Malam semakin larut. Reza sudah tertidur pulas di kamarnya, dan rumah terasa sunyi. Nadia duduk di pinggir tempat tidur sambil melipat baju-baju kecil Reza yang baru selesai ia cuci. Kedamaian sesaat ini terasa rapuh, seolah-olah bisa pecah kapan saja. Ia menoleh ke arah Indra yang masih sibuk dengan laptopnya di meja kerja kecil di sudut kamar. Sejak pulang tadi, Indra belum menoleh sekali pun ke arahnya, tenggelam dalam urusan pekerjaan yang tampaknya tiada habisnya.
“Mas, sudah malam. Mungkin istirahat dulu?” Nadia mencoba membuka percakapan, suaranya lembut, penuh harap.
Indra menengok sekilas, lalu kembali mengetik tanpa menghentikan pekerjaannya. “Sebentar lagi, Nad. Ada yang harus diselesaikan malam ini.”
Jawaban yang sama, untuk kesekian kalinya. Nadia menunduk, menahan perasaan kecewa yang perlahan mulai menyesakkan dadanya. Meski ia sudah terbiasa dengan ketidakpedulian Indra, ada bagian dalam d
Pagi itu, Nadia bangun lebih awal dari biasanya. Ia menatap wajah Reza yang masih terlelap di sampingnya, menghela napas pelan. Beberapa minggu terakhir telah melelahkan secara emosional, dan setiap hari terasa seperti pertarungan untuk mempertahankan pernikahannya. Ia tahu hubungan dengan Indra belum sepenuhnya membaik, meskipun ada sedikit perubahan sejak kelahiran Reza. Tapi entah mengapa, setiap perubahan kecil yang Indra tunjukkan selalu diiringi oleh rasa tidak menentu yang membuat Nadia bingung.Setelah mengantar Reza ke sekolah, Nadia duduk di ruang tamu, merenung. Apakah semua ini akan cukup untuk menyelamatkan rumah tangganya? Dalam hatinya, Nadia terus bergumul dengan berbagai perasaan. Ia masih mencintai Indra, namun cinta itu sudah tidak sekuat dulu. Yang tersisa sekarang adalah keinginan untuk memberi Reza keluarga yang utuh, untuk menciptakan stabilitas yang tidak pernah ia rasakan saat tumbuh dewasa.Tiba-tiba, telepon
Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Indra kembali bekerja larut malam, dan Nadia duduk di ruang tamu, menatap televisi tanpa benar-benar memperhatikan acara yang ditayangkan. Suara Reza yang tertidur nyenyak di kamar hanya membuat kesepiannya semakin terasa. Pikirannya melayang ke percakapan singkat dengan Indra kemarin malam, ketika suaminya berjanji untuk mencoba lebih baik. Tapi apakah itu janji yang bisa ia pegang, atau hanya angin lalu seperti sebelumnya?Nadia menghela napas panjang. Setelah bertahun-tahun bersama, ia mulai merasa kelelahan secara emosional, seolah-olah setiap langkah yang ia ambil selalu diiringi oleh keraguan. Di satu sisi, ia ingin mempercayai Indra, berharap bahwa mereka bisa memperbaiki semuanya. Tapi di sisi lain, rasa sakit yang ia alami selama ini sulit diabaikan. Hatinya selalu terasa teriris setiap kali Indra menunjukkan perhatian yang hanya bersifat sementara, kemudian kembali acuh tak acuh seperti bi
Pagi itu, sinar matahari masuk perlahan melalui tirai tipis di kamar tidur mereka. Nadia terbangun lebih dulu, menatap wajah Indra yang masih terlelap di sebelahnya. Sejenak, ia teringat percakapan mereka malam sebelumnya—janji samar yang Indra ucapkan tentang mencoba memperbaiki keadaan. Ada rasa lega, namun juga khawatir yang masih bersarang di hatinya. Apakah janji itu akan berarti sesuatu kali ini?Nadia bangkit dari tempat tidur dengan hati-hati, tidak ingin membangunkan Indra. Ia berjalan ke kamar Reza yang masih tertidur pulas di ranjang kecilnya. Wajah anaknya yang damai membuat Nadia merasa sedikit tenang. Di tengah semua kekacauan yang ia rasakan, Reza selalu menjadi pengingat bahwa masih ada hal yang berharga dalam hidupnya. Reza adalah pusat dunianya, alasan mengapa ia berusaha begitu keras untuk mempertahankan rumah tangganya.“Reza sayang, kamu akan baik-baik saja,” gumam Nadia pelan sambil menyelimuti t
Hari itu, Reza tampak murung. Nadia memperhatikan anaknya yang duduk di lantai ruang tamu, memainkan mobil-mobilan dengan gerakan pelan dan tanpa semangat. Tidak seperti biasanya, Reza yang ceria tampak lebih banyak diam. Nadia tahu, ada sesuatu yang mengganggu pikiran putranya."Kenapa, Sayang?" Nadia bertanya dengan lembut sambil mendekat, duduk di samping Reza yang terus menatap mainannya tanpa banyak bicara.Reza mengangkat bahunya pelan, masih enggan untuk bicara. Nadia tidak ingin memaksa, tetapi hatinya gelisah. Ia bisa merasakan bahwa Reza mulai merindukan sosok ayah dalam hidupnya—sesuatu yang sulit dipenuhi dengan kehadiran Indra yang sering absen."Reza... Kamu ingin main sama Ayah?" tanya Nadia, mencoba meraba isi hati anaknya.Reza akhirnya mengangguk pelan, lalu menatap Nadia dengan matanya yang besar dan polos. "Iya, Ma. Tapi Ayah sibuk terus... Ayah nggak pernah main sama Reza," ucap Reza dengan suara pelan, namun pe
Beberapa minggu telah berlalu sejak Indra berusaha lebih dekat dengan Reza. Ada perubahan dalam rutinitas keluarga kecil mereka. Meskipun hubungan antara Nadia dan Indra masih penuh jarak, kehadiran Reza sedikit menghangatkan suasana di rumah. Namun, Indra masih sering membawa beban pekerjaannya ke rumah, dan masalah-masalah di tempat kerja kerap kali membuat emosinya tak terkendali.Malam itu, Nadia duduk di ruang tamu sambil mengawasi Reza yang bermain di karpet. Indra baru saja pulang dari kantor, wajahnya tampak tegang. Nadia bisa melihat dari raut wajahnya bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Biasanya, jika sedang dalam suasana hati yang buruk, Indra hanya akan menghindar dan duduk diam di ruang kerja. Namun kali ini, berbeda."Mas, kamu nggak apa-apa?" tanya Nadia hati-hati, mencoba mendekat sambil tetap menjaga nadanya agar tidak terdengar menghakimi.Indra menghela napas panjang, lalu membanting tas kerjanya ke sofa dengan kasar. Suara itu membuat Reza ya
Pagi itu, suasana di rumah terasa lebih tenang. Nadia terbangun lebih awal dari biasanya dan menyiapkan sarapan sederhana untuk keluarganya. Ia berdiri di dapur sambil melamun, mengingat percakapan dengan Indra beberapa hari yang lalu. Ada sedikit perubahan dalam sikap suaminya, meskipun belum sepenuhnya jelas apakah itu akan bertahan. Namun, momen itu cukup untuk memberi Nadia sedikit harapan.Indra berjalan perlahan menuju ruang makan, wajahnya tampak lebih segar. Ia mengenakan pakaian kerja yang rapi, berbeda dengan hari-hari sebelumnya ketika ia tampak kusut dan terbebani. Nadia memperhatikannya dari kejauhan, mencoba membaca perasaan suaminya. Apakah ada yang berubah? Ataukah ini hanya sementara?“Mas, sudah siap sarapan?” tanya Nadia dengan lembut saat ia meletakkan piring-piring di meja.Indra mengangguk, duduk di kursi tanpa banyak berkata-kata. Ia tampak sedikit lebih tenang pagi itu, meskipun tidak sepenuhnya terbuka seperti dulu. Nadia dud
Hari-hari berlalu dengan tenang di rumah Indra dan Nadia, namun di balik keheningan itu, ada banyak hal yang mulai mengusik hati Nadia. Indra memang terlihat lebih peduli akhir-akhir ini, terutama kepada Reza. Namun, di beberapa kesempatan, sikap acuh Indra kembali muncul, membuat Nadia bingung harus bagaimana menyikapi perasaan yang campur aduk itu.Suatu pagi, Nadia sedang duduk di teras rumah sambil mengawasi Reza bermain. Pikirannya melayang jauh, memikirkan apa yang sebenarnya dirasakan Indra. Apakah kehangatan yang ia tunjukkan kepada Reza benar-benar tulus, ataukah itu hanya usaha untuk menutupi kegelisahan dalam dirinya? Nadia merasa ada sesuatu yang belum terselesaikan dalam rumah tangga mereka, tetapi ia tidak bisa menebak apa itu.Saat Nadia masih tenggelam dalam pikirannya, suara pintu rumah terbuka. Indra keluar dengan wajah yang tampak sedikit letih, meskipun jam masih menunjukkan pagi hari. Ia baru saja menyelesaikan beberapa panggilan k
Nadia duduk termenung di kamar, memandangi Reza yang tidur dengan tenang di ranjang kecilnya. Bayi mungil itu terlihat begitu damai, seolah tak ada kekhawatiran yang mengusik dunia kecilnya. Tatapan Nadia perlahan melembut. Hatinya seolah dipenuhi rasa cinta yang mendalam setiap kali melihat anaknya. Reza adalah alasan terbesar baginya untuk tetap bertahan, untuk tetap berjuang mempertahankan rumah tangganya, meski hati dan pikirannya sering kali digoncang oleh ketidakpastian.Nadia menggigit bibir bawahnya, teringat percakapan terakhirnya dengan Indra. Setiap kali ia mencoba mendekat, Indra tampak semakin jauh. Ada rasa frustasi yang menggelayuti benaknya, tetapi dia selalu menenangkan diri dengan satu pemikiran: Demi Reza. Ia tak ingin anaknya tumbuh dalam keluarga yang tercerai-berai. Bagaimanapun caranya, Nadia bertekad untuk membuat keluarga ini tetap utuh.Pagi itu, suasana rumah terasa begitu sunyi. Indra sudah pergi lebih awal ke kanto