Ares marah, saat Rere menyebut kata cerai. Entah kenapa dari dalam dirinya merasa tidak terima. Mungkin dulu memang Ares memiliki rencana, setelah Rere memberikan keturunan, ia akan menceraikan Rere agar bisa bersama Raisa. Namun sekarang, semua terasa berbeda. Ares tetap ingin Rere berada di sisinya, tapi di sisi lain ia juga belum bisa melepaskan Raisa. Jika berkata, apakah Ares mencintai Rere, sepertinya tidak. Ares hanya merasa, lama-kelamaan ia terbiasa dengan kehadiran Rere di sisinya. Pagi ini, meskipun Rere masih merasa kecewa dengan kalimat Ares, hingga membuat pria tidak terima saat dirinya menyebut kata cerai, Rere tetap melakukan tugas istri sebagaimana mestinya. Seperti, menyiapkan sarapan untuk Ares, sebelum pria itu berangkat kerja. Rere ikut bergabung untuk sarapan. Namun, saat ia hendak menyiapkan sesendok nasi dan potongan udang dengan bumbu saus padang ke dalam mulutnya, sontak saja Rere berdiri sambil membekap mulutnya dan langsung ke kamar mandi yang jaraknya tid
Kabar kehamilan Rere membuat semua orang ikut merasakan kebahagiaan. Apalagi orang tua Ares, begitu mendengar kabar hamilnya Rere, mereka langsung bergegas ke rumah putranya itu dan ini sudah hari kedua Tania dan Tio menginap ."Akhirnya yang mama tunggu-tunggu. Mau cewek apa cowok nanti, semoga sehat ya kamu, nak. Cucu oma," ujar Tania mengusap-usap lembut perut Rere yang masih rata. Rere tersenyum dengan sikap hangat yang diberikan oleh Tania. Ia merasa makin disayang dan diperhatikan. Sikap Tania memang tidak pernah berubah, sejak dulu bahkan sampai detik ini. Rere bersyukur akan hal itu. Meskipun Rere diuji oleh suaminya, tapi mendapat mertua yang baik dan menyayangi adalah nilai plus dalam segala hal. Lagipula juga ia sedang berusaha menjalankan misinya untuk membuat Ares jatuh cinta kepadanya dan melupakan Raisa sepenuhnya. "Aamiin, ma.""Ohiya, Re. Setelah ini mama sama papa pulang dulu ya ke rumah. Mama nginep lagi minggu depan.""Iya, ma. Senyamannya mama aja.""Mama sih se
Ares memang tidak mengatakan ke mana perginya dia kepada Rere. Tapi, Rere tau jika suaminya itu pergi menemui kekasih gelapnya. Apalagi story terbaru dari Raisa sudah menjawab semuanya. Sekarang, ia sedang menunggu Ares pulang. Malam sudah menunjukkan pukul 22.39. Sejak tadi, Rere masih duduk di sofa dengan ditemani beberapa camilan untuk menunggu Ares. Sesekali juga ia bermain sosmed untuk menghilangkan bosan dan rasa kantuk. Tidak berselang lama, Ares datang dengan membawa beberapa kantong plastik.“Re ... aku kira kamu sudah tidur.” Ares sedikit terkejut saat melihat Rere yang ternyata masih berada di ruang bersantai. Menunggunya, eh? Batinnya bertanya. Rere menggelengkan kepalanya. “Belom. Aku nggak bisa tidur. Jadi, aku putuskan untuk menunggu kak Ares.” “Tadi saat pulang, aku melihat penjual martabak. Aku inget sama kamu, terus aku beli martabak manis kesukaanmu.” Ares tersenyum, ikut bergabung duduk di samping Rere dan meletakkan beberapa kantong plastik yang dibawanya di ata
Fakta baru tentang Raisa dan Antonius yang ternyata sudah memiliki anak, membuat Rere semakin yakin dan percaya diri untuk terus melancarkan misinya. Mendapatkan hati dan cinta Ares Danuarta. "Selamat pagi, kak Ares." Seperti sekarang, untuk pertama kalinya Rere mengucapkan selamat pagi pada Ares. Tentunya, sikap Rere juga mengejutkan Ares, tetapi membuatnya merasa senang. "Pagi, Re. Bahagia banget kayaknya, ya?" Ares tersenyum lebar, melihat Rere yang sepertinya sedang dalam mood baik. "Iya nih. Kak Ares nanti pulang jam berapa?""Kayak biasanya, Re. Jam lima paling cepet. Gimana?" "Pengen bakso sama es krim." Saat mengatakannya, Rere sembari tersenyum lebar. Membuat pipinya yang semakin chubby itu, terlihat menggemaskan. "Boleh, Re. Tunggu aku pulang ya, setelah itu kita beli bakso dan eskrim."Rere mengangguk bersemangat. Setelah Ares selesai sarapan, seperti biasa Rere mengantarkan keluar. Tidak lupa, Rere mencium tangan Ares. Namun, tidak seperti biasa, Ares memberi kecupan s
Perut yang semakin besar dengan usia kehamilan yang sudah menginjak 6 bulan. Selama itu pula, setiap harinya Ares semakin perhatian pada Rere. Bahkan tidak jarang, Ares juga bersikap manis. Mereka seperti 2 manusia yang sedang jatuh cinta. Namun ada yang berbeda, pada kenyataannya masih sama seperti sebelumnya, hanya Rere yang jatuh cinta pada Ares. Tidak dengan pria itu. "Jujur saja, Re. Sejak kehamilanmu, rasanya aku tidak mau pergi ke mana pun. Sekalipun itu bekerja." Ares mengusap-usap perut buncit Rere dengan posisi wanita itu yang bersandar pada dada bidangnya. "Tapi, kak. Kamu tetap harus pergi ke kantor. Besok jangan membolos lagi," balas Rere dengan gemas. Meskipun jauh di lubuk hatinya, ia merasa senang saat mendengar kalimat Ares barusan. "Rasanya berat sekali, Re." Kini tangan Ares bergerak naik ke atas dan berhenti tepat di dada Rere membuat wanita itu menahan napasnya. Ares dengan segala serangannya yang selalu mendadak, membuat Rere tidak bisa mempersiapkan diri. Pr
Setelah semua bukti terkumpul, hubungan Ares dan Rere juga semakin dekat. Tidak hanya karena faktor kehamilan wanita itu, tetapi dalam hal lain, Ares sudah mulai perhatian dan fokus utamanya tertuju pada Rere. Mereka tau itu. Ares sudah mulai menaruh rasa pada Rere, hanya saja pria itu terlihat masih mengelaknya. "Jadi, kapan kita akan memberitahukan semuanya pada Ares?" tanya Serena yang terlihat tidak sabar dengan misi yang sudah mereka rencanakan sejak lama. Apalagi mencari tau tentang Raisa semakin dalam, membuat mereka semakin tau banyak kebenaran. Ditambah tentang Antonius, kekasih wanita ular itu. "Terlihat sangat bersemangat sekali," ujar Steven saat melihat Serena yang excited."Tentu saja, kak Ares harus tau kebenarannya. Dia harus tau jika Raisa itu jauh dari kata baik. Mungkin itu dulu, tapi seiring berjalannya waktu wanita itu berubah. Raisa nggak lagi sama seperti saat kak Ares pertama kali kenal.""Dan semoga saja dia segera sadar, jika ada wanita yang benar-benar tul
Ares benar-benar marah dan tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya saat mengetahui semua kebenarannya. Apalagi dalang yang mencelakai Rere di malam hari saat di toko bunga adalah Raisa. Dalam rekaman suara itu sangat jelas dan Ares hafal suaranya. Ia tidak bisa mengelak, jika wanita yang ia cintai ternyata mencelakai ibu dari calon anaknya. Sejak tadi Ares menggenggam tangan Rere, memberi kecupan-kecupan ringan. Menatap Rere sendu. “Re ... maafin aku.”“Kak Ares udah, nggak perlu minta maaf terus.” Rere menatap Ares dengan senyuman hangatnya. “Lagian juga udah berlalu, kan. Lupain aja.”“Nggak segampang itu buat ngelupain, Re,” ujar Ares dengan penuh penyesalan. “Aku bahkan belom menemukan dalangnya sampai detik ini.”“Itu karena pak Handoko menyabotase kebenaran,” sambung Serena memberitahukan fakta baru pada Ares.Sontak mendengar kalimat Serena, Ares menoleh. Ia mengusap wajahnya dengan kasar karena mengetahui fakta baru. “Kebenaran apa lagi yang belom aku tau?” tanya Ares menatap
Bukannya selesai masalahnya dengan Raisa, kini malah bertambah. Ares merasa dipermainkan. Antara Rere dan Raisa, mana yang berbohong? Setelah keluar dari rumah Raisa, Ares langsung bergegas kembali pulang. Ia ingin menanyakan kebenarannya pada Rere. Kalimat Raisa pun juga terngiang-ngiang, saat wanita itu mengatakan jika semua yang Rere, Serena dan Steven katakan adalah kebohongan. Semua itu dibuat agar Rere dan bayinya mendapat tanggung jawab dari Ares. Ah, tapi ... benarkah Rere se-licik itu? Ares terus menanyakan hal yang sama berulang kali pada dirinya sendiri. Keraguan yang timbul dalam dirinya ada karena ia juga belum terlalu mengenal Rere. Lagipula, mereka mulai dekat juga baru-baru ini. Sesampainya di rumah, Ares langsung bergegas menemui Rere yang ternyata sedang berada di rumah kaca. Serena dan Steven sudah pergi, Pras mengatakan mereka sudah pergi sejak 5 menit yang lalu. Tanpa banyak bicara, Ares langsung meletakkan foto yang memang dibawanya di atas meja. Pergerakannya