Derek menatap Damian dengan rasa kesal. Pria tua itu sangat menyadari jika Damian sangat mengganggu dirinya. Dan itu membuatnya langsung mengeluarkan senjatanya sendiri untuk ikut berjibaku bersama orang-orang yang ada di pihaknya.
Semua orang langsung berpencar untuk menghindari aksi tembak menembak itu. Tidak semua peluru bisa langsung mengenai targetnya. Apa lagi jika target itu bergerak secara acak. Semua orang berusaha saling mengecoh, saling mendapatkan tembakan yang tepat sasaran.Damian bersembunyi di balik mobil-mobil Derek. Mereka semua terpencar di area itu. Saling mengintai, saling mengawasi, semuanya juga siap menembak. Kondisi yang sangat mengerikan.Damian menatapi helikopter yang sudah merendah ke tanah, mengulurkan tangga untuk bisa mengangkut Selena dengan Axel di bawahnya. Damian hanya berusaha menghentikan orang-orang yang mengejar mereka berdua. Dan dia mempercayakan Selena pada Axel. Sebenarnya dia enggan, namun mengetahui situasin“Aku di sini ingin bicara padamu. Hentikan anak buahmu itu! Aku akan menghentikan mereka juga. Aku di sini atas persetujuan ayahku juga. Bisa kita bicara?” Arsella menatap lurus ke arah Damian, tatapannya sedikit kosong dengan nada bicaranya yang penuh dengan tekanan, dia kelihatannya berusaha untuk terlihat lebih tegas. Mendengarkan Arsella sejenak, Damian menurunkan senjatanya dan menatap gadis itu sambil mengangkat satu alisnya. Dia tak tahu tepatnya apa yang ingin dibicarakan Arsella padanya. Damian melirik dua anak buahnya itu yang segera menurunkan senjata juga. “Aku tidak akan menganggap ini damai.” Damian menatap Arsella sambil menunggunya bicara. “Aku juga tidak akan menganggap ini damai, apa lagi setelah kau membantu meloloskan Axel yang sudah mengkhianati kami. Tapi, aku ingin membuat kesepakatan denganmu,” ucap Arsella. Damian mendengus. Dia menatap Arsella dengan tatapan tak suka. Bagaimana dia bisa menyukai kakak Selena
Damian melirik Derek sambil mengangkat alisnya. Dia menatap Arsella lagi. “Kau bilang ayahmu mengizinkanmu untuk bicara denganku. Kenapa aku jadi ditodong begini?” “Karena kau terlalu dekat dan mengancam keselamatanku.” Arsella mendengus. “Ayah, kami masih bicara. Dia tidak akan mengangkat senjatanya selama kami bicara.” “Dia sepertinya menolak kesepakatan yang kau buat itu. Sebaiknya kau mundur sekarang!” ujar Derek, kelihatannya Derek hanya khawatir atau hanya menggertak Damian saja. “Ayahmu ada benarnya. Aku menolak kesepakatan yang kau ajukan dan lebih baik kau mundur sekarang!“ ujar Damian sambil melangkah mundur menjauhi Arsella juga. Arsella menghela nafasnya dan mundur sesuai yang diminta. Dia gagal membuat kesepakatan. Dan sekarang ayahnya masih saja menodong Damian. Begitu Arsella berada di sisi Derek, Damian juga mengangkat senjatanya. Dia memenuhi janjinya untuk tidak mengangkat senjata saat bicara dengan Arsella seperti
Helikopter mendarat di atas sebuah gedung rumah sakit. Tempat mendarat helikopter itu membuat Selena mengerutkan dahinya dan menatap ke arah Axel dengan sedikit rasa penasaran. Mereka turun dari helikopter, dikawal dengan orang-orang yang menjemput mereka sebelumnya. “Semuanya aman, kami tidak mendapatkan tembakan sama sekali. Badan helikopter juga bisa disebutkan aman.” Mereka berjalan lebih dulu, cepat dan tegas dalam langkahnya. Selena berusaha mengimbangi langkah mereka. Dia juga baru sadar jika cara berjalan Axel sama seperti mereka. Sangat cepat. Dan itu membuat Selena kesulitan mengimbangi, karena dia lebih terbiasa untuk jalan santai. Begitu Axel menyadari kesulitan Selena, dia terhenti dan memandang gadis itu sambil terkekeh pelan. Dia berjalan lebih pelan, membuat mereka tertinggal orang-orang yang dipanggil Axel sebelumnya itu. Menyisakan mereka berdua, Selena mulai ingin mengobrol dengannya. “Apa ibuku seorang dokter? Kenapa kita m
“Ibu?” bisik Selena pelan, berusaha mengenali sosok yang dikelilingi anjing Golden Retriever dan Husky Siberia, yang lincah berada di sisinya. Sosok itu berambut panjang dengan gelombang, sangat lebat dengan warna coklat hangat. Pakaian ibunya terlihat sederhana dengan gaun bercorak bunga kecoklatan, namun entah kenapa auranya begitu mahal. Entah karena dari bagaimana dia menata rambutnya atau memang tubuhnya yang indah. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan gayanya sendiri yang elegan. Kemiripan antara Selena dengan Sabrina tidak perlu diragukan lagi. Jelas jika Sabrina akan selalu menghasilkan anak dengan wajah rupawan seperti dirinya. Dia adalah bibit unggul yang sesungguhnya. Apa lagi, liak-liuk tubuhnya menambah kesan mewah dalam dirinya. “Selamat datang di rumah, Selena!” ucap Sabrina dengan tenang, senyuman tipis namun hangat dan menenangkan itu terpancar dari wajahnya. Di balik sikap tenang Sabrina yang berusaha menutupi emosi dalam
