Axel menatap Selena. Selena bahkan mengingat kalimat yang dia berikan dulu, yang disampaikan kembali oleh Axel. Kalimat itu berasal dari Sabrina. Yang sekarang membuat mata Selena berkaca-kaca. Semua yang Axel dengar dari Sabrina, telah disampaikan pada Selena.
“Betapa beruntungnya kau, pernah ada bersamanya bagaimana pun keadaannya. Dan kau telah menemaninya menua. Dia tidak begitu, tidak, dia masih muda. Tapi aku tak diberikan kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh. Aku hanya mengenalnya dalam dirimu,” isak Selena.Axel seketika terdiam, menatapi Selena yang mengusap air matanya sambil terisak pelan. Axel bisa merasakan kekecewaan Selena pada dirinya sendiri dan penyesalan yang tak bisa dia perbaiki.Dengan berat hati, Axel mengambil nafasnya dalam-dalam dan tersenyum simpul padanya.“Maaf, seharusnya aku mengatakan semuanya lebih awal,” ucap Axel dengan suara pelan.“Jangan meminta maaf! Aku tidak ingin mendengarkan apa pun untuk“Kau tahu, semua yang kau lihat dari kami tidak bisa didapatkan dengan mudah. Apa kau menyadari hal tersebut?” Kakek menatap Selena dengan penuh perhatian, tutur katanya terdengar lembut. “Aku tahu, semua yang kita miliki tidak bisa didapatkan dengan cara yang mudah.” Selena menatap Kakek dengan sedikit ragu. Entah kenapa tutur kata yang lembut dan halus justru masuk ke hatinya lebih baik dari pada sentakan dan hinaan. Dia menyetujui ucapan kakeknya. “Maka dari itu, aku berharap kau meningkatkan dirimu sendiri. Sabrina sudah tidak ada sekarang. Kau harus bisa menafkahi dirimu sendiri. Kuharap kau tidak begitu bergantung pada Damian sebelum dia resmi menjadi suamimu. Itu akan mempermalukan keluarga Gallent.” Erick menatap ke arah Selena dengan dingin. Pria itu kelihatannya hanya berusaha untuk membuat Selena mengerti maksudnya. Walau, dia tak bisa mengutarakan apa yang dia maksud. “Kak, tidak bisakah Kakak tidak terlalu menekannya? Di
“Jika itu menjadi galeri, kau harus menuruti apa pun keinginanku, dan jika itu bukan, aku akan menuruti semua yang kau inginkan,“ taruh Axel. Selena menatap Axel dengan tatapan ragu. Dia tahu, Axel lebih mengetahui dari pada dirinya. Ada banyak yang masih belum dia ketahui tentang dunia ini, tentang Damian utamanya. “Katakan saja apa keinginanmu dulu, aku akan mengatakan aku akan bertaruh jika aku tahu apa itu,” ucap Selena, dia tidak mau menjadikan taruhan ini sebagai celah bagi Axel. “Aku ingin kau tidak bertemu dengan Damian selama tiga bulan penuh, dengan alasan apa pun yang bisa kau katakan padanya. Aku ingin tahu apa dia akan berpikir berlebihan atau tidak.” Axel menjawab setelah berpikir sejenak, dia melipat lengannya sambil menatap Selena menantang.“Kau gila? Bisa-bisa dia akan menyusulku ke sini,” umpat Selena. “Aku senang melihatnya menggila.” Axel kemudian tertawa karena leluconnya sendiri. Selena mendengus dan m
Nenek menatap saran solusi yang diberikan Selena terhadap permasalahan yang terjadi di dalam hotel. Kelihatannya ini memang hal dasar. Tapi setiap permasalahan yang timbul di dalam suatu usaha adalah bagian dari perkembangan usaha tersebut ke depannya.Mengelola hotel bukanlah hal yang mudah karena harus melibatkan banyak orang. Dan jika seseorang dari mereka membuat kesalahan, kemungkinan besar banyak orang yang harus terlibat akibatnya. Maka, cara seseorang mengatasi suatu permasalahan adalah bentuk tes yang diberikan. “Kau memang tidak memberikan sesuatu yang kreatif. Tapi dasar dari solusi yang ingin kau berikan tersampaikan di sini. Kau orang yang simpel, ya? Kau tidak ingin direpotkan,” gumam Nenek. Selena menyengir gugup menatapi nenek yang kelihatannya kurang puas dengan solusi yang disarankan Selena. Itu membuatnya mulai merasa putus asa. “Ya, sudah cukup bagus. Bacalah beberapa berita mengenai hotel Gallent yang keluar sebulan ke bela
Sepulang dari hotel, Selena memainkan ponselnya di mobil. Dia memberikan pesan pada Damian tentang apa yang dia lakukan di hari pertama setelah pemakaman Sabrina. Dia mulai merasa seperti orang penting sekarang dan gak begitu larut dalam kesedihan akan kematian ibunya. Hari ini aku mengunjungi hotel. Aku seharian berada di hotel untuk melihat-lihat fasilitas hotel dan belajar tentang hotel juga. Katanya kau pernah datang ke hotel Gallent, ya? -Selena. Ya, aku pernah berkunjung ke sana beberapa kali untun alasan yang berbeda. Aku tidak menyangka, aku mengencani keluarga pemilik hotel tersebut. -Damian. Selena terkekeh pelan melihat pesan tersebut. Rasanya, dia mulai seperti mendapat namanya sendiri. Dia bukan lagi tanpa apa-apa jika dia bisa membantu keluarganya mengelola hotel. Tiba di rumah saat hari sudah gelap, Selena menatapi rumah yang terasa sepi. Lantaran Erick dan keluarganya sudah pulang ke kediaman mereka. Begitu pula Dixon dan istri
Setelah beberapa hari terlibat untuk bisnis keluarga, Selena mulai mengerti dan beradaptasi di lingkungan barunya tersebut. Wajahnya senantiasa cerah saat datang ke hotel dan menyapa orang-orang di sekitarnya. Sejauh ini, Selena belum merasakan kesulitan apa pun. Hubungannya dengan Damian berjalan lancar, mereka menjalani hubungan jarak jauh. Damian bisa memahami keputusan Selena untuk tinggal lebih lama bersama neneknya. Dan dia juga dipahami Selena tentang kesibukannya hingga tak bisa selalu berbalas pesan dengannya. Sambil menunggu lift, Selena tengah berbalas pesan dengan Damian yang membuatnya tersenyum sendiri. Sebelum akhirnya pintu lift terbuka dan dia langsung menegakkan pandangannya. Selena menemukan Yohan yang tampak berada di dalam lift, Selena tersenyum ramah padanya. Yohan balas tersenyum saat Selena memasuki lift. Keduanya mulai sering berpapasan di hotel. Yohan telah tinggal selama beberapa hari di sana. Setahu Selena, Yohan sedang dalam
Selena sedikit terkejut saat pertanyaan gadis itu terlontar begitu saja. Selena menatap gadis yang sekarang memperhatikan penampilannya dari atas ke bawah dengan perasaan aneh. “Deline?” Selena mulai mengenali gadis yang merupakan teman sekelasnya SMA. “Oh, wow... Bagaimana kau bisa ada di sini? Kau bekerja di sini?” Deline menatap Selena dari atas ke bawah, dia tentunya tak bisa jika tidak mengagumi penampilan Selena saat ini. Pacar dari gadis itu mengerutkan keningnya, menatapi pacarnya yang tiba-tiba saja tertarik dengan sosok Selena. Deline tampaknya tak percaya dengan apa yang dia lihat. Selena yang dia kenal bukanlah Selena yang dia ketahui di masa lalu. Dia tahu Selena anak panti asuhan. “W-wah, kau sangat berbeda dari yang aku ingat,” ucap Deline sambil memperhatikan Selena. “Ah, aku sedikit senang karena ini kau. Kuharap kita bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan baik,” ucap Selena sambil menghela nafasnya, dia tak lagi
“Apa yang terjadi di sini?” Yohan menatapi Deline dan yang lainnya dengan bingung. Kedua teman Yohan di sana juga tampak terkejut kenapa Yohan sampai mau ikut campur. Apa lagi melihat bagaimana Yohan menyentuh bahu Selena. Yohan bersikap aneh saat ini. Melihat tangan Yohan di bahunya, Selena menepis pelan tangannya. Dia melakukannya cukup halus sambil menatap Deline yang langsung terdiam karena panggilan yang disebutkan Yohan. “Kau tidak apa-apa, Nona Gallent?” tanya Yohan sambil menatapi Selena.“Ah, ini sedikit perih. Tapi aku akan memaafkanmu untuk kali ini jika kau mau menghentikan semua gertakanmu dan pergi dari sini segera!” ucap Selena sambil memegangi pipinya. Deline menatap Selena dengan tak percaya. Panggilan yang digunakan Yohan terdengar begitu berwibawa untuknya. Belum lagi, nama Gallent sepertinya membuat dia menyadari sesuatu. Jelas-jelas Yohan memanggilnya nona, yang jelas dia belum menikah. Lalu bagaimana Se
“Itu sangat mudah diketahui dari bagaimana kau sering tersenyum pada ponselmu.” Selena menatapinya dengan keheranan, dia baru menyadari jika dia sesering itu tersenyum setiap kali melihat ponselnya karena membaca pesan dari Damian. Pesan pria itu membuat hatinya berbunga-bunga, untuk itulah kenapa dia senantiasa ceria setiap harinya. “Oh, begitu, ya. Ternyata aku sering tersenyum saat menatap ponselku.” “Benar. Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi aku menyadarinya karena aku memperhatikanmu.” Selena mengerutkan dahinya dan menatap Yohan lagi dengan sedikit sinis. “Dalam arti kalau aku sering melihatmu. Aku berada di sini beberapa hari dan kita jadi sering bertemu, kan?” Yohan meluruskan kalimatnya agar tak membuat Selena merasa tak nyaman. “Hah, benar...” Selena menghela nafasnya dan mengangguk. “Jika tidak minum, bagaimana kalau kita makan malam bersama? Kau pasti belum makan malam.” “Tidak, terima kasi