Dalena datang ke rumah Raccel setelah dikabari kalau putrinya sedang tidak enak badan. Satu bulan lebih beberapa hari Dalena tidak satu rumah dengan Raccel, wanita itu sangat kepikiran tiap mendengar kabar tentang putrinya. Hingga kini Dalena menjenguk Raccel. "Ya ampun Sayang, Raccel sakit apa?" tanya Dalena masuk ke dalam kamar Raccel. "Tidak tahu, Mom. Tidak panas juga kok ... cuma terus-menerus pusing, ngantuk terus, dan Raccel tidak suka makan. Mungkin karena stress," ujar gadis itu masih berbaring memeluk boneka miliknya. "Stress kenapa? Nicho marah-marah ya, sama Raccel?" tanya wanita itu. "Bukan. Teman di kampus semua memusuhi Raccel, karena Raccel tidak berangkat ke kampus saat dua mingguan yang lalu. Raccel hanya ditemani sama Revvan dan Camila saja, Mom. Tapi mereka kan beda kelas dengan Raccel..." Wajah Raccel langsung sedih. Dalena menggenggam kedua tangan sang putri dan menatapnya dalam-dalam. "Memangnya kenapa kok sampai Raccel tidak pergi ke kampus?" tanya Dalen
Hari ini Raccel kembali pergi ke kampus, gadis cantik berambut panjang itu berjalan lemas masuk ke dalam kelasnya. Gadis dengan balutan sweater putih itu berjalan sembari sesekali mengelus pipinya yang terasa hangat. "Aku kenapa sih, lemas sekali ... mual-mual terus. Apa asam lambungku kambuh, ya?" gumam gadis itu bertanya-tanya sembari memegangi perutnya. "Ingin tidur terus, kepala pusing. Ingin pulang lagi dan tidur saja di rumah..." Raccel terus menggerutu sampai akhirnya dia sampai di depan kelas. Raccel melihat Camila dan Abraham di dalam kelas, lantas Abraham pun melambaikan tangannya pada Raccel. "Raccel, sini ... duduk sini!" pekik Abraham. Raccel tersenyum tipis dan ia segera mendekati Camila yang memberikan ruang kosong di bangkunya. "Camila kok ada di sini?" tanya Raccel meletakkan tasnya. "Heem, teman-teman di kelasku itu tidak asik! Banyak ngomong kosong semuanya, kayak teman-temanmu di kelas ini!" sahut Camila menatap gerombolan gadis yang memusuhi Raccel. "Astag
Nicholas telah sampai di rumah sakit setelah beberapa menit perjalanan dari kantornya. Laki-laki itu berjalan cepat masuk ke dalam rumah sakit sampai dia menemukan Abraham dan Camila di depan sebuah ruangan. "Di mana Raccel?" tanya Nicholas menatap dua teman istrinya itu. "Ada di dalam dengan Revvan," jawab Camila. Tanpa mengatakan apapun, Nicholas masuk ke dalam ruangan itu dan di sana terlihat Revvan yang duduk diam di depan lorong ruangan. "Van," sapa Nicholas. Revvan pun langsung berdiri dan menatap dokter. "Dok, ini suami teman saya ... dia sudah ada di sini," seru Revvan. Barulah muncul seorang dokter laki-laki yang kini menghampiri Nicholas dan Revvan. "Benar, Anda suaminya?" tanya dokter itu. "Benar dok, saya suaminya Raccel," jawab Nicholas. "Baiklah. Mari silahkan masuk ikut dengan saya," ajak dokter itu pada Nicholas yang sudah panik. Mereka berdua pun masuk ke dalam sebuah ruangan. Di sana, Nicholas melihat istrinya yang terbaring dengan wajah pucat dan jarum i
Kabar kehamilan Raccel terdengar sampai di telinga Daniel dan Dalena, mereka berdua pun langsung datang ke rumah sakit membawakan beberapa hadiah untuk Raccel. Di sana juga ada Cassel yang kebetulan menjadi salah satu dokter bedah di rumah sakit di mana Raccel dirawat.Wajah bahagia ditunjukkan oleh Dalena dan Damien memeluk Raccel bersamaan dengan wajah mereka yang berseri-seri. "Ya ampun, Sayang ... Mama tidak percaya rasanya kalau Mama mau punya Cucu," ujar Dalena memeluk Raccel dan mengecup pipi putri cantiknya. Raccel pun membalas pelukan sang Mama. "Iya Mom, tapi kenapa cepat sekali ya, Mom," ujar gadis itu mengerjapkan kedua matanya. Dalena terkekeh. "Tidak papa, Sayang. Rencana Tuhan memang jauh lebih baik dan luar biasa dari rencana kita. Raccel mengerti?" Gadis cantik itu pun menganggukkan kepalanya. Raccel pun menoleh pada Papanya yang berdiri di sampingnya dan tersenyum senang. "Sudah, tidak usah ke kampus lagi. Kondisimu ini sekarang harus diperhatikan betul-betul,
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi Raccel pun semakin membaik hingga dokter mengizinkan dia untuk pulang. Nicholas selalu menemani Raccel kapan saja, laki-laki itu benar-benar menjaga istrinya dengan baik. Bahkan sampai di rumah, dia meminta Raccel untuk bersantai-santai saja di rumah. "Kau tidak lapar, Sayang? Kalau ingin makan sesuatu bilang saja padaku, okay?" ujar Nicholas seraya memberikan sebuah bantal pada Raccel yang duduk di sofa. "Aku sudah kenyang kok. Tidak ingin makan apapun," jawab Raccel menatap suaminya yang membawa banyak barang-barang ke dalam rumah. Raccel menatap pantulan dirinya pada lemari kaca di depan sana yang berada di samping televisi. Gadis itu tersenyum saat dia membayangkan melihat perutnya yang nanti akan membesar. "Sehat-sehat ya di dalam perut Mama, Sayang," bisik Raccel mengusap perutnya yang masih rata. Sampai akhirnya tak berselang lama, sebuah klakson mobil terdengar di depan. Pintu rumah Raccel terbuka dan muncul sosok C
Hari demi hari berjalan dengan baik dan menyenangkan. Raccel sangat menikmati momen kehamilan anak pertamanya ini. Setelah dia dikabarkan hamil dua bulan yang lalu, saat itu juga Raccel libur dari kampusnya dan dia memilih untuk menjaga kehamilannya. Gadis cantik itu tengah berdiri di depan sebuah cermin, dia memilih-milih baju yang akan dia pakai di acara keluarganya. "Huffff ... ini sedikit menyusahkan," gumam Raccel dengan wajah sedihnya. "Kenapa Sayang?" tanya Nicholas yang baru saja masuk ke dalam kamar. "Baju-bajuku tidak ada yang muat. Padahal ini mau empat bulan kan, tapi baju-bajuku macet semua sampai di perut," ujar gadis itu. Nicholas terkekeh, dia membuka lemari dan mengambil sebuah dress panjang untuk Raccel. "Pakai ini saja, aku rasa ini akan cocok kalau kau yang memakainya," ujar laki-laki itu. "Iya sih, tapi kan aku gerah!" seru Raccel. "Cuaca dingin seperti ini, gerah bagaimana? Pakai ini saja, nanti setelah pulang dari tempat Mommy, kita beli baju yang banya
Elsa dan Luna kembali masuk ke dalam rumah. Di sana, Damien dan Dalena sudah keluar, juga ada Cassel di sana. Raccel langsung mendekati Elsa, gadis itu melihat dengan mata kepalanya sendiri perlakukan Luna pada Elsa beberapa menit yang lalu. "Elsa, ayo duduk lagi denganku di sini," ajak Raccel. "Oh ti-tidak Raccel, aku harus pulang sekarang," pamit Elsa. Damien dan Dalena lantas menoleh. Dalena lah yang langsung berdiri dari duduknya saat itu juga. "Loh, Elsa mau ke mana? Tidak papa ayo ikut makan bersama dengan Luna juga di sini, yuk," ajak Dalena menatap Elsa yang tertunduk. "Tidak Tante, saya harus pergi sekarang juga. Saya minta maaf ya, Om ... Tante, Raccel, dan semuanya. Saya permisi..." Gadis itu langsung membungkukkan badannya sebelum dia pergi. Cassel hanya diam menatap Luna yang menatap adiknya, nampak Luna memasang wajah kesal pada Elsa. Raccel langsung berjalan cepat mengejar Elsa. "Tunggu Elsa..." "Raccel!" pekik Cassel, dia mengejar kembarannya diikuti oleh Nic
Keesokan harinya, Raccel meminta pada Nicholas untuk diantarkan ke tempat toko bunga milik Elsa. Mereka berdua masuk ke dalam toko bunga itu. Kedatangan Raccel disambut dengan sangat hangat oleh Elsa. "Ya ampun Raccel, kau sampai repot-repot datang ke tokoku. Maaf ya, tempatku sangat berantakan. Pesanan bungaku baru saja datang," ujar Elsa mengangkat beberapa kerdus berisi kertas bouquet bunga. "Iya Elsa, tidak papa kok..." Raccel tersenyum manis dan duduk di sebuah kursi. "Elsa bekerja di sini dengan siapa?" tanya Raccel. "Aku sendirian saja, Raccel." Elsa tersenyum manis memberikan sebotol air mineral di hadapan Raccel. "Raccel mau aku pesankan kue di depan? Atau mau makan yang lainnya?" "Ohh ... tidak usah repot-repot, aku ke sini hanya ingin berkunjung saja," jawab Raccel. "Sejak semalam aku masih ingin mengobrol denganmu.""Ya ampun Raccel ... maaf ya, semalam aku ada urusan mendadak," ungkap Elsa, meskipun dia sebenarnya berbohong. Raccel hanya diam dan menundukkan kepala
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris