihat dari kami tidak bisa didapatkan dengan mudah. Apa kau menyadari hal tersebut?” Kakek menatap Selena dengan penuh perhatian, tutur katanya terdengar lembut. “Aku tahu, semua yang kita miliki tidak bisa didapatkan dengan cara yang mudah.” Selena menatap Kakek dengan sedikit ragu. Entah kenapa tutur kata yang lembut dan halus justru masuk ke hatinya lebih baik dari pada sentakan dan hinaan. Dia menyetujui ucapan kakeknya. “Maka dari itu, aku berharap kau meningkatkan dirimu sendiri. Sabrina sudah tidak ada sekarang. Kau harus bisa menafkahi dirimu sendiri. Kuharap kau tidak begitu bergantung pada Damian sebelum dia resmi menjadi suamimu. Itu akan mempermalukan keluarga Gallent.” Erick menatap ke arah Selena dengan dingin. Pria itu kelihatannya hanya berusaha untuk membuat Selena mengerti maksudnya. Walau, dia tak bisa mengutarakan apa yang dia maksud. “Kak, tidak bisakah Kakak tidak terlalu menekannya? Di
“Jika itu menjadi galeri, kau harus menuruti apa pun keinginanku, dan jika itu bukan, aku akan menuruti semua yang kau inginkan,“ taruh Axel. Selena menatap Axel dengan tatapan ragu. Dia tahu, Axel lebih mengetahui dari pada dirinya. Ada banyak yang masih belum dia ketahui tentang dunia ini, tentang Damian utamanya. “Katakan saja apa keinginanmu dulu, aku akan mengatakan aku akan bertaruh jika aku tahu apa itu,” ucap Selena, dia tidak mau menjadikan taruhan ini sebagai celah bagi Axel. “Aku ingin kau tidak bertemu dengan Damian selama tiga bulan penuh, dengan alasan apa pun yang bisa kau katakan padanya. Aku ingin tahu apa dia akan berpikir berlebihan atau tidak.” Axel menjawab setelah berpikir sejenak, dia melipat lengannya sambil menatap Selena menantang.“Kau gila? Bisa-bisa dia akan menyusulku ke sini,” umpat Selena. “Aku senang melihatnya menggila.” Axel kemudian tertawa karena leluconnya sendiri. Selena mendengus dan m
Nenek menatap saran solusi yang diberikan Selena terhadap permasalahan yang terjadi di dalam hotel. Kelihatannya ini memang hal dasar. Tapi setiap permasalahan yang timbul di dalam suatu usaha adalah bagian dari perkembangan usaha tersebut ke depannya.Mengelola hotel bukanlah hal yang mudah karena harus melibatkan banyak orang. Dan jika seseorang dari mereka membuat kesalahan, kemungkinan besar banyak orang yang harus terlibat akibatnya. Maka, cara seseorang mengatasi suatu permasalahan adalah bentuk tes yang diberikan. “Kau memang tidak memberikan sesuatu yang kreatif. Tapi dasar dari solusi yang ingin kau berikan tersampaikan di sini. Kau orang yang simpel, ya? Kau tidak ingin direpotkan,” gumam Nenek. Selena menyengir gugup menatapi nenek yang kelihatannya kurang puas dengan solusi yang disarankan Selena. Itu membuatnya mulai merasa putus asa. “Ya, sudah cukup bagus. Bacalah beberapa berita mengenai hotel Gallent yang keluar sebulan ke bela
Sepulang dari hotel, Selena memainkan ponselnya di mobil. Dia memberikan pesan pada Damian tentang apa yang dia lakukan di hari pertama setelah pemakaman Sabrina. Dia mulai merasa seperti orang penting sekarang dan gak begitu larut dalam kesedihan akan kematian ibunya. Hari ini aku mengunjungi hotel. Aku seharian berada di hotel untuk melihat-lihat fasilitas hotel dan belajar tentang hotel juga. Katanya kau pernah datang ke hotel Gallent, ya? -Selena. Ya, aku pernah berkunjung ke sana beberapa kali untun alasan yang berbeda. Aku tidak menyangka, aku mengencani keluarga pemilik hotel tersebut. -Damian. Selena terkekeh pelan melihat pesan tersebut. Rasanya, dia mulai seperti mendapat namanya sendiri. Dia bukan lagi tanpa apa-apa jika dia bisa membantu keluarganya mengelola hotel. Tiba di rumah saat hari sudah gelap, Selena menatapi rumah yang terasa sepi. Lantaran Erick dan keluarganya sudah pulang ke kediaman mereka. Begitu pula Dixon dan istri
Setelah beberapa hari terlibat untuk bisnis keluarga, Selena mulai mengerti dan beradaptasi di lingkungan barunya tersebut. Wajahnya senantiasa cerah saat datang ke hotel dan menyapa orang-orang di sekitarnya. Sejauh ini, Selena belum merasakan kesulitan apa pun. Hubungannya dengan Damian berjalan lancar, mereka menjalani hubungan jarak jauh. Damian bisa memahami keputusan Selena untuk tinggal lebih lama bersama neneknya. Dan dia juga dipahami Selena tentang kesibukannya hingga tak bisa selalu berbalas pesan dengannya. Sambil menunggu lift, Selena tengah berbalas pesan dengan Damian yang membuatnya tersenyum sendiri. Sebelum akhirnya pintu lift terbuka dan dia langsung menegakkan pandangannya. Selena menemukan Yohan yang tampak berada di dalam lift, Selena tersenyum ramah padanya. Yohan balas tersenyum saat Selena memasuki lift. Keduanya mulai sering berpapasan di hotel. Yohan telah tinggal selama beberapa hari di sana. Setahu Selena, Yohan sedang dalam
Selena sedikit terkejut saat pertanyaan gadis itu terlontar begitu saja. Selena menatap gadis yang sekarang memperhatikan penampilannya dari atas ke bawah dengan perasaan aneh. “Deline?” Selena mulai mengenali gadis yang merupakan teman sekelasnya SMA. “Oh, wow... Bagaimana kau bisa ada di sini? Kau bekerja di sini?” Deline menatap Selena dari atas ke bawah, dia tentunya tak bisa jika tidak mengagumi penampilan Selena saat ini. Pacar dari gadis itu mengerutkan keningnya, menatapi pacarnya yang tiba-tiba saja tertarik dengan sosok Selena. Deline tampaknya tak percaya dengan apa yang dia lihat. Selena yang dia kenal bukanlah Selena yang dia ketahui di masa lalu. Dia tahu Selena anak panti asuhan. “W-wah, kau sangat berbeda dari yang aku ingat,” ucap Deline sambil memperhatikan Selena. “Ah, aku sedikit senang karena ini kau. Kuharap kita bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan baik,” ucap Selena sambil menghela nafasnya, dia tak lagi
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann