Mengerjai Sultan

"Mona, kemarilah! antar Madam ke mobil!" seru Sultan pada Mona, Mona pun bergegas memenuhi panggilan Sultan. Dengan hati-hati, Mona mendorong kursi roda yang diduduki Moza menuju garasi.

"Mona, aku akan pergi ke kota A, kamu tinggal di sini bersama Yati. Nanti Sultan akan kembali ke sini. Kamu harus mempersiapkan diri!" ujar Moza setelah dia berada di dalam mobil.

Mona hanya merespon dengan anggukan, kemudian dia kembali ke dalam Villa setelah mobil Sultan pergi meninggalkan Villa mereka.

"Mon, kok, kamu gak ikut Madam sama Mister?" tanya Yati tiba-tiba muncul di belakang Mona.

Mona pun tersentak mendengar pertanyaan Yati. "Hmm, Madam dan Mister yang bilang saya harus di sini, saya juga gak tahu kenapa. Saya ini cuma pekerja, jadi ya saya harus menuruti kemauan bos, iya kan, Bu?" jawab Mona santai. Ia tak mau orang lain tahu persoalan hidupnya.

"Eh, senang ya, kita ditinggal berdua di sini, kita bisa santai bekerja," sahut Yati sambil tertawa, tapi Mona sama sekali tak tertawa. Dia lebih tahu sifat majikannya yang tak mungkin membiarkan mereka santai. Moza pasti akan mengawasi mereka lewat cctv.

Benar saja, belum sempat Mona dan Yati istirahat, ponsel mereka kini berdering, dan di layarnya tertera Madam is calling. ("Iya, Madam. ada apa?") tanya Mona sesaat setelah menggeser layar untuk menjawab panggilan Moza.

("Mona, dan kamu Yati, jangan coba-coba kalian berleha-leha di Villa saya, ayo kerjakan semua kerjaan kalian. Kamu Mona, bersihin Villa selama saya belum ke sana lagi!") cerocos Moza dalam sambungan telefon itu.

Mona dan Yati hanya mendengkus kesal mendengar ucapan majikan mereka yang bawel itu.

"Ya ampun, kirain kita gak diawasi, dasar nenek lampir!" maki Yati penuh kekesalan, sementara Mona hanya tersenyum geli melihat teman kerjanya itu.

Siang berganti malam, Yati sudah pergi tidur ke kamarnya, sementara Mona, masih duduk termenung di balkon memandangi pinggir teluk yang terlihat indah karena dihiasi lampu-lampu malam.

"Ya Allah, apa aku kabur saja, ya? aku gak mau dijadiin seperti ternak, yang harus beranak kemudian anakku harus diserahkan pada mereka. Aku gak mau anakku hidup bersama orang lain, aku gak mau!" Mona terus merutuki keadaannya.

Dia memejamkan mata sambil berpikir, apa harus dia pergi meninggalkan Villa Sultan. Setelah mendapat keputusan, dia pun menyiapkan pakaiannya di koper. Setelah itu, dia berjalan ke arah ruangan kontrol cctv dan kwh. Dia bergegas memadakan listrik di Villa itu.

Setelah selesai, dia pun pergi ke gerbang.

Baru saja dia akan membuka, gerbang itu sudah terbuka dengan sendirinya. Di depan gerbang, terlihat sebuah mobil yang tak lain adalah mobil Sultan.

"Ups, sialan! dia udah datang," gerutu Mona sambil menghentakkan kakinya.

"Mau kemana kamu? kabur?" tanya Sultan setelah keluar dari mobilnya. Mona tak menjawab pertanyaan Sultan, dia malah pergi berlalu dari hadapan majikan yang sudah menjadi suaminya itu. "Eh, dasar anak gak tahu sopan santun! berhenti di situ!" teriak Sultan menghentikan Mona. Mona pun terpaksa berhenti dan menoleh.

Sultan keluar dengan membawa paper bag di tangannya, lalu ia berjalan mendekat ke arah istri mudanya kemudian berhenti tepat di depannya. Tanpa permisi terlebih dulu, Sultan segera menyambar tangan Mona dan menariknya pelan. "Ayo jalan!" ajaknya sambil menggandeng tangan Mona membuat darah Mona berdesir. Jantungnya terasa berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

Sultan terus membawa Mona berjalan menuju kamarnya. Mona menghentikan langkahnya ketika dia menyadari bahwa Sultan akan membawanya ke kamar mereka. "Kita mau kemana Mister?" tanya Mona dengan suara bergetar.

Sultan terkekeh mendengar pertanyaan Mona. "Kamu jangan berpura-pura, kita sudah menikah, tentu saja kita harus melakukan tugas kita, ayo!" ucapnya dengan suara parau.

Mona yang sudah berkeringat dingin itu kini berusaha untul lari menghindar, tapi sayangnya Sultan menarik tangan Mona hingga membuat Mona tersungkur.

"Aww! Anda kasar sekali! saya bukan perempuan murahan, saya gak mau!" sergah Mona.

Sultan tersenyum sinis, sambil meletakkan paper bag di lantai, ia pun berjalan maju mendekati Mona, hingga membuat Mona reflex mundur. Namun naasnya, punggungnya membentur sesuatu di belakangnya.

"Ah, sial! ada tembok lagi," gerutunya kesal sambil menyandarkan diri ke tembok.

Sementara Sultan makin mendekat dan kini menguncinya. "Kamu jangan pura-pura, kamu sudah menyetujui kontrak itu, itu artinya kamu sudah menjual diri kamu padaku."

"Tidak, aku melakukan itu karena terpaksa. Orang tuaku kecelakaan, dan sekarang di rumah sakit perlu dioperasi. Jadi, aku terpaksa menerima kontrak itu. Aku mohon padamu, jangan sentuh aku, aku akan membayar utangku, jangan sentuh aku!" rintih Mona di depan Sultan. Dia menangis sesegukan layaknya anak kecil.

Melihat Mona menangis, Sultan bukannya kasihan, tetapi dia makin menjadi-jadi. "Aku juga sama dengamu. Aku tak sudi menyentuhmu, tapi aku hanya ingin melaksanakan permintaan istriku. Jadi, kamu jangan kegeeran!"

"Saya tahu, saya tahu Mister jijik sama saya, jadi, tolong jangan lakukan apa pun!" Mona kembali memohon.

"Mudah saja kalau kamu gak mau kusentuh, kamu harus bayar uang yang sudah diberikan istriku!"

"Baik, saya akan membayarnya. Mister bisa memotong gaji saya," mohon Mona sekali lagi.

"Hahahha, memotong gaji kamu? Gaji kamu 1000 Dirham, hutang kamu 300 ribu, Jadi, kamu akan melunasinya selama 300 bulan, atau dua puluh lima tahun. Begitu yang kamu inginkan?"

Mona tertunduk lesu, mana mungkin dia akan melakukan itu. Mana mungkin dia akan menghabiskan wakti 25 tahun untuk bekerja tanpa menerima gaji sedikit pun.

"Sudahlah, dari pada kamu berpikir terus, lebih haik kamu sekarang mandi, dan pakai pakaian yang bagus,

nanti aku menyusul ke kamar kamu. Nih, baju yang harus kamu pakai, bawa masuk!" ujar Sultan sembari menyerahkan paper bag ke tangan Mona.

Mona yang tak punya pilihan lain, kini hanya bisa pasrah, dia menerima paper bag itu dan berlalu menuju kamarnya.

Di dalam kamarnya, dia berjalan mondar-mandir mencari ide agar bisa lepas dari Sultan.

"Aha, aku dapat ide. Semoga ide ini bisa mencegah orang itu meniduriku," teriaknya girang sambil berloncat loncat. Setelahnya, dia pergi ke kamar mandi untuk melaksanakan ide gilanya.

Sultan yang sudah tak sabar ingin tidur dan istirahat, dia kini masuk ke kamar Mona dan berbaring di ranjang Mona. "Mona, ayo cepat keluar, aku ngantuk ni, jangan lama-lama di kamar mandi!" teriak Sultan.

Mona yang sedang melakukan ide gilanya, kini bersiap membuka kamar mandi.

Ceklek

Pintu terbuka. Dengan malu-malu Mona keluar dari kamar mandi. Sultan mendongak ke arah Mona. Matanya terbelalak melihat wanita yang sudah menjadi istrinya itu.

"Hueeek!"