Dengan hati tak menentu, Mona melangkah masuk ke kamar yang disediakan untuknya. Belum sempat Mona istirahat, Moza sudah memanggilnya dan menginginkan Mona melayaninya.
“Mona, tolong bawa aku ke kamar mandi!” titah Moza setelah Mona berada di depannya. Tanpa berkata apa pun, Mona langsung membawa majikannya ke kamar mandi dan kemudian membantu memakaikan Moza pakaian. “Dengar Mona, nanti malam Sultan akan membawa seorang Ustadz dan beberapa orang yang bisa menikahkan kalian secara agama, kamu silakan kabari keluarga kamu agar menjadi wali bagi kamu, nanti,” ujar Moza. Mona hanya mengangguk mendengar semua perkataan Moza. “Nanti setelah kamu menikah dengan Sultan, kami akan mendatangkan pembantu ke rumah ini untuk menemani kamu.” “Iya, Madam. Terima kasih,” jawab Mona singkat. Ia sungguh malas berbicara dengan majikannya itu. Mona terus saja menyetujui apa pun yang dikatakan Moza, ia tak sadar bahwa Moza menginginkan dia mengandung, untuk mengambil bayinya. Dalam pikiran Mona, dia hanya diperintahkan menjadi istri sementara tanpa disentuh. Hari telah berubah gelap, Mona memutuskan untuk menghubungi keluarganya agar ada yang mau menjadi wali pada proses akad nikah nanti. “Apa, Kakak akan menikah dengan orang sana?” tanya Hafidz, adik Mona yang masih SMA dalam sambungan telefon. “Iya, Dek. Majikan Kakak mau menolong kakak mengirim uang buat biaya operasi Ayah, dengan syarat kakak harus menikah dengan majikan kakak," jawab Mona. Karena Mona sudah meyakinkan adik-adiknya, dan juga ibunya, akhirnya mereka menyetujui rencana Mona. Mona akan dinikahkan oleh Hafidz, meski hanya lewat Video Call. Azan magrib berkumandang, tak lama kemudian, Moza memanggil Mona ke ruang tamu. Di sana sudah terlihat ada beberapa orang menunggu. "Bersiaplah, aku beri waktu kamu tiga puluh menit," ketus Moza. Mona hanya bisa mengangguk pasrah. Dia pun kembali ke kamarnya dan bersiap memakai baju seadanya, kemudian duduk di depan meja rias, memandangi bayangannya di cermin. "Ya Allah, apa yang hamba lakukan ini sudah benar? Ampuni hamba, jika ini merupakan sebuah dosa, ampuni hamba ya Allah, hamba tak bermaksud mempermainkan syariat pernikahan. Hamba terpaksa melakukan ini, dan Engkau maha tahu hati hamba, ya Robb!" rintihnya dengan air mata berurai tak karuan. Hingga ia tak sadar, tiga puluh menit telah berlalu. Moza yang menunggu Mona di ruang tamu kini terlihat kesal, ia pun segera menelefon gadis itu. ("Mona, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu belum datang?") bentak Moza dalam sambungan telefon itu. Mona tak menjawab Moza, ia mematikan sambungan telefon dan langsung memoles wajahnya dengan sedikit make up agar menyamarkan wajah sembabnya. Selesai berdandan, ia pun menuju ruang tamu. Ternyata di situ Sultan pun sudah duduk di dekat istrinya. "Kamu ini lama sekali, ayo cepat duduk!" titah Moza dengan wajah galak. Mona pun duduk dan perlahan membuka ponselnya untuk melakukan Video Call. "Pak, silakan, ini adik saya, dia yang akan menjadi wali saya, karena ayah saya barusan dioperasi, dan belum sadarkan diri," ucap Mona sambil menyerahkan ponselnya ke orang Indonesia yang akan menikahkannya. "Baik, Mbak. Mister, ayo kita mulai!" ujar orang itu memanggil Sultan. Dengan malas, Sultan pun mendekat, dan mengikuti semua yang dikatakan oleh Ustadz yang berasal dari Indonesia itu. Proses pengucapan Akad pun berlangsung khidmat sampai selesai. "Alhamdulilah, Mister Sultan dan Mbak Mona sekarang sudah sah menjadi suami istri dalam pandangan agama. Jadi, kalian mulai dari sekarang bisa melaksanakan hak dan kewajiban sebagai suami istri. Setelah selesai, ke lima orang Indonesia itu pun berpamitan. Kini tinggal ketiga orang itu yang berada di Villa, Sultan dan kedua istrinya. Perasaan mereka bertiga kini terasa campur aduk, Moza yang tadinya antusias ingin menikahkan Mona dengan suaminya, kini terlihat cemas. Ada kecemasan yang tiba-tiba menghantui dirinya, cemas kalau nanti Sultan justru akan jatuh cinta pada Mona, tetapi dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri, bahwa Sultan tak mungkin jatuh cinta pada seorang pembantu. Sementara Mona, hati Mona semakin ketakutan karena dia menyadari, kini dia telah terikat dengan pernikahan yang tak tahu kemana haluannya. Dia juga sadar, bahwa kini dia terikat perjanjian aneh dengan Moza, entah bagaimana nasibnya nanti, dia hanya bisa berpasrah pada Sang Pengatur kehidupan. Sedangkan Sultan, kini terlihat memandang kedua perempuan yang berstatus istrinya itu secara bergantian. Hati Sultan sendiri tak mengerti kenapa dia mau saja menuruti permintaan gila Moza. 'Baiklah, aku akan menuruti permainan ini, semoga kamu gak akan menangis kalau melihat gadis buluk itu hamil, eh, apa aku harus menyentuh gadis buluk itu? Hmm,' batin Sultan sambil memandangi kedua istrinya secara bergantian. "Ya, sudahlah, Sayang, ayo kita ke kamar!" ajak Sultan pada Moza sambil mendorong kursi roda istrinya meninggalkan Mona duduk sendirian di tengah ruang tamu. "Ok, Sayang, gendong aku dong!" sahut Moza sambil bergelayut manja ke tangan Sultan, sementara matanya melirik ke arah Mona, seolah dia ingin menunjukkan bahwa Sultan hanya mencintainya. Mona yang melihat itu hanya melirik dengan sinis sambil memutar bola matanya. "Dasar wanita aneh, dia sendiri yang menyuruhku menikah denga suaminya, tapi dia bersikap seolah memanasiku. Apa dia pikir aku akan cemburu, dasar gendeng!" gerutu Mona dengan bahasa Indonesia sehingga tak bisa dipahami oleh dua majikannya yang kini terlihat bermesraan sambil berjalan menuju kamar mereka. Setelah Moza dan Sultan masuk ke kamar mereka, Mona juga bergegas masuk ke kamarnya. Dia duduk di tepi jendela yang menghadap langsung ke arah teluk. Di jendela itu, dia bisa mengakses pemandangan indah kota Fujairah, di mana di sana terlihat teluk yang membentang di tengah kota. Karena merasa ngantuk, Mona pun membaringkan diri, dan ia pun terlelap dalam tidurnya. Sementara itu di kamar Sultan, Moza yang kini sudah ditaruh di atas kasur, masih saja bergelayut dan tak mau lepas dari Sultan, seakan dia sedang menggambarkan ketakutannya. Dia takut akan kehilangan Sultan. "Sayang, malam ini temani aku, ya? Kamu boleh melakukan sama perempuan itu ketika aku sudah ada di kota A, ok?" rayu Moza. Sultan terkekeh mendengar perkataan istrinya. "Ya, semoga aku bisa melakukannya, kamu kan tahu, aku tak suka wanita buluk begitu? Aku suka wanita seperti kamu, wangi, dan selalu cantik," balas Sultan dengan rayuan mautnya. Meyakinkan istrinya bahwa di hatinya hanya ada Moza satu-satunya. Sambil bercanda ria, dua sejoli itu pun menenggelamkan diri dalam lautan asmara mereka yang seakan tak akan ada ujungnya, sampai akhirnya keduanya terlelap dalam buaian mimpi. Tak lama setelah itu, Sultan terlihat bangun dari ranjangnya, ia kemudian keluar dan anehnya tanpa ia sadari, ia berjalan menuju kamar Mona yang kebetulan tak dikunci. "Hmm, dasar gadis aneh, kenapa tidurnya begini?"Sultan melangkah mendekati Mona yang terlentang di atas kasur. Dia mengulum senyum melihat posisi gadis itu ketika tidur. Sebuah pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Di mana dia melihat seorang perempuan tertidur dengan kedua tangan dan kaki terentang dan kepala di pinggir ranjang. Di bibir Mona terlihat cairan mengalir ke dagunya. "Gadis buluk, udah mah buluk, jorok lagi, itu kayaknya iler? Duh, bagaimana aku bisa menyentuh wanita macam ini, yang ada aku muntah kalau berdekatan dengannya," gumam Sultan dengan suara yang terdengar jelas, hingga membuat Mona terbangun. "Mister, Anda? Kenapa di kamar saya?" tanya Mona gelagapan. Ia pun beringsut mundur. Ia celingukan mencari hijabnya, tapi sayangnya tak ia temukan. "Ini rumahku, dan kamu sudah sah menjadi istriku, jadi terserah aku mau masuk ke mana pun," jawab Sultan santai. Ia kemudian duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mona dengan tatapan sinis. "Meski saya ini istri Anda, kita tidak bisa saling bersentuh
"Mona, kemarilah! antar Madam ke mobil!" seru Sultan pada Mona, Mona pun bergegas memenuhi panggilan Sultan. Dengan hati-hati, Mona mendorong kursi roda yang diduduki Moza menuju garasi."Mona, aku akan pergi ke kota A, kamu tinggal di sini bersama Yati. Nanti Sultan akan kembali ke sini. Kamu harus mempersiapkan diri!" ujar Moza setelah dia berada di dalam mobil. Mona hanya merespon dengan anggukan, kemudian dia kembali ke dalam Villa setelah mobil Sultan pergi meninggalkan Villa mereka. "Mon, kok, kamu gak ikut Madam sama Mister?" tanya Yati tiba-tiba muncul di belakang Mona.Mona pun tersentak mendengar pertanyaan Yati. "Hmm, Madam dan Mister yang bilang saya harus di sini, saya juga gak tahu kenapa. Saya ini cuma pekerja, jadi ya saya harus menuruti kemauan bos, iya kan, Bu?" jawab Mona santai. Ia tak mau orang lain tahu persoalan hidupnya. "Eh, senang ya, kita ditinggal berdua di sini, kita bisa santai bekerja," sahut Yati sambil tertawa, tapi Mona sama sekali tak tertawa. Di
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
“Marry dan Sisi, pegangi dia!” titah Moza pada kedua pembantunya, sementara dia sendiri mendekatkan kursi rodanya ke arah Mona yang tangannya kini sudah dipegangi.“Lepaskan saya! Kurang ajar kalian! Anda Madam, kenapa Anda ingin menyiksa saya? Anda yang menjebak saya, tapi kenapa saya yang disalahkan?” Mona terus berteriak sambil meronta-ronta.“Jangan banyak omong kamu! Dekatkan wajahnya padaku!” Tanpa banyak bicara, Marry dan Sisi menekan kepala Mona agar mendekat ke arah Moza, Sementara Moza menghunus sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah wajah Mona di depannya. “Rasakan ini, biar kamu jadi jelek!” Moza mengangkat tangannya bermaksud mengarahkan pisah itu ke wajah Mona dan menggoresnya. Namun, belum sempat pisau itu mengenai kulit wajah Mona, Sebuah sepatu melayang ke arah tangan Moza sehingga pisau itu terlepas dari tangannya.“Moza, kenapa kamu keterlaluan?” teriak Sultan dari belakang Moza. Dengan wajah memerah, dia mendekat ke arah Moza dan Mona yang masih dipegangi kedu
Karena terlalu pusing, Sultan alhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Mona. Dia masuk ke apartemen tanpa mengucapkan salam. Dia langsung masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa. "Sultan, kapan kamu masuk? Kok, gak salam dulu?" tanya Mona seraya duduk di sofa depan Sultan. "Maaf, aku lupa, kepalaku pusing sekali makanya aku tadi langsung masuk," jawab Sultan. Mona terlihat manggut-manggut, kemudian dia pergi ke dapur dan membuatkan minuman untuk Sultan. "Minumlah, biar kamu merasa segar!" titah Mona sambil menyodorkan gelas berisi jus Jeruk nipis. "Terima kasih, Mona." Sultan memberikan gelas pada Mona. Entah kenapa bukan cuma kepalanya yang terasa dingin, tapi juga hatinya. Ada sebuah ketenangan yang dia rasakan ketika memandang wajah Mona. Mona menerima gelas itu dan meletakkannya di bar dapur. Setelahnya dia duduk di samping Sultan. "Sini, aku pijitin, biar kamu merasa rilex." Mona menuntun Sultan dan membawanya ke ruang olah raga. "Kamu mau saya olah raga?" t
Sultan merenungi kata-kata sang OB dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar ingin belajar seperti yang dikatakan Mona. Dia sangat penasaran dengan gaya hidup Mona yang menurutnya aneh."Baiklah, aku ingin mendengarkan lebih banyak hal tentang itu. Karenanya, kamu saya angkat menjadi penasehat probadi saya. Assistant Mahdi, silakan beri dia hadiah juga," ujar Sultan sambil meninggalkan ruangan meeting.Dia ingin langsung pergi ke apartemen untuk menemui Mona, tapi dia mendapat telefon dari Moza bahwa ibunya kini berada di rumah Moza. Dia pun langsung memerintahkan sopir untuk membawanya pulang. Selamat siang, Ummi!" sapa Sultan pada ibunya.Amnah menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum ketika melihat sang putri masuk dan langsung memeluknya. "Selamat siang juga Nak, apa kabar kamu?" sambut Amnah sembari membalas pelukan Sultan.Mereka pun duduk di Sofa, tapi Sultan dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang bersama ibunya. Seorang wanita cantik yang tentunya dia kenal, yang tak lain adal
Mona hampir saja kehilangan kendali akibat gerakan Sultan di tubuhnya, tapi dia mendorong tubuh Sultan dengan lembut. “Aku bersedia melakukannya denganmu, tapi dengan satu syarat,” ujar Mona sambil berpindah tempat duduk.“Apa itu, apa kamu mau aku belikan sesuatu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke toko mana pun yang kamu mau?” jawab Sultan dengan penuh antusias. Dia mengira Mona hanya menginginkan hartanya.Mona memutar bola matanya, kemudian mendengkus kasar. “Dasar orang kaya, apa di pikiranmu hanya ada uang dan barang-barang mewah? Aku mau lebih dari barang mewah. Aku mau kamu menjadi suamiku yang sesungguhnya. Kamu harus tahu dan paham, apa tujuan berumah tangga dalam Islam, apa kamu sanggup?” tanya Mona sembari memicingkan matanya. Sultan manggut-manggut karena dia pikir yang dipinta Mona adalah hal yang mudah. “Baik, aku sanggup, hmm tapi bagaimana caranya?” “Hmmm, kamu cari saja tutorialnya di situs Islami, ya pokoknya aku mau kamu melakukan apapun dalam rumah
“Marry dan Sisi, pegangi dia!” titah Moza pada kedua pembantunya, sementara dia sendiri mendekatkan kursi rodanya ke arah Mona yang tangannya kini sudah dipegangi.“Lepaskan saya! Kurang ajar kalian! Anda Madam, kenapa Anda ingin menyiksa saya? Anda yang menjebak saya, tapi kenapa saya yang disalahkan?” Mona terus berteriak sambil meronta-ronta.“Jangan banyak omong kamu! Dekatkan wajahnya padaku!” Tanpa banyak bicara, Marry dan Sisi menekan kepala Mona agar mendekat ke arah Moza, Sementara Moza menghunus sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah wajah Mona di depannya. “Rasakan ini, biar kamu jadi jelek!” Moza mengangkat tangannya bermaksud mengarahkan pisah itu ke wajah Mona dan menggoresnya. Namun, belum sempat pisau itu mengenai kulit wajah Mona, Sebuah sepatu melayang ke arah tangan Moza sehingga pisau itu terlepas dari tangannya.“Moza, kenapa kamu keterlaluan?” teriak Sultan dari belakang Moza. Dengan wajah memerah, dia mendekat ke arah Moza dan Mona yang masih dipegangi kedu
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya