Share

Bab. 26

Penulis: Rossy Dildara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-01 17:08:04

"Mas kok belain Silla, sih?" tanya Elsa dengan ketus. Tidak suka dengan apa yang didengarnya barusan. Nada suaranya tajam.

"Bukan aku membelanya, tapi memang itu salahku." Nathan berusaha menjelaskan dengan tenang, meskipun hatinya juga tak kalah panas mendengar nada bicara Elsa.

Alasan Nathan berkata demikian, karena dia sendiri sudah menelepon Yasir untuk mengkonfirmasi apakah benar dengan yang dikatakan Silla, bahwa kemarin dia mabuk? Dan memang masuk akal juga jika Nathan mabuk parah hingga tak sadarkan diri, karena yang dilakukannya bersama Silla sudah diluar batas.

"Jadi Mas kemarin benar-benar melakukan dengan Silla atas dasar Mas pengen, begitu?" Mata Elsa terlihat memerah, emosinya dapat Nathan rasakan. Suara Elsa bergetar, menahan amarah yang hampir meledak.

"Yang terjadi hanya kecelakaan. Aku tidak ingat, karena aku sendiri mabuk," jelas Nathan.

"Mabuk?? Jadi Mas mabuk, pulang dari pesta? Tapi kenapa harus mabuk sih, Mas?" Elsa masih belum bisa menerima penjelasan Nathan.

"
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 27

    Ting!Suara notifikasi dari ponsel Nathan memecah keheningan di kantornya, tepat saat dia baru saja tiba.Dengan cepat, dia melangkah masuk ke ruang kerjanya dan membuka chat yang masuk. Ternyata, itu adalah sebuah video yang dikirim oleh Nuri, rekaman dari kamera CCTV di toko bunga Elsa. Nathan pun memastikan Nuri mendapatkan imbalan yang layak atas bantuannya."Semoga saja apa yang dikatakan Elsa benar. Dia tidak membohongiku." Dengan tangan bergetar, Nathan mulai menekan tombol putar. Jantungnya berdebar kencang, ketakutan menyelimuti pikirannya jika ternyata Elsa berbohong. Di lubuk hatinya yang terdalam, dia sangat berharap itu tidak terjadi.Beberapa menit berlalu, bahkan hingga satu jam, Nathan mempercepat rekaman tersebut hingga selesai. Namun, betapa hancurnya hatinya saat menyadari bahwa Elsa sama sekali tidak ada di sana. Malam itu, Elsa tidak pergi ke toko bunga, apalagi menginap. Ini berarti dia benar-benar berbohong."Tega kamu, Sa, sama aku!" teriak Nathan, mengepalkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 28

    "Terus, hubunganmu dengan Silla sendiri bagaimana? Apa benar yang dikatakan Elsa, kalau kalian itu menjadi sangat dekat sekarang? Bisa jadi... apa yang Elsa lakukan dipengaruhi oleh apa yang kamu lakukan, Tan."Nathan menggeleng, raut wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan yang dalam. "Aku sama Silla biasa saja, Dad. Nggak dekat sama sekali. Mungkin hanya perasaan Elsa saja, tapi bukan berarti dia berhak mengkhianatiku, kan? Aku menikah lagi demi dia juga. Seharusnya dia tidak perlu berprasangka buruk tentang hubunganku dengan Silla." Suaranya terdengar sedikit getir.Darwin mengangguk, memahami namun turut merasa berat. "Iya, Tan, Daddy mengerti. Tapi Daddy berharap... hubunganmu dengan Elsa bisa kembali harmonis seperti dulu. Semoga ada jalan keluar untuk masalah kalian. Ingat, di hatimu hanya ada dia. Jangan terlalu keras padanya. Jangan terus bertengkar." Nada suaranya lembut, penuh kasih sayang namun juga sedikit cemas.Nathan terdiam, pandangannya kosong."Ya sudah, kalau begitu D

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 29

    Herlin melangkah cepat menuju toilet wanita, hatinya berdebar-debar. "Silla ... Sayang." Dia memeriksa satu per satu kabin toilet, memanggil nama Silla dengan suara lembut namun penuh harap. Namun, tidak ada jawaban dan ruangannya juga kosong. "Ke mana si Silla?" Herlin menoleh ke kanan dan kiri, matanya tertuju pada satu kabin toilet yang tertutup rapat. Itu adalah kabin terakhir toilet wanita yang belum dia buka, berharap Silla ada di sana. Dia melangkah mendekat. "Silla? Kamu di dalam?" Tok! Tok! Tok! Herlin mengetuk pintu. Sayang, tidak ada jawaban. Herlin mengetuk lagi, kali ini lebih keras. "Silla, buka pintunya! Mama khawatir!" Hening. Herlin pun mulai panik. Dia mencoba membuka pintu toilet, namun terkunci dari dalam. "Silla, apa kamu baik-baik saja?" Suaranya bergetar. Dia terus memutar handle pintu, berusaha untuk bisa membukanya. "Silla!!" "Ada apa, Bu?" Tiba-tiba, seorang cleaning service muncul dari balik sudut toilet. Dia membawa alat pel. "Kok Ibu teriak-teri

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 30

    Silla membuka mata perlahan, pandangannya masih kabur. Ruangan putih rumah sakit memenuhi penglihatannya. Dahi berkerut, kepalanya terasa berat, ingatannya buram. "Di mana aku? Apakah ini rumah sakit?" Seingat Silla, dia berada di toilet. Mual yang tak tertahankan menyerangnya. Isi perutnya tumpah tak terkendali, gelombang demi gelombang. Sakit kepala yang menusuk, pandangannya menggelap... lalu, tubuhnya oleng. "Silla... Sayang." Suara lembut Herlin memecah kesunyian. Wanita itu berdiri di samping tempat tidurnya, bersama Haikal. Wajah Herlin dihiasi senyum simpatik, namun sorot matanya penuh kebahagiaan ."Bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah masih mual, Sayang?" Silla mengerang pelan. "Kepalaku masih berat, Ma. Tapi sudah tidak terlalu mual." Suaranya lemah, namun lega karena rasa mual yang menyiksa sedikit mereda. "Oh ya, kok aku bisa ada di rumah sakit, Ma?" tanyanya, kebingungan masih membayangi. "Kamu pingsan di toilet, Sayang," jawab Haikal lembut, jari-jarinya membelai ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 31

    Nanti baca ulang bab 30 ya, guys. Ada kesalahan isi bab soalnya. setelah itu lanjut ke bab ini.***"Ngapain juga harus melihatnya secara langsung sih, Mas? Nggak penting banget. Yang penting 'kan Dokter udah ngomong dia dalam keadaan baik-baik saja." Elsa merengut kesal, tampak tidak senang mendengar jawaban Nathan.Pria itu hanya menghela napas dengan berat, memutuskan untuk mengakhiri obrolan tentang Silla."Udah... mending sekarang kita tidur, Mas," ajak Elsa. Tangannya menarik lengan Nathan, mengajaknya berbaring bersama di atas kasur yang nyaman.Selimut tebal membungkus tubuh mereka. Elsa, dengan tenang, langsung terlelap dalam pelukan Nathan. Namun, tidur tak kunjung datang bagi Nathan. Bayangan wajah Silla, pucat dan lemah, menghantui pikirannya.'Apa aku coba video call Silla saja, ya? Untuk memastikan keadaannya?'Pikiran itu muncul, menawarkan secercah harapan. Nathan meraih ponselnya di atas nakas. Namun, kenyataan pahit menerjangnya—dia baru menyadari bahwa tak me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 32

    "Iya ... Pak Haikal memberitahu bahwa Nona masuk rumah sakit. Jadi aku datang untuk menjenguk." Shaka menarik kursi kecil di dekat ranjang Silla. Dia meletakkan parsel buah yang dibawanya, lalu memberikan sebuket bunga pada saat Silla bangkit untuk duduk. "Apa aku mengganggu waktu istirahat Nona?""Enggak kok, Kak." Silla menggelengkan kepalanya, lalu menunjuk kantong infusan yang menggantung, tampak tersisa sedikit lagi. "Lagian setelah kantong infusan ini habis ... dokter sudah mengizinkanku pulang, Kak."Senyum Shaka merekah, hangat dan tulus. "Syukurlah. Artinya Nona sudah jauh lebih baik? Oh ya, aku lupa mengucapkan selamat atas kehamilan Nona.""Terima kasih, Kak," jawab Silla, suaranya masih sedikit lemah."Kalau semisalnya Nona membutuhkan sesuatu, jangan sungkan untuk bicara padaku, ya! Perempuan hamil, terutama di awal kehamilan, seringkali memiliki keinginan yang aneh-aneh. Bawaan bayi, katanya." Shaka berucap dengan penuh perhatian. "Dan kalau tidak bisa dituruti, katan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 33

    "Tadi 'kan aku membuangnya, jadi aku ganti. Kamu bisa mengambilnya dan memakan buah yang dari aku, bukan dari Shaka," jelas Nathan lembut, jemarinya menghapus air mata yang membasahi pipi Silla. Silla tersentak. Wajahnya bersemu merah. 'Kak Nathan menghapus air mataku? Ini nyata? Atau mimpi?' Jantung Silla berdegup kencang, dipenuhi rasa bahagia yang tak terkira. Sentuhan Nathan, lembut dan hangat, membuatnya melayang. Aneh, tapi menyenangkan. Sikap Nathan yang berbeda dari biasanya membuat Silla semakin bertanya-tanya, semakin tenggelam dalam kebingungan yang manis. Nathan menarik kursi bekas Shaka, lalu duduk di sana sambil bersedekap. Tatapannya terpaku pada Silla, mengamati setiap detail wajah dan tubuhnya.Bukan sekadar melihat, tapi seakan ingin membaca jiwanya. Ada rasa ingin tahu yang membara di matanya, bercampur dengan keraguan yang mengusik. Silla merasakan tatapan itu seperti sentuhan lembut yang membakar pipinya. Detak ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 34

    "Mama dan Papa ingin memantau perkembangan kehamilan Silla. Selain itu, Mama berpikir akan lebih baik jika Silla dan Elsa tidak tinggal serumah untuk sementara," ujar Herlin lembut, tatapannya penuh makna tertuju pada Nathan. "Kamu mengerti maksud Mama 'kan, Nathan? Mama hanya tidak ingin hubungan Silla dan Elsa semakin renggang. Mungkin jika mereka berjauhan... keduanya bisa saling merindukan." Nathan mengangguk, memahami maksud mertuanya. "Aku mengerti, Ma." "Tapi, kamu harus adil, ya? Kunjungi Silla setidaknya tiga kali dalam seminggu. Dan jangan lupa memberikannya nafkah lahir dan batin." Nathan tertegun. "Nafkah lahir batin???" Dia baru tersadar, selama ini dia belum pernah benar-benar memberikan nafkah lahir pada Silla. Nafkah batin pun hanya sekali, dan itu pun saat dia mabuk. Silla tiba-tiba bersuara, "Seminggu sekali saja, Ma, Kak Nathan mengunjungiku. Tidak perlu tiga hari sekali. Dia "kan sibuk bekerja." Herlin bersikeras, "Nathan bisa mengunjungimu sepulang kerja, Sill

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07

Bab terbaru

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 67

    "Tapi, Kak ... kenapa Elsa bisa berselingkuh, apalagi dengan Daddy? Apa alasannya?" tanya Silla, suaranya bergetar, terbebani oleh keterkejutan yang baru saja dialaminya setelah menonton video syur tersebut.Nathan menjawab dengan suara berat, meskipun raut wajahnya berusaha tegar. Kekecewaan dan luka terpancar dari sorot matanya. "Aku tidak tau alasannya, tapi aku sendiri tidak peduli. Karena apapun alasannya ... intinya dia adalah perempuan yang tidak setia. Aku kecewa, Sil." Kata-katanya tegas, namun di baliknya tersimpan kesedihan yang dalam.Dahlia menarik napas panjang, suaranya teredam oleh rasa getir yang membanjiri hatinya. "Sudahlah, Tan. Tidak perlu membahas masalah Elsa lagi. Mommy muak rasanya." Matanya berkaca-kaca, menahan beban emosi yang begitu berat. "Seperti yang kamu katakan, kita fokus pada perceraian saja, ya, Tan?" Harapannya terpancar dalam tatapannya yang lelah.Nathan mengangguk pelan, sentuhan lembutnya di punggung tangan Dahlia seakan ingin meringanka

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 66

    Keesokan harinya, suasana rumah masih diliputi kesedihan. Herlin menatap punggung suaminya yang tengah bersiap, setelan jas abu tua itu seakan menggambarkan beratnya beban yang dipikul Haikal."Papa ... Papa hari ini langsung mencari Silla lagi, atau ke kantor dulu?" tanyanya lirih, suaranya terdengar khawatir.Haikal berbalik, matanya lelah. "Sebenarnya, Papa mau langsung mencari Silla. Tapi Papa ada rapat penting yang sudah berkali-kali diundur dan tak bisa ditunda lagi." Suaranya terdengar lesu, penuh penyesalan.Herlin mengusap lembut lengan suaminya. "Biarkan Shaka yang mencari Silla, Pa. Nathan juga pasti ikut, kan?"Haikal menggeleng pelan. "Nathan tidak perlu ikut, Ma. Nanti Mama hubungi Nathan saja, suruh dia menghabiskan waktu seharian dengan Elsa. Kasihan Elsa, dia pasti merasa terabaikan karena kita sibuk mencari Silla."Rasa bersalah terpancar dari sorot matanya. Haikal telah berjanji akan lebih memperhatikan Elsa, anak kandungnya yang selama ini mungkin merasa kura

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 65

    Sementara Nathan terpaku di sofa, seakan membeku oleh beban suasana."Elsa, jawab pertanyaan Mommy!" desis Dahlia, tak sabar menunggu penjelasan dari menantunya. Suaranya bergetar, menahan amarah yang membuncah.Air mata Elsa berlinang. Suaranya terbata-bata, "Aku... aku minta maaf, Mom. Aku tidak ada hubungan apa pun dengan Daddy. Semuanya... semuanya terjadi karena Daddy yang memaksaku."Dahlia mengerutkan dahi, tak percaya. "Memaksa? Rekaman itu tidak menunjukkan hal itu, Elsa. Sudahlah, berhenti berkelit. Lebih baik jujur saja."Tangis Elsa semakin menjadi. "Aku sudah jujur, Mom! Tapi bagaimana caranya agar Mommy dan Mas Nathan percaya? Dad ...." Pandangannya mencari Darwin yang sedari tadi hanya diam. "Dad, tolong bicaralah. Katakan pada Mommy dan Mas Nathan bahwa semuanya tidak benar. Daddy yang memaksaku, kan?"Semua mata tertuju pada Darwin. Keheningan mencekam ruangan.Pria itu menarik napas panjang, berat. "Elsa, ku sangka."Mata Elsa melebar, bingung. "Salah san

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 64

    Dahlia menatap Elsa, matanya berkaca-kaca, menahan gelombang emosi yang hampir membanjiri dirinya. Dia berusaha keras memberikan ruang bagi Elsa untuk berbicara, untuk menjelaskan, meskipun hatinya remuk berkeping-keping."Bukti yang Mommy maksud... rekaman yang Nathan lihat," suara Dahlia bergetar, jari-jarinya gemetar saat dia membuka laptop dan memutar rekaman itu kembali. Adegan ciuman Elsa dan Darwin terputar di layar, menusuk jantungnya seperti sebilah pisau. Dia sengaja memutarnya lagi, agar tak ada yang bisa mengelak, tak ada yang bisa bersembunyi di balik kebohongan."Apa... apa ini?!" Elsa tersentak, matanya melebar tak percaya. Dia buru-buru menutup laptop, mencoba menghentikan tayangan yang begitu memalukan."Harusnya Mommy yang bertanya begitu." Suara Dahlia tercekat, suaranya bercampur amarah dan kepedihan. "Apa yang membuat kalian tega melakukan ini pada kami? Kenapa kalian begitu kejam?" Air matanya jatuh membasahi pipinya. Tatapannya tajam, menusuk ke dalam jiwa Elsa

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 63

    Rekaman video itu menampilkan kamar Nathan. Elsa terbaring di tempat tidur, namun yang membuat jantung Nathan berdebar kencang adalah pakaiannya.Elsa mengenakan lingerie sutra berwarna merah marun, sejenis lingerie yang belum pernah dilihat Nathan sebelumnya. Sepertinya lingerie baru. Nathan terpaku. Untuk apa Elsa mengenakan pakaian seperti itu di rumah orang tuanya? Pertanyaan itu menusuk-nusuk pikirannya.Pikiran Nathan melayang. Saat Elsa berada di sana... bukankah itu saat Nathan seharusnya bersama Silla? Kecurigaan itu mulai mengakar kuat dalam benaknya, semakin menguat saat sosok Darwin muncul dari balik pintu.'Daddy?? Kenapa Daddy masuk ke kamarku, dan Elsa...?' Batin Nathan. Matanya membulat sempurna saat menyaksikan adegan yang tak terbayangkan: Darwin mencium bibir Elsa dengan penuh g*irah, dan Elsa menyambutnya dengan sebuah pelukan yang erat.Sebuah amarah membara membakar seluruh tubuh Nathan. "Brengsek!!" teriaknya, suara itu pecah dan penuh kepedihan. Rek

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 62

    "Bagaimana, Pa? Apa kabar dari polisi? Sudah ada kabar tentang Nathan dan Silla?" tanya Herlin, suaranya dipenuhi kecemasan. Sinar matahari siang yang terik menyinari halaman rumah, namun tak mampu menghangatkan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Haikal baru saja menutup telepon dengan petugas kepolisian yang ditugaskan mencari Nathan. Sejak petir menyambar dan memisahkan mereka dari menantunya di tengah guyuran hujan kemarin, Haikal belum berhasil menemukan Nathan. Hanya mobilnya yang tertinggal di tempat kejadian."Belum ada, Ma," jawab Haikal, menggelengkan kepala frustasi. Keringat membasahi dahinya, meski udara terasa panas."Sebaiknya kita beri tahu orang tua Nathan, Pa?" usul Herlin, suaranya sedikit gemetar. Dia tampak lelah, namun tetap tegar."Tunggu dulu, Ma. Kita usahakan dulu hari ini. Kalau sampai sore belum ada kabar… baru kita hubungi mereka." Haikal tak ingin menambah beban kekhawatiran orang tua Nathan, apalagi dengan kabar keberadaan Silla yang belum menemukan titi

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 61

    Beberapa detik Silla membiarkan bibirnya menyatu dengan bibir Nathan, sebelum akhirnya membalas kecupan itu dengan penuh perasaan. Namun, tiba-tiba dia mendengar suara dengkuran halus yang keluar dari bibir Nathan. Pria itu tertidur begitu cepat, tanpa diduga.'Tidak mungkin, Kak Nathan tidur secepat ini? Baru saja dia menciumku. Kukira tadi dia benar-benar ingin berciuman,' batin Silla, rasa kecewa menusuk hatinya. Namun, melihat Nathan tidur dengan tenang dan tanpa beban, sebuah rasa lega dan bahagia pun menyusup hatinya.'Ya sudahlah, tak apa. Anggap saja tadi adalah kecupan perpisahan kita. Karena besok, jika Kak Nathan sudah diizinkan pulang dari rumah sakit... otomatis dia akan pulang ke rumah dan tidak akan bertemu denganku lagi,' batin Silla pilu. Kepalanya bersandar di dada Nathan, air mata mulai membasahi pipinya.***Seperti yang Silla duga semalam, pagi ini dokter mengizinkan Nathan pulang. Kabar itu membawanya pada kelegaan yang begitu dalam, sebuah beban se

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 60

    "E-eh!! Eemm ... Terima kasih, Kak." Wajah Silla memerah, malu-malu. Pandangannya tertunduk.Nathan berusaha bangun dari ranjang, ingin menuju kamar mandi. Namun, tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat."Aaww!!" ringis Nathan, menahan rasa sakit yang menusuk."Kakak kenapa? Kenapa bangun?" Silla dengan sigap mengulurkan tangan, menyentuh dahi Nathan saat pria itu memegangi kepalanya."Aku mau kencing, Sil. Tapi kepalaku sangat sakit." Suaranya terdengar lemah."Kencing di sini saja, Kak. Sebentar ... aku carikan botol." Silla menawarkan solusi yang spontan, tanpa berpikir panjang."Jangan, Sil! Masa pakai botol?" Nathan menahan tangan Silla yang hendak mencari botol. Bayangannya saja sudah membuatnya merasa malu."Tadi Kakak bilang kepalanya sakit," Silla mengingatkan dengan nada lembut, namun tetap bersikeras."Memang sakit. Tapi tidak perlu sampai kencing di botol juga, Sil." Wajah Nathan memerah menahan malu. "Tolong bantu aku saja, antar ke kamar mandi." Suaranya terdengar lir

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 59

    "Karena aku men …," ujar Nathan, suaranya terputus. Rasa malu membanjiri dirinya, dua pipinya memerah padam.Silla mengamati wajah Nathan yang memerah. "Lho, Kakak demam lagi?" tanyanya, jari-jari lentiknya menyentuh dahi sang suami. Kulit Nathan memang terasa panas, namun ini bukan karena demam. "Sebentar, aku panggil dokter, ya, Kak. Tunggu—"Silla berdiri, hendak melangkah pergi, namun Nathan menahan lengannya."Tidak usah, ini bukan demam. Aku baik-baik saja.""Tapi badan Kakak panas," Silla menyentuh leher Nathan, sentuhannya membuat jantung Nathan berdebar-debar semakin kencang. Wajahnya memerah semakin dalam."Iya, tidak apa-apa. Nanti juga hilang sendiri. Duduklah lagi.""Eemmm… baiklah," Silla duduk kembali, raut wajahnya masih dipenuhi keraguan. "Jadi, alasan Kakak tidak mau cerai denganku apa?"Nathan menarik napas dalam-dalam. "Tidak ada alasan. Intinya, aku ingin terus bersamamu.""Elsa? Bagaimana dengan Elsa?" Silla mengerutkan dahi, kebingungan mencengk

DMCA.com Protection Status