“Bisakah kau tidak membahas apa yang sudah jelas? Yang terpenting kan, kita berdua bukan kakak adik kandung.” Axel melirik Selena, dia kelihatannya enggan mengakui persaudaraan mereka. “Tetap saja rasanya aneh,” balas Selena sambil menatapnya juga.Sabrina terkekeh melihat keduanya. Dia memandangi Axel yang merupakan putra angkatnya dan Selena yang merupakan putri kandungnya. Dia membuat Axel melindungi Selena sebagai adiknya, sayangnya tanpa Sadat justru membuatnya jatuh cinta. Dan ini yang dia dapatkan. “Ibu sudah sangat lama menginginkan melihat kalian berdua akur seperti ini.” Sabrina tersenyum.“Ibu, hentikan!” Axel tampak tertunduk di sana, sepertinya tak suka dengan cara Sabrina berusaha menggoda mereka, mengingat Selena sendiri sudah bersama dengan Damian saat ini. “Hah... Bagaimana, ya, Selena? Kau pasti tidak bisa memaafkan Ibu atas semua yang telah terjadi. Tapi, percayalah, semua ini untuk kebaikanmu juga.” Sabrina mulai me
Setelah makan, Selena memperhatikan bagaimana Sabrina dan Axel berinteraksi. Tak ada yang aneh selain jika kenyataannya Sabrina memang membesarkan Axel dan mereka adalah ibu dan anak. Dia hanya merasa janggal mengetahui tentang Axel adalah saudara angkatnya. Meski begitu, fakta lain kalau dia sudah putus dengannya berusaha membuatnya tak merasa janggal. Untuk membuat makanannya tercerna lebih baik sebelum tidur, Selena melihat-lihat isi rumah ibunya tersebut dan berakhir saat dia berada di balkon. Pemandangan pepohonan dari balkon mengatakan kalau tempat ini jauh dari kota dan justru berada di hutan. “Selena, kau mau tidur sekarang? Kamarmu ada di lantai atas. Di sana ada beberapa pakaian yang bisa kau pakai selama kau ada di sini. Apa kau akan berlama-lama di sini?” tanya Sabrina sambil menghampiri Selena dan berdiri di sebelahnya juga. Selena melirik ibunya tersebut dan menyadari jika Axel sepertinya memberikan keduanya ruangan untuk mengobrol bersama
Selena menatapi ponselnya yang kehabisan daya, segera mengambil kabel pengisi dayanya dan mengisinya. Sambil menunggu ponselnya penuh, Selena menatapi kamarnya sekali lagi. Ini seperti kamar impiannya saat kecil, punya ruangan sendiri dengan dekorasi warna merah muda, disertai degan banyaknya barang-barang yang selalu dia butuhkan, ini cukup lengkap. Beberapa pesan masuk ke ponselnya, itu pesan dari Damian. Dia menatapi ponselnya dan tersenyum melihat Damian yang langsung memastikan keadaannya. Padahal ini sudah larut. Itu pesan yang baru masuk, namun sudah dikirim sekitar dua jam yang lalu. Apa semuanya aman? Kau baik-baik saja? Bagaimana di sana? Ah, kau sepertinya menikmati waktu bersama ibumu, hingga lupa untuk mengajariku. Aku cemas. -Damian. Selena langsung meraih ponselnya yang masih diisi daya tersebut dan membalas pesan dari Damian. Aku baik-baik saja dan semuanya aman. Aku sedang makan barusan, ibuku menyambut kedatanganku dengan bai
“Ibu belum menanyakan kabarmu, ya? Bagaimana kabarmu? Apa kau kesulitan untuk bertahan hidup di luar sana tanpa bantuan Ibu?” Sabrina mengalihkan obrolan dan berusaha membangun interaksi pribadi dengan Axel, jelas jika dia memperhatikan kebutuhan putra angkatnya itu. “Tidak sesulit itu. Aku hanya kesulitan saat menghadapi Derek dan putrinya. Arsella membenciku dan aku berusaha keras, dua kali lebih keras untuk membangun kepercayaan dengannya.“ “Tapi sepertinya kau berhasil membuat dia mempercayaimu.” “Itu benar.” Axel menganggukkan kepalanya, membicarakan Arsella membuatnya menyadari jika belakangan ini dia dan Arsella lebih sering berinteraksi. Sabrina terdiam sejenak. Dia tak tahu bagaimana membuat Axel membahas tentang Selena lagi. Utamanya, tentang perasaan Axel pada Selena. Axel tidak terbuka seperti dulu lagi. Axel cenderung memendam perasaannya belakangan ini. Dulu Axel sangat terbuka dengan perasaannya, namun seiring bertambah dewasa,