Sultan melangkah mendekati Mona yang terlentang di atas kasur. Dia mengulum senyum melihat posisi gadis itu ketika tidur. Sebuah pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Di mana dia melihat seorang perempuan tertidur dengan kedua tangan dan kaki terentang dan kepala di pinggir ranjang. Di bibir Mona terlihat cairan mengalir ke dagunya.
"Gadis buluk, udah mah buluk, jorok lagi, itu kayaknya iler? Duh, bagaimana aku bisa menyentuh wanita macam ini, yang ada aku muntah kalau berdekatan dengannya," gumam Sultan dengan suara yang terdengar jelas, hingga membuat Mona terbangun. "Mister, Anda? Kenapa di kamar saya?" tanya Mona gelagapan. Ia pun beringsut mundur. Ia celingukan mencari hijabnya, tapi sayangnya tak ia temukan. "Ini rumahku, dan kamu sudah sah menjadi istriku, jadi terserah aku mau masuk ke mana pun," jawab Sultan santai. Ia kemudian duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mona dengan tatapan sinis. "Meski saya ini istri Anda, kita tidak bisa saling bersentuhan, karena pernikahan ini hanya sementara, itu kan perjanjiannya," tegas Mona sambil terus mencari kerudungnya. "Hmm, gadis bodoh! Apa kamu tidak membaca surat perjanjiannya? Saya akan tunjukkan ke kamu," ucap Sultan seraya melangkah menuju meja rias Mona. Dia mengambil kertas yang teronggok di atas meja rias kemudian menyerahkan ke Mona dengan kasar. "Nih, baca baik-baik! Kamu bisa bahasa Arab-Inggris, kan?" titah Sultan sambil melempar kertas itu ke wajah Mona. Mona pun menyalakan lampu, kemudian membaca kalimat yang tertulis di kertas itu satu persatu. Wajahnya kini berubah pias saat membaca bahwa dia harus hamil dan harus melahirkan dan setelah lahiran, dia harus serahkan bayinya ke tangan Moza dan Sultan. "Ini tidak mungkin! Astagfirullahal adzim, kenapa aku tak membaca ini dari pertama? Ya Allah, bagaimana ini, bagaimana ini?" Mona menjerit histeris seraya melempar kertas itu ke atas lantai. Sementara Sultan terlihat terkekeh meledeknya. "Ha ha ha, kamu jangan bersandiwara! Kamu menikmati uang yang diberikan istriku, iya kan?" ledek Sultan diiringi suara tawanya yang menggema di ruangan yang kedap suara itu. Mona tak merespon perkataan laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu. Ia terus menangis merutuki kebodohannya sendiri, ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan? Bagaimana mungkin dia akan mengandung dan melahirkan lalu menyerahkan bayinya ke orang lain. Itu adalah hal konyol yang tak mungkin dia lakukan, tetapi apa mungkin dia mampu menolak kemauan Sultan dan istrinya, sementara dia sudah terikat perjanjian. Melihat perempuan di depannya menangis, Sultan akhrinya memutuskan untuk ke luar dari kamar Mona. Ia sudah merasa puas dengan mengerjai perempuan itu. Selama ini, Sultan dan Mona tak pernah saling sapa. Mona pun tak bisa diperintah sembarangan selain tugas yang sudah diberikan. Selama Mona bekerja di situ, Mona adalah orang yang tak bisa dikadali seperti pembantu lainnya, yang mau saja disuruh mengerjakan sesuatu yang tak tercantum di kontrak mereka. Hari telah berganti pagi, Moza meminta Mona untuk melayaninya untuk terakhir kali, sebelum Moza dibawa ke A oleh Sultan. "Madam, apa saya boleh bertanya? tanya Mona ketika dia sudah selesai melaksanakan tugasnya. "Apa yang ingin kamu tanyakan?" jawab Moza sinis. "Kenapa di perjanjian itu tertulis saya harus hamil dan melahirkan anak? Bukankah Madam bilang, nanti Mister tak akan menyentuh saya?" Mona kembali bertanya. Moza terlihat menyeringai. "Suka-suka aku, aku sudah mengontrak kamu. Jadi, kamu harus ikuti aturanku," ledek Moza. Mona pun terlihat geram. "Madam menipu saya!" sentak Mona. Moza tertawa terbahak mendengar ucapan Mona. "Kalau begitu, kembalikan uangku!" ucapnya diiringi tawa yang menggelegar. Perkataan Moza itu membuat Mona mati kutu. Dia tak mampu lagi menjawab Moza. "Ya sudah, sekarang antar aku ke ruang depan. Aku akan menunggu Sultan," ujar Moza. Mona pun menuruti majikan yang sudah menjadi madunya itu. Tak lama menunggu, Sultan pun datang membawa assisten rumah tangga seperti yang dia janjikan. "Yati, ini rumah saya, itu Madam," tunjuk Sultan pada wanita yang ternyata satu kebangsaan dengan Mona. "Assalamu alaikum, Madam," sapa wanita yang bernama Yati itu pada Moza. "Alaikum salam, Mona, ajak teman kamu ke kamar yang sudah disediakan!" titah Moza pada Mona yang berada di belakangnya. Mona pun gegas mendekat ke arah Bu Yati. "Ayo, Bu. Saya antar!" ajak Mona, Yati pun tersenyum dan bergegas mengikuti Mona. "Mona, nanti bersiaplah, aku akan mengajak istriku jalan-jalan, kamu harus ikut!" ucap Sultan seraya melirik ke arah istri mudanya. Dia sengaja meledek Mona yang kini sudah terlihat kesal. "Ini kamar Bu Yati, silakan!" Mona membuka pintu kamar yang disediakan untuk pembantu yang bekerja di situ. "Iya, Neng. Terima kasih. Neng tidur di sini juga?" tanya Bu Yati. Mona mencoba tersenyum, meski hatinya terasa perih, mengingat statusnya yang tak jelas di rumah itu. "Kamar saya ada di atas, Bu," jawab Mona singkat. Ia tak mau banyak bicara dan membuat Yati bingung. Yati terlihat akan bicara lagi, tetapi suara Sultan kembali terdengar menggelegar memanggil Mona. "Mona, kamu di mana?" teriak Sultan dari arah ruang tamu. Mona pun gegas undur diri dari hadapan Yati, karena ingin memenuhi panggilan majikan mereka. "Bu, saya permisi, saya harus menemani majikan. Ibu istirahat aja dulu, nanti saya tanya ke Mister, apa saja tugas ibu di sini," ucap Mona sopan. "Lelet amat, kamu! Emangnya kamu ke mana aja? Ayo, dorong Moza, kamu jangan malas! Mentang-mentang kamu saya nikahi, lantas kamu mau enak-enak di sini? Ingat, kamu ini tetap pembantu bagi kami!" omel Sultan sambil menunjuk wajah Mona. Dengan penuh kekesalan, Mona mendorong Moza dan membawanya ke luar Villa. Tak lama kemudian, Sultan menyusul mereka dan mengajak duduk di kursi yang terletak di pinggir kolam renang. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat indah di mana di halaman rumah mereka terdapat taman dan kolam renang. Tak jauh dari gerbang, terlihat teluk yang memanjang. Moza dan Sultan duduk di bangku taman, sedangkan Mona, disuruh duduk di kursi lain menyaksikan kemesraan mereka. Mereka berdua seakan sengaja meledek Mona, terutama Moza, dia sepertinya ingin sekali menunjukkan pada dunia bahwa dia adalah pemilik Sultan. "Sayang, apa nanti kamu akan tinggal lama di sini?" tanya Moza manja. Sultan menjawab dengan senyuman miring. "Ya paling dua hari, apa kamu keberatan?" Sultan bertanya pada istrinya. Moza memalingkan wajahnya tak berani menatap suaminya. Dia tahu, sekarang ini hatinya sangat kacau. Sebagai wanita biasa, tentu dia merasa takut suaminya akan terpincut wanita lain. Meski dia sendiri yang memilihkan madu untuknya."Mona, kemarilah! antar Madam ke mobil!" seru Sultan pada Mona, Mona pun bergegas memenuhi panggilan Sultan. Dengan hati-hati, Mona mendorong kursi roda yang diduduki Moza menuju garasi."Mona, aku akan pergi ke kota A, kamu tinggal di sini bersama Yati. Nanti Sultan akan kembali ke sini. Kamu harus mempersiapkan diri!" ujar Moza setelah dia berada di dalam mobil. Mona hanya merespon dengan anggukan, kemudian dia kembali ke dalam Villa setelah mobil Sultan pergi meninggalkan Villa mereka. "Mon, kok, kamu gak ikut Madam sama Mister?" tanya Yati tiba-tiba muncul di belakang Mona.Mona pun tersentak mendengar pertanyaan Yati. "Hmm, Madam dan Mister yang bilang saya harus di sini, saya juga gak tahu kenapa. Saya ini cuma pekerja, jadi ya saya harus menuruti kemauan bos, iya kan, Bu?" jawab Mona santai. Ia tak mau orang lain tahu persoalan hidupnya. "Eh, senang ya, kita ditinggal berdua di sini, kita bisa santai bekerja," sahut Yati sambil tertawa, tapi Mona sama sekali tak tertawa. Di
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
“Marry dan Sisi, pegangi dia!” titah Moza pada kedua pembantunya, sementara dia sendiri mendekatkan kursi rodanya ke arah Mona yang tangannya kini sudah dipegangi.“Lepaskan saya! Kurang ajar kalian! Anda Madam, kenapa Anda ingin menyiksa saya? Anda yang menjebak saya, tapi kenapa saya yang disalahkan?” Mona terus berteriak sambil meronta-ronta.“Jangan banyak omong kamu! Dekatkan wajahnya padaku!” Tanpa banyak bicara, Marry dan Sisi menekan kepala Mona agar mendekat ke arah Moza, Sementara Moza menghunus sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah wajah Mona di depannya. “Rasakan ini, biar kamu jadi jelek!” Moza mengangkat tangannya bermaksud mengarahkan pisah itu ke wajah Mona dan menggoresnya. Namun, belum sempat pisau itu mengenai kulit wajah Mona, Sebuah sepatu melayang ke arah tangan Moza sehingga pisau itu terlepas dari tangannya.“Moza, kenapa kamu keterlaluan?” teriak Sultan dari belakang Moza. Dengan wajah memerah, dia mendekat ke arah Moza dan Mona yang masih dipegangi kedu
Mona hampir saja kehilangan kendali akibat gerakan Sultan di tubuhnya, tapi dia mendorong tubuh Sultan dengan lembut. “Aku bersedia melakukannya denganmu, tapi dengan satu syarat,” ujar Mona sambil berpindah tempat duduk.“Apa itu, apa kamu mau aku belikan sesuatu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke toko mana pun yang kamu mau?” jawab Sultan dengan penuh antusias. Dia mengira Mona hanya menginginkan hartanya.Mona memutar bola matanya, kemudian mendengkus kasar. “Dasar orang kaya, apa di pikiranmu hanya ada uang dan barang-barang mewah? Aku mau lebih dari barang mewah. Aku mau kamu menjadi suamiku yang sesungguhnya. Kamu harus tahu dan paham, apa tujuan berumah tangga dalam Islam, apa kamu sanggup?” tanya Mona sembari memicingkan matanya. Sultan manggut-manggut karena dia pikir yang dipinta Mona adalah hal yang mudah. “Baik, aku sanggup, hmm tapi bagaimana caranya?” “Hmmm, kamu cari saja tutorialnya di situs Islami, ya pokoknya aku mau kamu melakukan apapun dalam rumah
Karena terlalu pusing, Sultan alhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Mona. Dia masuk ke apartemen tanpa mengucapkan salam. Dia langsung masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa. "Sultan, kapan kamu masuk? Kok, gak salam dulu?" tanya Mona seraya duduk di sofa depan Sultan. "Maaf, aku lupa, kepalaku pusing sekali makanya aku tadi langsung masuk," jawab Sultan. Mona terlihat manggut-manggut, kemudian dia pergi ke dapur dan membuatkan minuman untuk Sultan. "Minumlah, biar kamu merasa segar!" titah Mona sambil menyodorkan gelas berisi jus Jeruk nipis. "Terima kasih, Mona." Sultan memberikan gelas pada Mona. Entah kenapa bukan cuma kepalanya yang terasa dingin, tapi juga hatinya. Ada sebuah ketenangan yang dia rasakan ketika memandang wajah Mona. Mona menerima gelas itu dan meletakkannya di bar dapur. Setelahnya dia duduk di samping Sultan. "Sini, aku pijitin, biar kamu merasa rilex." Mona menuntun Sultan dan membawanya ke ruang olah raga. "Kamu mau saya olah raga?" t
Sultan merenungi kata-kata sang OB dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar ingin belajar seperti yang dikatakan Mona. Dia sangat penasaran dengan gaya hidup Mona yang menurutnya aneh."Baiklah, aku ingin mendengarkan lebih banyak hal tentang itu. Karenanya, kamu saya angkat menjadi penasehat probadi saya. Assistant Mahdi, silakan beri dia hadiah juga," ujar Sultan sambil meninggalkan ruangan meeting.Dia ingin langsung pergi ke apartemen untuk menemui Mona, tapi dia mendapat telefon dari Moza bahwa ibunya kini berada di rumah Moza. Dia pun langsung memerintahkan sopir untuk membawanya pulang. Selamat siang, Ummi!" sapa Sultan pada ibunya.Amnah menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum ketika melihat sang putri masuk dan langsung memeluknya. "Selamat siang juga Nak, apa kabar kamu?" sambut Amnah sembari membalas pelukan Sultan.Mereka pun duduk di Sofa, tapi Sultan dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang bersama ibunya. Seorang wanita cantik yang tentunya dia kenal, yang tak lain adal
Mona hampir saja kehilangan kendali akibat gerakan Sultan di tubuhnya, tapi dia mendorong tubuh Sultan dengan lembut. “Aku bersedia melakukannya denganmu, tapi dengan satu syarat,” ujar Mona sambil berpindah tempat duduk.“Apa itu, apa kamu mau aku belikan sesuatu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke toko mana pun yang kamu mau?” jawab Sultan dengan penuh antusias. Dia mengira Mona hanya menginginkan hartanya.Mona memutar bola matanya, kemudian mendengkus kasar. “Dasar orang kaya, apa di pikiranmu hanya ada uang dan barang-barang mewah? Aku mau lebih dari barang mewah. Aku mau kamu menjadi suamiku yang sesungguhnya. Kamu harus tahu dan paham, apa tujuan berumah tangga dalam Islam, apa kamu sanggup?” tanya Mona sembari memicingkan matanya. Sultan manggut-manggut karena dia pikir yang dipinta Mona adalah hal yang mudah. “Baik, aku sanggup, hmm tapi bagaimana caranya?” “Hmmm, kamu cari saja tutorialnya di situs Islami, ya pokoknya aku mau kamu melakukan apapun dalam rumah
“Marry dan Sisi, pegangi dia!” titah Moza pada kedua pembantunya, sementara dia sendiri mendekatkan kursi rodanya ke arah Mona yang tangannya kini sudah dipegangi.“Lepaskan saya! Kurang ajar kalian! Anda Madam, kenapa Anda ingin menyiksa saya? Anda yang menjebak saya, tapi kenapa saya yang disalahkan?” Mona terus berteriak sambil meronta-ronta.“Jangan banyak omong kamu! Dekatkan wajahnya padaku!” Tanpa banyak bicara, Marry dan Sisi menekan kepala Mona agar mendekat ke arah Moza, Sementara Moza menghunus sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah wajah Mona di depannya. “Rasakan ini, biar kamu jadi jelek!” Moza mengangkat tangannya bermaksud mengarahkan pisah itu ke wajah Mona dan menggoresnya. Namun, belum sempat pisau itu mengenai kulit wajah Mona, Sebuah sepatu melayang ke arah tangan Moza sehingga pisau itu terlepas dari tangannya.“Moza, kenapa kamu keterlaluan?” teriak Sultan dari belakang Moza. Dengan wajah memerah, dia mendekat ke arah Moza dan Mona yang masih dipegangi kedu
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya