Kondisi Raccel sudah membaik, meskipun dokter mengatakan pada Lora kalau Raccel akan sering mengalami pusing. Dan lebih baiknya kalau Raccel rutin mengecekkan kondisi kesehatannya. Lora pagi ini membawa Raccel pulang, setelah berhari-hari dirawat di rumah sakit. Bahkan Kelvan juga sibuk mencari rumah di sana, dia ingin tinggal di sana sampai Dalena sembuh dan ia bersama Lora bisa menjaga Cassel dan juga Raccel. "Semoga kau cepat sembuh ya nak," bisik Kelvan mengecup pucuk kepala Raccel. Cucu perempuannya itu tertidur dalam gendongan Lora. Mereka berdua baru saja sampai di rumah, dan Lora membaringkan tubuh kecil Raccel di atas ranjang kecil di dalam ruangan di depan sebuah televisi besar. Lora menutup pagar matras tebal yang menutupi sekeliling kasur. Kedua matanya masih sembab setelah semalam menangisi Raccel. "Cassel kau antarkan sekolah kan, Pa?" tanya Lora. "Iya Ma, aku juga sudah meminta izin pada guru sekolah Raccel." Seketika Lora duduk di atas alas lantai d
Keesokan harinya adalah hari minggu, Raccel sedang bermain di teras bersama Cassel yang menemaninya. Cassel juga sangat baik, dia rela mondar-mandir dari dalam rumah mengambilkan camilan dan meminta sang Oma membuatkan susu cokelat untuk adik kembarannya. "Adik Raccel jangan ke mana-mana, Kakak ambilkan boneka kuda poni di dalam ya," ujar Cassel menatap Raccel. "Heem, bawakan donatnya Raccel!" seru anak itu. "Okay!" Cassel berlari masuk ke dalam rumah. Raccel terdiam menatap kedua kakinya yang sekarang ini diperban dari lutut ke bawah, dan dua-duanya. Banyak bekas luka baret di sana yang masih belum kering. Setelah itu, Raccel juga kehilangan sedikit keseimbangannya hingga dia harus mencari pegangan untuk berdiri. "Ini apa? Kenapa kaki Raccel dipasang seperti ini sih?" cicit anak itu menarik-narik benang perban di kakinya yang tebal. Barulah setelah itu Cassel muncul. Anak laki-laki itu menarik tangan Raccel seketika. "Jangan disentuh perbannya, nanti kalau lepas Dokter George
Hari demi hari telah berganti, kondisi kesehatan Dalena sudah berangsur pulih dan membaik. Dua hari ini Dalena yang mengasuh Raccel. Setelah dia mengajak Raccel pulang. Namun sedihnya, Damien tidak seperti dulu lagi pada Raccel. "Mommy, Mom...!" Suara teriakan Raccel begitu keras, anak itu berdiri di ujung atas anak tangga berpegangan pada pagar besi. "Mom...!" teriaknya lagi. Dalena muncul dari bawah, wanita itu berjalan perlahan naik ke lantai dua. "Ada apa, Sayang?" tanya Dalena. Wanita itu meraih sebuah tongkat kecil milik Raccel. Setelah terjatuh dan cidera pada kaki dan kepalanya, Raccel seperti mengulang hidupnya sejak awal, termasuk cara dia berjalan. Dengan bantuan tongkat, Dalena membantunya berjalan perlahan-lahan sampai mereka tiba di lantai satu. "Sayang lapar? Mau minum susu cokelat?" tawar Dalena menatap Raccel yang celingak-celinguk di samping meja makan. "Mom, Raccel boleh makan hamburger? Raccel mau dibelikan hamburger," pinta anak itu mendongak menatap Mama
Dalena mejaga Raccel sepenuh hatinya, wanita itu berkata pada Cassel untuk tidak iri atau sedih saat melihat Dalena perhatian pada Raccel, karena Papanya tidak seperti dulu lagi pada adiknya. Pintarnya Cassel, anak itu menyetujuinya dan ia berkata pada Dalena kalau Cassel sendiri juga akan ikut menjaga Raccel. Seperti sekarang mereka bersiap hendak pergi bersekolah. "Mom, Raccel bisa sendiri kok, Mommy tidak usah temani Raccel..." Anak perempuan itu menatap Maminya seraya duduk di tepi ranjang dipakaikan seragam. "Tapi nanti Raccel kalau mau ke kamar kecil bagaimana? Kakinya Raccel kan masih sakit, Sayang." Dalena mengusap pipi Raccel. "Nanti minta tolong Kakak," jawabnya seraya cemberut dan menggembungkan pipinya. Dalena mengembuskan napasnya pelan, wanita itu kembali menyisir rambut Raccel dan mengikatnya menjadi dua, dihiasi dengan jepit berwarna merah yang lucu. Meskipun kondisi Raccel sudah mendingan, namun dia masih kesulitan berdiri karena kakinya yang kiri masih sangat
Raccel duduk di kursi depan kelasnya sendirian. Semua teman-temannya asik bermain ke sana dan kemari, tapi dia hanya bisa duduk diam. Dari jauh, Cassel memperhatikan adiknya. Dia khawatir kalau teman-teman Raccel akan berbuat jahil. "Hey..! Cepat bersihkan!" seru seseorang menepuk pundak Cassel. Anak laki-laki itu menoleh, dan ternyata yang memeluk pundaknya adalah Nicholas. Cassel langsung menoleh dan merotasikan kedua matanya. "Aku pikir siapa!" serunya. Nicholas menaikkan salah satu alisnya melihat Raccel yang sedang duduk di depan kelasnya sendirian. Dia kaget, untuk kali pertama melihat Raccel setelah anak perempuan kecil itu sakit dan tidak pergi ke sekolah cukup lama. "Dia sudah kembali sekolah," ucap Nicholas terkejut. "Heem, tapi adikku belum bisa berjalan seperti anak-anak lain, dia—""Aku titip sapuku padamu ya, kalau ada yang tanya di mana aku, bilang saja tidak tahu!" Nicho memberikan sapu lidi yang ia pegang pada Cassel. Sedangkan Cassel menatap Nicholas kebing
Saat pulang sekolah, Dalena menjemput Raccel dan mengajak anaknya ke rumah sakit untuk kembali mengecek kondisi kaki Raccel. Saat bersama dokter di dalam sebuah ruangan, Dalena merasa amat cemas. Ia bersama Cassel yang kini berdiri di sampingnya, sementara Raccel masih diperiksa oleh dokter. "Mami, adik Raccel tidak papa, kan?" tanya Cassel masih dengan menatap adiknya di depan sana. Dalena mengusap pipi Cassel dari samping dan menggeleng. "Tidak papa Sayang, adik Raccel akan baik-baik saja," jawab Dalena. Anak laki-lakinya itu begitu sedih, Cassel memperhatikan tiap-tiap gerakan yang dokter itu lakukan. Tekad dan keinginannya semakin kuat untuk suatu saat nanti ketika dia sudah beranjak dewasa. Cassel ingin menjadi seorang dokter yang bisa membantu siapapun. "Nanti kalau Cassel sudah besar, Cassel mau jadi dokter ya, Mi... Biar kalau Adik Raccel sakit, nanti Cassel yang obati, kan nanti Raccel tidak akan takut lagi," ujar Cassel memeluk tubuh Dalena. Mamanya pun mengangguk de
"Mom, kita mau ulang tahun ya?" tanya Cassel berjalan di belakang Dalena. "Iya Sayang, kalian sebentar lagi akan ulang tahun. Anak Mommy sudah besar-besar, tidak boleh nakal ya..." Dalena menghentikan langkahnya dan mengulurkan tangannya pada Cassel.Sementara satu tangan Dalena menggendong Raccel, wanita itu menolak saat Damien hendak membantunya mengantarkan si kembar. Namun bagi Dalena percuma, karena Damien hanya akan bersama Cassel, tapi tidak dengan Raccel. "Mommy mau belikan hadiah apa buat Raccel?" tanya Raccel memeluk leher Mamanya. "Emmm, Princess minta apa, Sayang?" tanya Dalena menatap sang putri. "Apa ya... Raccel tidak mau apa-apa. Mau jalan-jalan sama Daddy di pasar malam, sama Kakak juga," jawab Raccel. Dalena tersenyum tipis, tidak biasanya anak ini meminta sesuatu, kadang permintaan Raccel malah jauh lebih banyak.Setelah itu, Dalena menatap Cassel. "Kalau Kakak?" "Kakak Cassel sama seperti Adik Raccel, Mom," jawab anak itu. "Baiklah, kalau begitu nanti Mommy
Dalena sore ini menyiapkan kue ulang tahun, setelah beberapa hari si kembar menanti-nanti dengan penuh rasa tak sabaran. Wanita itu berjalan ke lantai dua, dia membawa kue ulang tahun di ruang keluarga di mana Raccel dan Cassel ada di sana, sementara Damien duduk di sofa memangku laptopnya. "Wahhh... Raccel lihat Mommy bawa apa!" pekik Cassel heboh. Raccel pun langsung menoleh ke arah Mamanya, anak itu langsung tersenyum lebar. Dalena ikut tersenyum melihat wajah si kembar berbinar-binar bahagia. "Raccel mau!" seru anak itu melambaikan tangannya. Dalena lantas mendekati mereka dan meletakkan kue ulang tahunnya di hadapan si kembar.Cassel menatap Damien yang kini berjalan ke arahnya dan langsung memeluk Cassel. "Selamat ulang tahun ya, Sayang," ucap Damien mengecup pucuk kepala Cassel. "Terima kasih Daddy," balas Cassel bertepuk tangan. Sedangkan Raccel, anak itu seperti tidak mau berharap lebih pada Papanya. Dia kini berusaha mengulurkan tangannya meminta peluk pada Dalena.
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris