"Harusnya kau tidak perlu cemburu seperti ini, Nicho! Aku juga tahu diri kalau aku sudah punya suami, tidak mungkin aku mau kencan dengan laki-laki manapun!"Raccel masih mendebat Nicholas yang kini berdiri di hadapannya. Laki-laki itu seolah tuli, dia mengabaikan Raccel yang marah-marah padanya. Dan dengan santainya Nicholas meraih kunci mobilnya di atas nakas. "Nicho ... kau tidak mendengarkan aku?!" pekik Raccel mengejarnya. "Aku dengar, Raccel. Tapi satu hal yang perlu kau tahu! Tidak usah kuliah atau keluar rumah hari ini, mengerti!" tegas Nicholas. "Lalu bagaimana dengan kuliahku, bagaimana dengan tugas-tugasku? Oh Ya Tuhan..." Raccel langsung terduduk dan ia memegang kepalanya. Nicholas menutup pintu kamar dengan cepat. Gadis itu ingin sekali berteriak marah atas kelakuan suaminya yang kelewat menyebalkan. Raccel menatap beberapa laporan-laporan tugas yang sudah ia kerjakan full satu minggu kemarin di kampusnya. "Hari ini ada presentasi di kampus, teman-teman pasti mar
Saat Nicholas sampai di rumah, laki-laki itu langsung dengan cepat turun dari sama mobil. Dia bergegas melangkah masuk ke dalam rumah. Kedatangannya disambut Bibi yang baru saja turun dari lantai dua membawa nampan berisi makanan. "Tuan..." Wajah keras Nicholas membuat Bibi pun terdiam saat Nicholas berjalan melewatinya begitu saja setelah laki-laki itu makan siang Raccel bahkan masih utuh. Nicholas berdiri mengetuk pintu kamarnya beberapa kali. Sementara di dalam kamar, Raccel diam berbaring memeluk boneka yang Cassel belikan untuknya dulu. "Bibi ... aku tidak mau makan! Jangan paksa aku lagi! Aku capek, mau tidur!" teriak Raccel dari dalam. Gadis itu menutup telinganya. "Berapa kali sih, Bibi ke sini hanya membujukku buat makan, aku kan sudah bilang berkali-kali aku itu tidak lapar," seru Raccel dengan wajah masamnya. Namun kenyataannya pintu tetap terketuk. "Oh My God...!" "Buka pintunya, Raccel!"Suara datar dan dingin itu membuat sekujur tubuh Raccel merinding. Gadis i
Setelah kemarin tidak diizinkan pergi ke kampus oleh Nicholas. Hari ini Raccel datang ke kampus setelah Nicholas mengizinkannya untuk kuliah lagi. Raccel berjalan lemah masuk ke dalam kelasnya. Dia melihat teman-temannya yang kini menatap Raccel dengan tatapan yang tak seperti biasanya. "Kemarin ke mana saja, Raccel?" tanya Jeni menatap Raccel dari belakang. "Iya. Gara-gara dirimu nilai kelompok kita jadi minus!" pekik Vio yang menyahuti. "Tahu, nyebelin banget sih! Besok-besok tidak usah kelompokan dengan kita lagi!" Raccel hanya diam dan tidak menjawab, mau menjelaskan seperti apapun, pasti mereka semua tidak mau mendengarkannya. Hingga hari ini dia merasa seperti dikucilkan. Teman-temannya juga tidak ada yang sepemikiran dengannya untuk mengerti kondisinya, meskipun Levin dan Juan kemarin juga sudah memberitahu semua teman kelompoknya. 'Padahal dulu-dulu aku tidak pernah diperlakukan seperti ini dengan teman-teman, tapi kenapa sekarang...' Raccel merasa kecewa, dia sedih da
Setelah dua minggu berlalu. Raccel tetap tidak ditemani oleh siapapun di kampusnya hingga membuat gadis itu merasa sedih, ditambah tubuhnya saat ini yang sangat membuatnya tidak nyaman. Baru saja siang ini Raccel pulang kuliah saat Nicholas menjemputnya. Dan sesampainya di rumah, Raccel langsung berbaring di ranjang kamarnya setelah dia mengeluh tentang teman kampusnya yang membuat gadis itu tidak betah. "Sayang, ayo makan siang dulu, mau aku ambilkan?" tawar Nicholas menatap istrinya."Tidak mau. Aku tidak lapar," jawab gadis itu membenamkan wajahnya di bantal. "Kau nanti bisa sakit kalau tidak mau makan, Raccel..." Dalam hitungan detik, Raccel pun langsung beranjak dari tempat tidurnya. Gadis cantik itu bangun dan duduk menatap Nicholas yang kini menatapnya lekat-lekat. "Bagaimana kalau kau jadi aku saat ini?" tanya Raccel tiba-tiba. "Aku takut mau ke kampus, Nicho," ujar Raccel sedih. Nicholas berjalan mendekatinya dan ia menekuk kedua lututnya di hadapan Raccel. "Maafkan a
Dalena datang ke rumah Raccel setelah dikabari kalau putrinya sedang tidak enak badan. Satu bulan lebih beberapa hari Dalena tidak satu rumah dengan Raccel, wanita itu sangat kepikiran tiap mendengar kabar tentang putrinya. Hingga kini Dalena menjenguk Raccel. "Ya ampun Sayang, Raccel sakit apa?" tanya Dalena masuk ke dalam kamar Raccel. "Tidak tahu, Mom. Tidak panas juga kok ... cuma terus-menerus pusing, ngantuk terus, dan Raccel tidak suka makan. Mungkin karena stress," ujar gadis itu masih berbaring memeluk boneka miliknya. "Stress kenapa? Nicho marah-marah ya, sama Raccel?" tanya wanita itu. "Bukan. Teman di kampus semua memusuhi Raccel, karena Raccel tidak berangkat ke kampus saat dua mingguan yang lalu. Raccel hanya ditemani sama Revvan dan Camila saja, Mom. Tapi mereka kan beda kelas dengan Raccel..." Wajah Raccel langsung sedih. Dalena menggenggam kedua tangan sang putri dan menatapnya dalam-dalam. "Memangnya kenapa kok sampai Raccel tidak pergi ke kampus?" tanya Dalen
Hari ini Raccel kembali pergi ke kampus, gadis cantik berambut panjang itu berjalan lemas masuk ke dalam kelasnya. Gadis dengan balutan sweater putih itu berjalan sembari sesekali mengelus pipinya yang terasa hangat. "Aku kenapa sih, lemas sekali ... mual-mual terus. Apa asam lambungku kambuh, ya?" gumam gadis itu bertanya-tanya sembari memegangi perutnya. "Ingin tidur terus, kepala pusing. Ingin pulang lagi dan tidur saja di rumah..." Raccel terus menggerutu sampai akhirnya dia sampai di depan kelas. Raccel melihat Camila dan Abraham di dalam kelas, lantas Abraham pun melambaikan tangannya pada Raccel. "Raccel, sini ... duduk sini!" pekik Abraham. Raccel tersenyum tipis dan ia segera mendekati Camila yang memberikan ruang kosong di bangkunya. "Camila kok ada di sini?" tanya Raccel meletakkan tasnya. "Heem, teman-teman di kelasku itu tidak asik! Banyak ngomong kosong semuanya, kayak teman-temanmu di kelas ini!" sahut Camila menatap gerombolan gadis yang memusuhi Raccel. "Astag
Nicholas telah sampai di rumah sakit setelah beberapa menit perjalanan dari kantornya. Laki-laki itu berjalan cepat masuk ke dalam rumah sakit sampai dia menemukan Abraham dan Camila di depan sebuah ruangan. "Di mana Raccel?" tanya Nicholas menatap dua teman istrinya itu. "Ada di dalam dengan Revvan," jawab Camila. Tanpa mengatakan apapun, Nicholas masuk ke dalam ruangan itu dan di sana terlihat Revvan yang duduk diam di depan lorong ruangan. "Van," sapa Nicholas. Revvan pun langsung berdiri dan menatap dokter. "Dok, ini suami teman saya ... dia sudah ada di sini," seru Revvan. Barulah muncul seorang dokter laki-laki yang kini menghampiri Nicholas dan Revvan. "Benar, Anda suaminya?" tanya dokter itu. "Benar dok, saya suaminya Raccel," jawab Nicholas. "Baiklah. Mari silahkan masuk ikut dengan saya," ajak dokter itu pada Nicholas yang sudah panik. Mereka berdua pun masuk ke dalam sebuah ruangan. Di sana, Nicholas melihat istrinya yang terbaring dengan wajah pucat dan jarum i
Kabar kehamilan Raccel terdengar sampai di telinga Daniel dan Dalena, mereka berdua pun langsung datang ke rumah sakit membawakan beberapa hadiah untuk Raccel. Di sana juga ada Cassel yang kebetulan menjadi salah satu dokter bedah di rumah sakit di mana Raccel dirawat.Wajah bahagia ditunjukkan oleh Dalena dan Damien memeluk Raccel bersamaan dengan wajah mereka yang berseri-seri. "Ya ampun, Sayang ... Mama tidak percaya rasanya kalau Mama mau punya Cucu," ujar Dalena memeluk Raccel dan mengecup pipi putri cantiknya. Raccel pun membalas pelukan sang Mama. "Iya Mom, tapi kenapa cepat sekali ya, Mom," ujar gadis itu mengerjapkan kedua matanya. Dalena terkekeh. "Tidak papa, Sayang. Rencana Tuhan memang jauh lebih baik dan luar biasa dari rencana kita. Raccel mengerti?" Gadis cantik itu pun menganggukkan kepalanya. Raccel pun menoleh pada Papanya yang berdiri di sampingnya dan tersenyum senang. "Sudah, tidak usah ke kampus lagi. Kondisimu ini sekarang harus diperhatikan betul-betul,
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris