“Apa yang terjadi di sini?” Yohan menatapi Deline dan yang lainnya dengan bingung.
Kedua teman Yohan di sana juga tampak terkejut kenapa Yohan sampai mau ikut campur. Apa lagi melihat bagaimana Yohan menyentuh bahu Selena. Yohan bersikap aneh saat ini.Melihat tangan Yohan di bahunya, Selena menepis pelan tangannya. Dia melakukannya cukup halus sambil menatap Deline yang langsung terdiam karena panggilan yang disebutkan Yohan.“Kau tidak apa-apa, Nona Gallent?” tanya Yohan sambil menatapi Selena.“Ah, ini sedikit perih. Tapi aku akan memaafkanmu untuk kali ini jika kau mau menghentikan semua gertakanmu dan pergi dari sini segera!” ucap Selena sambil memegangi pipinya.Deline menatap Selena dengan tak percaya. Panggilan yang digunakan Yohan terdengar begitu berwibawa untuknya. Belum lagi, nama Gallent sepertinya membuat dia menyadari sesuatu.Jelas-jelas Yohan memanggilnya nona, yang jelas dia belum menikah. Lalu bagaimana Se“Itu sangat mudah diketahui dari bagaimana kau sering tersenyum pada ponselmu.” Selena menatapinya dengan keheranan, dia baru menyadari jika dia sesering itu tersenyum setiap kali melihat ponselnya karena membaca pesan dari Damian. Pesan pria itu membuat hatinya berbunga-bunga, untuk itulah kenapa dia senantiasa ceria setiap harinya. “Oh, begitu, ya. Ternyata aku sering tersenyum saat menatap ponselku.” “Benar. Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi aku menyadarinya karena aku memperhatikanmu.” Selena mengerutkan dahinya dan menatap Yohan lagi dengan sedikit sinis. “Dalam arti kalau aku sering melihatmu. Aku berada di sini beberapa hari dan kita jadi sering bertemu, kan?” Yohan meluruskan kalimatnya agar tak membuat Selena merasa tak nyaman. “Hah, benar...” Selena menghela nafasnya dan mengangguk. “Jika tidak minum, bagaimana kalau kita makan malam bersama? Kau pasti belum makan malam.” “Tidak, terima kasi
“Kami akan menggeledah kamar tersebut untuk membuktikan kecurigaan kami.” Setelah Kakek menetapkan keputusan tersebut, akhirnya polisi datang untuk membantu penggeledahan. Dan saat itu juga, kehadiran Atlas lenyap. Atlas langsung menghilang begitu polisi datang. Sayangnya tak ada yang menyadarinya karena fokus untuk penggeledahan. Selena yang mengambil risiko untuk bicara langsung dengan tamu di kamar tersebut. Nasib baiknya, tamu kamar tersebut yang merupakan tiga orang wanita muda yang sedang bersantai siap untuk bekerja sama. Hingga Selena tak perlu mendapatkan perlakuan yang tak pantas lagi. Penggeledahan dilakukan sekitar setengah jam dan absennya Atlas mulai menjadi perhatian mereka. “Kami menemukan barang yang telah dicurigai. Kami menemukan sekitar 200 gram narkoba yang diseludupkan di pot tanaman kaktus yang ada di ruangan ini.” “Di mana dia?”“Dia kelihatannya melarikan diri.” “Panggil bantuan untuk melak
Damian: Kau bersenang-senang dengan pria itu?Selena langsung menyemburkan air putih yang dia minum setelah dia bangun. Untungnya dia menyemburkannya tepat di wastafel, karena dia minum sambil berdiri di dekat wastafel.Selena terbatuk dan hendak membalas pesan yang tiba-tiba sekali dikirimkan Damian itu. Belum sempat Selena mengetik, Damian sudah meneleponnya dan membuatnya segera mengangkat telepon itu. Dia tak menyangka Damian langsung meneleponnya begitu dia membaca pesan itu. “Hal—”“Jelaskan padaku, semuanya. Apa-apaan pria itu menyentuh bahumu seperti itu? Kau dekat dengannya? Jangan membuatku menunggu, Selena! Aku butuh penjelasan!” “Tidak bisakah kau sabar sebentar? Kau terus bicara hingga menghentikan aku untuk bicara. Begini, aku juga tidak tahu kenapa dia melakukan itu. Aku dan dia jarang bicara, kami hanya kebetulan berpapasan beberapa kali di hotel. Aku dan dia berkenalan saat hari kunjungan pertamaku ke hotel. Kata L
“Barang itu jumlahnya kan, sekitar 200 gram. Berapa harga semuanya jika ditotalkan?” Selena menatapi Axel yang saat ini tengah makan bersamanya di rumah. Axel yang tengah menyantap makan siangnya itu menatap Selena dengan memikirkan beberapa hal.“Saat ini harganya sekitar 200 dollar untuk setiap gramnya. Kemungkinan besar itu sekitar 40.000 dollar? Ya, sekitar itu. Jika harga per gramnya lebih, maka yang kau rampas dari mereka lebih besar lagi. Itu juga jika aku tidak salah dalam mengenali jenis narkoba yang diamankan itu.” Axel menganggukkan kepalanya, menjelaskan semua yang dia tahu tentang narkoba tersebut. “Oh, gila. Aku benar-benar berurusan dengan orang-orang kaya sekarang,” umpat Selena. Selena terlihat kagum sekaligus bangga, namun di sisi lain dia jelas sedikit ngeri. Kengerian karena berurusan atau ikut campur dengan orang-orang yang berbahaya seperti pengedar narkoba. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, namun
Damian mengerutkan dahinya ketika polisi itu memasuki ruangannya dengan semringah dan melihat ke sekitar ruangan. Dia menghela nafasnya sambil menatap Damian, seringai di wajahnya terlihat begitu menyenangkan. Itu membuat Damian mendengus, mengetahui apa keinginannya. “Kau pasti orangnya. Kau yang memiliki barang ini, kan?” Pria itu langsung melemparkan sebuah kotak yang berisikan narkoba seberat 200 gram itu ke meja. Dengan alis terangkat, Damian memandangi pria itu. Dia tidak berencana mengatakan apa pun sampai polisi itu yang membuka mulutnya lebih dulu. Dia tidak tertarik membuka informasi. “Ayolah, kau seharusnya senang. Aku hanya akan meminta setengah dari harga keseluruhan semuanya. Kau bisa memiliki setengahnya lagi. Bukankah itu cukup adil?” Polisi itu duduk dengan tenang. Sementara Damian tersenyum sinis sambil menggelengkan kepalanya. Damian tidak berniat bekerja sama atau membuat kesepakatan dengan polisi. “Sayang sekali
Axel tengah berada di sebuah minimarket untuk membeli camilan dan makan siangnya. Dia mengambil beberapa makanan dan membawanya kembali ke tempat pembayaran. Axel mengeluarkan uangnya, dan membayar semua yang dia bawa ke sana. Baru saja keluar dari minimarket dengan keresek belanjanya, Axel dikagetkan dengan kehadiran Arsella yang ada di depan minimarket tersebut. Arsella menatapnya dengan tatapan putus asa. Dia menatap ke arah Axel dengan matanya yang berkaca-kaca dan membuat Axel meneguk ludahnya, tak yakin dengan apa yang harus dia lakukan pada Arsella saat bertemu lagi dengannya. Namun, Axel meyakinkan dirinya kalau yang membunuh ibunya bukanlah Arsella melainkan Alice. Itu membuatnya mau bicara dengan Arsella yang entah bagaimana bisa dia menemukannya. Axel membiarkan Arsella duduk di depannya, mereka duduk di halaman depan minimarket itu. Axel memberikannya makanan yang dia beli. Dia membeli banyak, dan jika dia merasa kurang, tinggal membelinya l
“Maaf, kau bilang? Kau mengatakannya hanya sekedar untuk membuat perasaan yang mengganjal hatimu lega. Benar, kan? Aku tidak akan memaafkanmu semudah itu.” Axel menatap tajam, penuh kebencian terhadap Arsella yang sekarang hanya bisa tertunduk dalam tangisannya. Dia sama sekali tidak merasa tersentuh. Dan justru ingin melihat pemandangan ini lebih lama. Isak tangis Arsella sepertinya adalah hal yang ingin dia dengar. “Aku tidak bermaksud seperti itu... Aku hanya berpikir jika aku ternyata salah. Orang tuaku salah. Aku mendapatkan didikan yang salah dari mereka. Dan aku menyadari kesalahanku itu. Maka dari itu, yang bisa aku lakukan hanya meminta maaf kepadamu.” Arsella masih terisak. Dia menghapus air matanya beberapa kali. Suaranya terdengar sesak dan serak, dia bukan menangis untuk mendapatkan perhatian. Jelas-jelas dia menyesalinya. “Sesali saja semuanya sesukamu. Bawa itu semua hingga akhir hidupmu!” Axel bangkit dari duduknya, dia dengan
“Aku tidak ingin tahu apa pun tentang mereka. Namun, jika memang aku harus melakukan sesuatu di masa depan, maka aku akan melakukannya.” Selena menatap Kakek dan Nenek tegas. Kakek dan Nenek tersenyum melihat keteguhan dalam diri Selena. Hati gadis itu sakit, tapi dia masih memikirkan gadis kecil yang merupakan adik tirinya yang polos nan lugu itu. Sementara Axel kelihatannya tidak bisa membiarkannya begitu saja. Selena mungkin bisa memaafkannya karena kemurnian dan kepolosannya untuk saat ini. Atau, mungkin karena Selena belum menyadari jika dia mempunyai kekuatan untuk melakukannya. Berbeda dengan Axel yang sangat amat menyadari kekuatan yang dia miliki. Dia akan melakukan apa saja yang dia mau jika dia bisa. Sayangnya, dia ingat bahwa batasan yang dia miliki adalah nama keluarga Gallent. Dia membawa nama Gallent. Itu adalah batasan yang harus dia ingat. *** Setelah makan malam, Selena sudah segar deng