Saphire memutar kepala nya karena merasa pegal, dapat ia perkirakan kalau sekarang menginjak pukul sepuluh malam. Memang tidak terlihat selarut itu berkat langit yang cerah dengan bulan bersinar bertabur bintang. Langit yang indah itu berbanding terbalik dengan keadaan Saphire saat ini, tapi sedikitnya ia merasa terhibur dengan langit malam ini. Untuk sekarang biarkan Saphire untuk tidak begitu mengingat Elgar lebih dulu, ia akan menyibukkan dirinya mulai dari esok, setidak nya akan ada waktu di mana ia akan berhadapan dengan Elgar kembali jika mereka di takdirkan untuk bertemu entah kapan. Mungkin ia pun akan mulai membawa sarung tangan Aca dan kain ikat kepala untuk Miguel setiap hari, ia tidak dapat memprediksi kapan mereka akan bertemu kembali. Dan bila di ingat kembali pertemuan di antara mereka memang selalu tidak di rencanakan. Saphire beranjak dari tempat duduk nya, dan berjalan tanpa semangat ke arah gerbang tempat dirinya dan Maria turun dari mobil sang ayah. "Nona? men
Kabar buruk, pagi hari setelah bangun dari tidur. Saphire merasa matanya memberat dan sulit untuk di buka, apa ada sesuatu yang mengganjal? Dan ternyata, setelah dirinya bercermin. Sepasang matanya sudah bengkak, pengelihatan nya pun tidak enak untuk di gerakan ke sana kemari. Dan tentunya itu adalah kabar buruk, karena hari ini ia masuk Sekolah. "Kamu memiliki kacamata?" tanya Maria. "Ya, aku memiliki nya." balas Saphire, masih sibuk dengan mengompres sepasang mata nya dengan air hangat secara bergantian. "Kamu bisa pakai hari ini, untuk terlihat menyamarkan nya." "Baiklah, aku akan memakainya Maria." Mereka berdua sudah siap dengan seragam sesuai dengan ketentuan, tinggal menata sedikit lagi rambut serta riasan nya mereka sudah siap untuk pergi ke Sekolah. Rambut Saphire di biarkan tergerai dengan dua pin di kedua sisi kepala nya, sementara Maria tergerai panjang sepunggung dengan gelombang menggantung. "Ayo kita pergi." "Ayo." ____Harap harap cemas Saphire tidak ingin be
"Bagaimana, bagaimana dengan tadi??" Maria langsung menodongkan pertanyaan pada saat Saphire baru saja masuk ke dalam kelas. "Kita duduk dulu saja ya Maria." Saphire mengajak Maria duduk, dan langsung di kabulkan oleh kawannya itu. Saphire menghela nafas nya. "Elgar sudah ada di sana pada saat aku sampai sepertinya, dan tepat dugaan kalau pasti akan membahas tentang malam hari kemarin." Tapi setidaknya dari situ Elgar tidak terlihat mengabaikan sosok Saphire, dia tidak menjadi sosok pecundang dengan tidak menjelaskan apapun pada Saphire yang status nya masih menjadi sepasang kekasih. "Apa dia menyesal? atau berencana untuk membatalkan pertunangan nya dengan Milya? atau kalian berencana kabur karena tidak di beri restu?" tanya Maria bertubi tubi. "Tenang Maria, tenang. Satu satu kalau bertanya." "Dan untuk pertanyaan terakhir, itu tidak akan mungkin terjadi." jelas Saphire, karena mau sampai kapan pun, mau sejauh apapun mereka pergi tetap saja tidak akan menyelesaikan semuany
"Jadi untuk pembahasan nya sudah cukup sampai di sini, bagian penugasan sekarang. Coba cari tambahan informasi dari materi tersebut." Tok Tok Tok!"Ya silahkan masuk." Tentunya, hanya dari ketukan pintu saja seluruh atensi di dalam kelas akan teralihkan, karena rasa penasaran yang tak bisa di tahan. Tentunya Saphire juga melakukan hal yang sama. "Ouh, Elgar. Ada apa kemari?"Terlihat, pemuda itu memberikan secarik kertas pada guru yang tengah mengajar. Sesaat sang guru membaca surat yang Elgar berikan dengan fokus. Dan setelah mendapatkan jawaban nya, guru melihat ke dalam kelas dan berakhir tertuju pada Saphire."Saphire silahkan kamu boleh pulang saja, saya menerima surat kegiatan Sekolah mu hari ini hanya setengah hari." Saphire dan Maria saling bertatapan, seakan mereka berdua saling bertukar pikiran atas apa yang terjadi saat ini. Karena tidak ingin menunggu lama, Saphire segera berkemas setelah anggukan yang di berikan Maria. Setelah berpamitan dengan sang guru, tangan Saph
Setelah kedatangan Raja dan Ratu, membuat di dalam ruangan iru menjadi lebih mencekam daei yang sebelum nya sejuk dari jendela yang terbuka. Tentunya setelah kedatangan kedua orang yang memegang tahta tertinggi di wilayah nya, Saphire memberikan hormat yang sopan dan berusaha bersikap baik sesuai dengan norma kerajaan. Dan sekarang keempat orang itu sedang duduk menyaksikan makanan yang di hidangkan oleh pelayan istana, belum ada obrolan di antara mereka. Yang sepertinya akan melakukan makan bersama lebih dahulu. "Silahkan di nikmati." ucap Raja. Setelah mendengar hal tersebut, mereka langsung memulai acara makan itu sesuai dengan tatak rama kerajaan. Saphire tidak begitu kesulitan karena memang ia di ajarkan oleh sang ibu untuk bertata rama sesuai dengan ajaran Kerjaan walau dirinya hanyalah seorang anak dari kepala Desa. Hanya dentingan sendok dan piring yang beradu mengisi ruangan tersebut, dan jujur saja Saphire merasakan adanya buliran keringat yang meluncur dari sisi wajahn
Dalam hati Saphire, oh apalagi ini. Apa yang akan di perbuat Milya untuk mempermalukan nya lagi? semoga saja Saphire masih bisa menahan semuanya. "Ouh begitu, lalu bagaimana?" tanya Ratu."Ya kurang lebih seperti banyak nya perbedaan dari beberapa golongan, sehingga harus pintar pintar saja dalam beradaptasi. Beradaptasi saja sebenarnya tidak cukup, di usahakan untuk setara saja sehingga akan seimbang." ucap Milya dengan kata 'seimbang' ia tekan kan di sana. Saphire menatap Milya dalam diam, ia sudah tahu pasti kalimat tersebut di tujukan pada dirinya. Siapa lagi? istilahnya sekarang dirinya lah satu satu nya orang yang rendah di antara mereka berempat. "Dan Saphire, saya yakin kalau kamu tidak begitu bodoh untuk memahami apa yang Milya ucapkan tadi." "Jadi, itulah jawaban saya dan juga Raja untuk mu. Terima kasih juga sudah percaya diri untuk datang ke sini." ucap Ratu. Kedua orang yang berbeda usia di antara ketiga remaja itu beranjak dari sana, karena merasa urusan nya sudah s
Saphire akan diam saja, dirinya serasa tidak memiliki energi untuk membalas. Lagi pula membalas pun ia akan di salahkan karena Milya yang bagian dari Kerajaan, walau hanya anak dari wakil Raja saja. "Putri, saya kira anda mendapatkan pembelajaran tata krama." tentunya bukan Saphire yang membalas, melainkan Miguel yang berada di samping Saphire."Apa ada yang salah?" tanya Milya. "Ada, cara anda berbicara dengan orang lain." "Apa aku harus bersikap menawan pada perempuan yang pernah mengisi kehidupan Tunangan ku?" "Haha akan sangat munafik di rasa." ucap Milya lagi sambil memijat kening. "Maka anda lebih rendah dari siapa pun." ucap Miguel yang sukses membuat Milya terdiam dan naik pitam setelah nya. "Ayo, kita lanjut kan perjalanan yang tertunda." ujar Miguel pada Saphire, lelaki itu lebih dulu berjalan dan di lanjut oleh Saphire. Sementara itu, kondisi Milya masih sama seperti sebelum nya. Ia merasa kesal dan seperti tidak ada niatan untuk pergi dari sana, matanya terus memper
"Elgar, jangan seperti ini." ucap Saphire, apa yang di bilang Elgar tadi sangatlah tidak bisa di terima oleh Saphire. "Tapi kenapa? ini salah satu caranya Saphire." ujar Elgar masih memaksa. Paksaan tersebut semata mata karena Elgar mencintai Saphire begitu besarnya, sehingga ia akan mengambil setiap celah mana pun yang kemungkinan berhasil nya kecil juga tak apa. "Kamu kuat Elgar, pasti akan ada rencana takdir yang baik untuk mu di depan sana." ucap Saphire, masih berusaha untuk Elgar agar tidak merealisasikan keinginan tadi. "Dan rencana takdir yang menurut ku baik itu, di depan ku sekarang." Elgar menatap lekat manik Saphire, benar benar terdapat keseriusan di sana. "Bisa saja, yang di depan mu sekarang itu menjadi takdir yang sebaliknya." "Itu tidak akan pernah Saphire, tidak akan pernah seperti itu." "Saphire, kita masih memiliki rasa cinta yang sama besar nya bukan?" Saphire tidak bisa membohongi hatinya, memang ia masih sangat mencintai lelaki yang tengah menggenggam ta