“Sialan, bisa-bisanya dia menyamar dengan sangat rapi. Bahkan sangat meyakinkan tentang dia tidak punya siapa pun dan akan menjadi anak anjing setia karena takut ditelantarkan.”
Derek mengerang kesal. Dia tidak bisa menahan emosinya sendiri. Derek sudah mengetahui pengkhianatan yang dilakukan Axel karena kecurigaannya untuk menemui Selena sendiri. Dia awalnya percaya pada Axel, namun tetap memerintahkan orang-orangnya untuk mengikuti Axel, hingga mereka menyadari Axel terlalu lama bicara.“Ayah melupakan fakta jika dia masih mencintai Selena lebih dari apa pun. Dia bersama kita selama ini, dan menjadi mata-mata. Mungkin Axel telah memberikan banyak informasi pada Selena tentang ini. Sampai saat Selena melarikan diri, itu mungkin karena informasi dari Axel.”“Tidak. Aku ingin meyakinkan diriku jika Axel tidak akan berkhianat.” Derek langsung menyela saat Arsella yang duduk di sampingnya berbicara.“Dia terus berbicara dengan Selena dan Selena tDerek menatap Damian dengan rasa kesal. Pria tua itu sangat menyadari jika Damian sangat mengganggu dirinya. Dan itu membuatnya langsung mengeluarkan senjatanya sendiri untuk ikut berjibaku bersama orang-orang yang ada di pihaknya. Semua orang langsung berpencar untuk menghindari aksi tembak menembak itu. Tidak semua peluru bisa langsung mengenai targetnya. Apa lagi jika target itu bergerak secara acak. Semua orang berusaha saling mengecoh, saling mendapatkan tembakan yang tepat sasaran. Damian bersembunyi di balik mobil-mobil Derek. Mereka semua terpencar di area itu. Saling mengintai, saling mengawasi, semuanya juga siap menembak. Kondisi yang sangat mengerikan. Damian menatapi helikopter yang sudah merendah ke tanah, mengulurkan tangga untuk bisa mengangkut Selena dengan Axel di bawahnya. Damian hanya berusaha menghentikan orang-orang yang mengejar mereka berdua. Dan dia mempercayakan Selena pada Axel. Sebenarnya dia enggan, namun mengetahui situasin
“Aku di sini ingin bicara padamu. Hentikan anak buahmu itu! Aku akan menghentikan mereka juga. Aku di sini atas persetujuan ayahku juga. Bisa kita bicara?” Arsella menatap lurus ke arah Damian, tatapannya sedikit kosong dengan nada bicaranya yang penuh dengan tekanan, dia kelihatannya berusaha untuk terlihat lebih tegas. Mendengarkan Arsella sejenak, Damian menurunkan senjatanya dan menatap gadis itu sambil mengangkat satu alisnya. Dia tak tahu tepatnya apa yang ingin dibicarakan Arsella padanya. Damian melirik dua anak buahnya itu yang segera menurunkan senjata juga. “Aku tidak akan menganggap ini damai.” Damian menatap Arsella sambil menunggunya bicara. “Aku juga tidak akan menganggap ini damai, apa lagi setelah kau membantu meloloskan Axel yang sudah mengkhianati kami. Tapi, aku ingin membuat kesepakatan denganmu,” ucap Arsella. Damian mendengus. Dia menatap Arsella dengan tatapan tak suka. Bagaimana dia bisa menyukai kakak Selena
Damian melirik Derek sambil mengangkat alisnya. Dia menatap Arsella lagi. “Kau bilang ayahmu mengizinkanmu untuk bicara denganku. Kenapa aku jadi ditodong begini?” “Karena kau terlalu dekat dan mengancam keselamatanku.” Arsella mendengus. “Ayah, kami masih bicara. Dia tidak akan mengangkat senjatanya selama kami bicara.” “Dia sepertinya menolak kesepakatan yang kau buat itu. Sebaiknya kau mundur sekarang!” ujar Derek, kelihatannya Derek hanya khawatir atau hanya menggertak Damian saja. “Ayahmu ada benarnya. Aku menolak kesepakatan yang kau ajukan dan lebih baik kau mundur sekarang!“ ujar Damian sambil melangkah mundur menjauhi Arsella juga. Arsella menghela nafasnya dan mundur sesuai yang diminta. Dia gagal membuat kesepakatan. Dan sekarang ayahnya masih saja menodong Damian. Begitu Arsella berada di sisi Derek, Damian juga mengangkat senjatanya. Dia memenuhi janjinya untuk tidak mengangkat senjata saat bicara dengan Arsella seperti
Helikopter mendarat di atas sebuah gedung rumah sakit. Tempat mendarat helikopter itu membuat Selena mengerutkan dahinya dan menatap ke arah Axel dengan sedikit rasa penasaran. Mereka turun dari helikopter, dikawal dengan orang-orang yang menjemput mereka sebelumnya. “Semuanya aman, kami tidak mendapatkan tembakan sama sekali. Badan helikopter juga bisa disebutkan aman.” Mereka berjalan lebih dulu, cepat dan tegas dalam langkahnya. Selena berusaha mengimbangi langkah mereka. Dia juga baru sadar jika cara berjalan Axel sama seperti mereka. Sangat cepat. Dan itu membuat Selena kesulitan mengimbangi, karena dia lebih terbiasa untuk jalan santai. Begitu Axel menyadari kesulitan Selena, dia terhenti dan memandang gadis itu sambil terkekeh pelan. Dia berjalan lebih pelan, membuat mereka tertinggal orang-orang yang dipanggil Axel sebelumnya itu. Menyisakan mereka berdua, Selena mulai ingin mengobrol dengannya. “Apa ibuku seorang dokter? Kenapa kita m
“Ibu?” bisik Selena pelan, berusaha mengenali sosok yang dikelilingi anjing Golden Retriever dan Husky Siberia, yang lincah berada di sisinya. Sosok itu berambut panjang dengan gelombang, sangat lebat dengan warna coklat hangat. Pakaian ibunya terlihat sederhana dengan gaun bercorak bunga kecoklatan, namun entah kenapa auranya begitu mahal. Entah karena dari bagaimana dia menata rambutnya atau memang tubuhnya yang indah. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan gayanya sendiri yang elegan. Kemiripan antara Selena dengan Sabrina tidak perlu diragukan lagi. Jelas jika Sabrina akan selalu menghasilkan anak dengan wajah rupawan seperti dirinya. Dia adalah bibit unggul yang sesungguhnya. Apa lagi, liak-liuk tubuhnya menambah kesan mewah dalam dirinya. “Selamat datang di rumah, Selena!” ucap Sabrina dengan tenang, senyuman tipis namun hangat dan menenangkan itu terpancar dari wajahnya. Di balik sikap tenang Sabrina yang berusaha menutupi emosi dalam
“Bisakah kau tidak membahas apa yang sudah jelas? Yang terpenting kan, kita berdua bukan kakak adik kandung.” Axel melirik Selena, dia kelihatannya enggan mengakui persaudaraan mereka. “Tetap saja rasanya aneh,” balas Selena sambil menatapnya juga.Sabrina terkekeh melihat keduanya. Dia memandangi Axel yang merupakan putra angkatnya dan Selena yang merupakan putri kandungnya. Dia membuat Axel melindungi Selena sebagai adiknya, sayangnya tanpa Sadat justru membuatnya jatuh cinta. Dan ini yang dia dapatkan. “Ibu sudah sangat lama menginginkan melihat kalian berdua akur seperti ini.” Sabrina tersenyum.“Ibu, hentikan!” Axel tampak tertunduk di sana, sepertinya tak suka dengan cara Sabrina berusaha menggoda mereka, mengingat Selena sendiri sudah bersama dengan Damian saat ini. “Hah... Bagaimana, ya, Selena? Kau pasti tidak bisa memaafkan Ibu atas semua yang telah terjadi. Tapi, percayalah, semua ini untuk kebaikanmu juga.” Sabrina mulai me
Setelah makan, Selena memperhatikan bagaimana Sabrina dan Axel berinteraksi. Tak ada yang aneh selain jika kenyataannya Sabrina memang membesarkan Axel dan mereka adalah ibu dan anak. Dia hanya merasa janggal mengetahui tentang Axel adalah saudara angkatnya. Meski begitu, fakta lain kalau dia sudah putus dengannya berusaha membuatnya tak merasa janggal. Untuk membuat makanannya tercerna lebih baik sebelum tidur, Selena melihat-lihat isi rumah ibunya tersebut dan berakhir saat dia berada di balkon. Pemandangan pepohonan dari balkon mengatakan kalau tempat ini jauh dari kota dan justru berada di hutan. “Selena, kau mau tidur sekarang? Kamarmu ada di lantai atas. Di sana ada beberapa pakaian yang bisa kau pakai selama kau ada di sini. Apa kau akan berlama-lama di sini?” tanya Sabrina sambil menghampiri Selena dan berdiri di sebelahnya juga. Selena melirik ibunya tersebut dan menyadari jika Axel sepertinya memberikan keduanya ruangan untuk mengobrol bersama
Selena menatapi ponselnya yang kehabisan daya, segera mengambil kabel pengisi dayanya dan mengisinya. Sambil menunggu ponselnya penuh, Selena menatapi kamarnya sekali lagi. Ini seperti kamar impiannya saat kecil, punya ruangan sendiri dengan dekorasi warna merah muda, disertai degan banyaknya barang-barang yang selalu dia butuhkan, ini cukup lengkap. Beberapa pesan masuk ke ponselnya, itu pesan dari Damian. Dia menatapi ponselnya dan tersenyum melihat Damian yang langsung memastikan keadaannya. Padahal ini sudah larut. Itu pesan yang baru masuk, namun sudah dikirim sekitar dua jam yang lalu. Apa semuanya aman? Kau baik-baik saja? Bagaimana di sana? Ah, kau sepertinya menikmati waktu bersama ibumu, hingga lupa untuk mengajariku. Aku cemas. -Damian. Selena langsung meraih ponselnya yang masih diisi daya tersebut dan membalas pesan dari Damian. Aku baik-baik saja dan semuanya aman. Aku sedang makan barusan, ibuku menyambut kedatanganku dengan bai
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann