Ardi terdiam mendengar pertanyaan dari istrinya. Dia menghela napas kemudian menghembuskan pelan. "Kata Ummi, dia tak akan menyuruhku menikah lagi, asal kamu mempunyai anak," jawab Ardi pelan, tapi mampu membuat Arda tersentak kaget.
"Punya anak? Lalu harus bagaimana, kamu kan tahu, rahimku bermasalah sejak kecelakaan itu, lalu, bagaimana aku punya anak, bagaimana ini?" Arda mulai meracau, ia sungguh tak sanggup menerima kenyataan hidupnya, tapi dia juga tak sanggup dimadu. Dulu, wanita akan selalu pasrah kalau dimadu, tetapi seiring berjalannya waktu dan bergantinya zaman, wanita zaman sekarang, banyak yang tak terima dimadu. Seperti kebanyakan wanita di negara-negara lainnya, wanita di negara itu sekarang sudah berani menolak dimadu. Mereka lebih memilih menjanda dari pada dimadu, meski setelah menjadi janda, mereka akan sangat sulit mendapat jodoh lagi, karena para lelaki arab lebih memilih yang masih gadis dari pada yang sudah menjanda. Arda kembali teringat dengan tawaran yang ia berikan pada Meiza, dia ingin suaminya menikahi Meiza, tetapi dia tak mau suaminya menyentuh Meiza. 'Apa aku harus meminta mereka menikah? lalu, Meiza biarkan dia hami dan setelah dia lahiran, anaknya akan kuakui sebagai anakku. Apa aku harus merelakan suamiku menyentuh dia?' pikir Arda. Dia mengatur napasnya sebelum memulai pembicaraan. "Sayang, aku punya ide. Aku mau kamu nikahi Meiza." Ardi terbelalak mendengar perkataan istrinya. "Apa, kamu bercanda? Jangan ngaco, kamu!" Wajah laki-laki itu kini memerah menahan amarah. Arda a yang melihat gelagat suaminya akan marah besar, segera menjatuhkan diri di depannya sehingga membuat Ardi bergerak cepat untuk meraih tubuh istrinya. Tetapi, Arda menolak berdiri, dia malah memeluk tubuh kaki suaminya. "Aku mohon sama kamu, menikahlah dengan Meiza, kalau dia hamil, nanti kita akui dia sebagai anak kita." "Kamu gila! Mana mungkin aku menikahi pembantu buluk itu?" "Kalian hanya perlu menikah secara agama, kita undang beberapa orang untuk menikahkan kalian, setelah itu, biar dia tinggal di Villa kita di kota Al Dira, biar gak ada yang tahu. Ayolah! Aku mohon, demi aku. Lakukanlah untukku!" Ratu terus memohon pada Ardi Ardi berpikir keras apa yang harus ia lakukan. Haruskah dia menuruti Istrinya, atau kah memenuhi keinginan ibunya. "Sebaiknya aku turuti saja kemauan Arda, kalau soal menyentuh pembantu buluk itu, bagaimana nanti saja," batin Ardi. "Baiklah, aku akan menuruti keinginanmu, tetapi ini harus dirahasiakan. Aku tak mau ketahuan menikahi pembantu," tegas Ardi. "Baiklah, terima kasih, suamiku. Kamu persiapkan tempat dan orang yang bisa menikahkan kalian secara sirri, aku akan menyiapkan Meiza." Ratu Arda tersenyum penuh kemenangan mendengar suaminya menyetujui permintaannya. Baginya, dari pada Ardi menikah dengan perempuan kaya juga, pasti nanti akan membuatnya tersingkir, lebih baik dia meminta Ardi menikahi pembantu secara sementara, karena Ardi tak mungkin akan jatuh cinta pada Meiza yang memang berwajah sederhana. Sementara itu, Meiza yang kini telah berada di kamar khusus pembantu, disambut dengan berbagai pertanyaan oleh teman-temannya. "Meiza, bagaimana sekarang? Apa Madam akan melaporkan kamu ke polisi?" tanya Janet. Meiza hanya menggeleng. "Meiza, kalau sebaiknya kamu minta maaf dan akui kesalahan kamu, biar kamu dimaafkan!" kata Sisi. "Saya tak akan mengakui suatu perbuatan yang tak pernah aku lakukan!" sahut Meiza tegas tanpa melihat ke arah mereka. "Halah, semua sudah terbukti kok. Kamu kan yang mencuri kalung itu. Kan kita semua melihatnya dengan jelas, kalung itu ada di bawah baju kamu," timpal Mary. Mendengar perkataan Mary yang memojokkannya, Meiza menoleh dengan tatapan menghunus. "Yang tahu siapa pencuri itu cuma Allah, Madam Arda dan kamu!" balas Meiza dengan menatap tajam ke arah Mary sehingga Mary terlihat ketakutan. Belum selesai, Meiza mencecar Mary, ponselnya kini terlihat berbunyi. "Jangan lupa, kasih aku keputusanmu besok!" Detik berjalan, menit berlalu, malam kian larut ketika Meiza terbangun dari tidurnya. Dia mendapati hari sudah pukul 5 dini hari, tetapi karena pada saat itu sedang berada di musim dingin, maka hari pun masih gelap, azan pun belum berkumandang. Pada musim dingin, di wilayah yang mempunyai empat musim biasanya malam lebih panjang, magrib pada jam 6, dan azan subuh pun bisa jam 6 kurang. Meiza melirik ke arah temannya yang masih terlelap. Ia pun pergi ke kamar mandi, setelahnya dia pun melaksanakan Tahajjud. Meiza terus berdoa agar diberi petunjuk. Setelah lama berdoa, akhirnya dia memutuskan untuk menolak tawaran Arda. Dia akan berjuang untuk menegakkan keadilan untuk dirinya sendiri. Keesokan harinya, Meiza pun diminta memasuki ruangan Arda. "Bagaimana, Meiza? Apa kamu sudah mengambil keputusan?" tanya Arda menyelidik. Mata wanita itu tak pernah lepas dari wajah Meiza. Dengan sekali tarikan napas, Meiza akhirnya berbicara; "Saya tetap tak mau menerima tawaran Anda," jawab Meiza.tegas. Wajah Arda terlihat memerah, ia pun mulai melampiaskan dengan memukul kursi. "Lancang, kamu!" bentaknya tak kalah sengit. Namun, baru saja mereka akan mulai berbicara, terdengar sebuah notifikasi dari ponsel Meiza. Meiza pun menggeser layar ponselnya. Betapa terkejutnya dia, ketika membaca chat dari keluarganya di kampung. ["Kak, kemana aja? Kenapa gak ngebel-ngebel? Ayah, Kak, ayah kecelakaan!"]Dengan hati tak menentu, Mona melangkah masuk ke kamar yang disediakan untuknya. Belum sempat Mona istirahat, Moza sudah memanggilnya dan menginginkan Mona melayaninya. “Mona, tolong bawa aku ke kamar mandi!” titah Moza setelah Mona berada di depannya. Tanpa berkata apa pun, Mona langsung membawa majikannya ke kamar mandi dan kemudian membantu memakaikan Moza pakaian. “Dengar Mona, nanti malam Sultan akan membawa seorang Ustadz dan beberapa orang yang bisa menikahkan kalian secara agama, kamu silakan kabari keluarga kamu agar menjadi wali bagi kamu, nanti,” ujar Moza. Mona hanya mengangguk mendengar semua perkataan Moza. “Nanti setelah kamu menikah dengan Sultan, kami akan mendatangkan pembantu ke rumah ini untuk menemani kamu.” “Iya, Madam. Terima kasih,” jawab Mona singkat. Ia sungguh malas berbicara dengan majikannya itu. Mona terus saja menyetujui apa pun yang dikatakan Moza, ia tak sadar bahwa Moza menginginkan dia mengandung, untuk mengambil bayinya. Dalam pikiran Mona
Sultan melangkah mendekati Mona yang terlentang di atas kasur. Dia mengulum senyum melihat posisi gadis itu ketika tidur. Sebuah pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Di mana dia melihat seorang perempuan tertidur dengan kedua tangan dan kaki terentang dan kepala di pinggir ranjang. Di bibir Mona terlihat cairan mengalir ke dagunya. "Gadis buluk, udah mah buluk, jorok lagi, itu kayaknya iler? Duh, bagaimana aku bisa menyentuh wanita macam ini, yang ada aku muntah kalau berdekatan dengannya," gumam Sultan dengan suara yang terdengar jelas, hingga membuat Mona terbangun. "Mister, Anda? Kenapa di kamar saya?" tanya Mona gelagapan. Ia pun beringsut mundur. Ia celingukan mencari hijabnya, tapi sayangnya tak ia temukan. "Ini rumahku, dan kamu sudah sah menjadi istriku, jadi terserah aku mau masuk ke mana pun," jawab Sultan santai. Ia kemudian duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mona dengan tatapan sinis. "Meski saya ini istri Anda, kita tidak bisa saling bersentuh
"Mona, kemarilah! antar Madam ke mobil!" seru Sultan pada Mona, Mona pun bergegas memenuhi panggilan Sultan. Dengan hati-hati, Mona mendorong kursi roda yang diduduki Moza menuju garasi."Mona, aku akan pergi ke kota A, kamu tinggal di sini bersama Yati. Nanti Sultan akan kembali ke sini. Kamu harus mempersiapkan diri!" ujar Moza setelah dia berada di dalam mobil. Mona hanya merespon dengan anggukan, kemudian dia kembali ke dalam Villa setelah mobil Sultan pergi meninggalkan Villa mereka. "Mon, kok, kamu gak ikut Madam sama Mister?" tanya Yati tiba-tiba muncul di belakang Mona.Mona pun tersentak mendengar pertanyaan Yati. "Hmm, Madam dan Mister yang bilang saya harus di sini, saya juga gak tahu kenapa. Saya ini cuma pekerja, jadi ya saya harus menuruti kemauan bos, iya kan, Bu?" jawab Mona santai. Ia tak mau orang lain tahu persoalan hidupnya. "Eh, senang ya, kita ditinggal berdua di sini, kita bisa santai bekerja," sahut Yati sambil tertawa, tapi Mona sama sekali tak tertawa. Di
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
Karena terlalu pusing, Sultan alhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Mona. Dia masuk ke apartemen tanpa mengucapkan salam. Dia langsung masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa. "Sultan, kapan kamu masuk? Kok, gak salam dulu?" tanya Mona seraya duduk di sofa depan Sultan. "Maaf, aku lupa, kepalaku pusing sekali makanya aku tadi langsung masuk," jawab Sultan. Mona terlihat manggut-manggut, kemudian dia pergi ke dapur dan membuatkan minuman untuk Sultan. "Minumlah, biar kamu merasa segar!" titah Mona sambil menyodorkan gelas berisi jus Jeruk nipis. "Terima kasih, Mona." Sultan memberikan gelas pada Mona. Entah kenapa bukan cuma kepalanya yang terasa dingin, tapi juga hatinya. Ada sebuah ketenangan yang dia rasakan ketika memandang wajah Mona. Mona menerima gelas itu dan meletakkannya di bar dapur. Setelahnya dia duduk di samping Sultan. "Sini, aku pijitin, biar kamu merasa rilex." Mona menuntun Sultan dan membawanya ke ruang olah raga. "Kamu mau saya olah raga?" t
Sultan merenungi kata-kata sang OB dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar ingin belajar seperti yang dikatakan Mona. Dia sangat penasaran dengan gaya hidup Mona yang menurutnya aneh."Baiklah, aku ingin mendengarkan lebih banyak hal tentang itu. Karenanya, kamu saya angkat menjadi penasehat probadi saya. Assistant Mahdi, silakan beri dia hadiah juga," ujar Sultan sambil meninggalkan ruangan meeting.Dia ingin langsung pergi ke apartemen untuk menemui Mona, tapi dia mendapat telefon dari Moza bahwa ibunya kini berada di rumah Moza. Dia pun langsung memerintahkan sopir untuk membawanya pulang. Selamat siang, Ummi!" sapa Sultan pada ibunya.Amnah menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum ketika melihat sang putri masuk dan langsung memeluknya. "Selamat siang juga Nak, apa kabar kamu?" sambut Amnah sembari membalas pelukan Sultan.Mereka pun duduk di Sofa, tapi Sultan dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang bersama ibunya. Seorang wanita cantik yang tentunya dia kenal, yang tak lain adal
Mona hampir saja kehilangan kendali akibat gerakan Sultan di tubuhnya, tapi dia mendorong tubuh Sultan dengan lembut. “Aku bersedia melakukannya denganmu, tapi dengan satu syarat,” ujar Mona sambil berpindah tempat duduk.“Apa itu, apa kamu mau aku belikan sesuatu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke toko mana pun yang kamu mau?” jawab Sultan dengan penuh antusias. Dia mengira Mona hanya menginginkan hartanya.Mona memutar bola matanya, kemudian mendengkus kasar. “Dasar orang kaya, apa di pikiranmu hanya ada uang dan barang-barang mewah? Aku mau lebih dari barang mewah. Aku mau kamu menjadi suamiku yang sesungguhnya. Kamu harus tahu dan paham, apa tujuan berumah tangga dalam Islam, apa kamu sanggup?” tanya Mona sembari memicingkan matanya. Sultan manggut-manggut karena dia pikir yang dipinta Mona adalah hal yang mudah. “Baik, aku sanggup, hmm tapi bagaimana caranya?” “Hmmm, kamu cari saja tutorialnya di situs Islami, ya pokoknya aku mau kamu melakukan apapun dalam rumah
“Marry dan Sisi, pegangi dia!” titah Moza pada kedua pembantunya, sementara dia sendiri mendekatkan kursi rodanya ke arah Mona yang tangannya kini sudah dipegangi.“Lepaskan saya! Kurang ajar kalian! Anda Madam, kenapa Anda ingin menyiksa saya? Anda yang menjebak saya, tapi kenapa saya yang disalahkan?” Mona terus berteriak sambil meronta-ronta.“Jangan banyak omong kamu! Dekatkan wajahnya padaku!” Tanpa banyak bicara, Marry dan Sisi menekan kepala Mona agar mendekat ke arah Moza, Sementara Moza menghunus sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah wajah Mona di depannya. “Rasakan ini, biar kamu jadi jelek!” Moza mengangkat tangannya bermaksud mengarahkan pisah itu ke wajah Mona dan menggoresnya. Namun, belum sempat pisau itu mengenai kulit wajah Mona, Sebuah sepatu melayang ke arah tangan Moza sehingga pisau itu terlepas dari tangannya.“Moza, kenapa kamu keterlaluan?” teriak Sultan dari belakang Moza. Dengan wajah memerah, dia mendekat ke arah Moza dan Mona yang masih dipegangi kedu
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya