"Meiza, aku mau kamu menikah dengan Ardi," ujar Ratu dengan penuh penekanan. Wanita angkuh yang divonis mandul itu menatap gadis yang sedang menaruh teh untukknya dengan tajam.
Meiza terperanjat mendengar ucapan majikannya. "Maaf, Madam. Saya tak paham dengan apa yang Madam katakan," jawab Meiza sambil menyerahkan teh ke tangan Ratu. "Aku rasa kamu belum tuli, aku ingin kamu menikah dengan Ardi, suamiku!" Ratu mengulangi kalimatnya dengan tidak mengalihkan pandangannya dari wajah Meiza. Meiza menarik napas sambil menggeleng. "Maaf, Madam. Saya gak mau menjadi istri kedua," tegas Meiza. Ia merasa sangat dilecehkan oleh wanita yang bersetatus majikannya itu. Gadis berusia 22 tahun itu memang bekerja sebagai pembantu, tetapi bukan berarti dia mau direndahkan oleh orang yang berstatus majikannya. Meiza adalah lulusan SMK management, tapi dia tak mempunyai biaya meneruskan ke jenjang kuliah, karenanya dia memutuskan untuk bekerja sebagai art, sehingga dia mampu melanjutkan kuliahnya meski hanya kelas karyawan. Ratu terlihat murka dengan penolakan Meiza, ia pun memukul pegangan kursi sambil membentak Meiza. "Jangan membantah kamu! Aku bukan mau kamu masuk jurang, aku justru akan membuat hidupmu beruntung! Aku akan membayar kamu, dan pernikahan ini hanya sementara," teriak Ratu sambil memukul-mukul kursi. "Astagfirullah, Madam, itu namanya pernikahan kontrak. Sebagai Muslimah Anda pasti tahu bahwa itu hukumnya haram, jadi harusnya Anda malu untuk meminta saya melakukan itu," balas Meiza tegas. Ratu tak terima dengan penolakan Meiza, tapi ia tahu bahwa Meiza tak akan mau dikerasi, karenanya dia berusaha berakting, dia mulai menangis di hadapan Meiza. "Meiza, tolong lah, kamu kan tahu, bahwa mertuaku akan menikahkan suamiku dengan wanita lain, dengan sepupunya yang lain, aku gak mau dia menikah dengan Sofiyah, dia lebih cantik dariku, aku takut Sofiyah akan menguasai suamiku, dan nantinya dia akan melupakanku," ucapnya diiringi aliran air mata yang menderas membasahi pipinya. Ratu meraung-raung histeris, dia melakukan itu untuk mendapatkan simpati Meiza. "Maaf, Madam. Itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Tuan Ardi adalah suami Anda, pasti dia akan tetap mencintai Anda meski dia sudah menikah dengan orang lain." Meiza terus bersikukuh menolak permintaan Ratu. Sementara Ratu kini merasa terdesak. "Meiza, aku akan memberi kamu dispensasi yang sangat besar. Aku akan memberi kamu uang 300juta. Nanti perbulannya aku kan memberi kamu 10 juta, kamu akan menjadi kaya di daerah kamu tanpa harus bekerja keras begini. Nanti setelah aku sembuh, aku akan menyuruh suamiku menceraikan kamu. Kamu akan bebas dan aku akan memberi kamu uang lagi," bujuk Ratu panjang kali lebar. Sebagai manusia biasa, Meiza sempat terenyuh dengan rayuan Ratu. Bagaimana tidak, uang 300 juta itu sangat besar bagi orang kampung sepertinya, ditambah dengan uang bulanan dan uang tambahan yang dijanjikan Ratu. Sungguh, itu adalah nominal yang sangat menggiurkan, nominal uang yang tak akan bisa dihasilkan kalau hanya mengandalkan gajinya sebagai art. Akan tetapi, Meiza kembali teringat bahwa yang namanya nikah kontrak itu hukumnya haram. Karenanya, dia menguatkan hatinya dan memutuskan untuk tetap menolak tawaran Ratu. "Maaf, Madam, saya tetap tak bisa. Saya tak mau kehilangan kehormatan saya. Jika saya menikah sirri di sini, lalu bagaimana dengan masa depan saya? Uang tak akan bisa mengembalikan harga diri saya, dan juga tak akan bisa menyelamatkan saya, dari murka Allah, karena itu saya tetap tak mau menerima tawaran Anda." "Kamu tak akan kehilangan apa pun, suami saya tak mungkin menyentuh kamu! Dia tak mungkin mencintai pembantu sepertimu! Jadi kamu tak usah khawatir!" desak Ratu. Sungguh, itu membuat Meiza merasa geram, tetapi dia mencoba bersabar. Akhirnya karena tak mau terus didesak, Meiza pun undur diri. "Maaf, saya pergi ke dapur dulu, saya mau makan dan salat," ucap Meiza seraya berbalik meninggalkan majikannya yang terlihat semakin geram. "Baik, jika kamu tak bisa kurayu, aku akan memaksamu menerima tawaranku, Meiza! Aku tak mau Ardi, suamiku, membagi cintanya dengan wanita lain. Jika dia menikah denganmu, dia tak kan mungkin menyentuh perempuan apek macam kamu!" gumam Ratu sambil mengepalkan tangannya. Beberapa waktu kemudian, Ratu menekan bel yang dia pegang untuk memanggil semua art yang ada di rumahnya. Untuk memudahkan dia memanggil art-nya, dia memasang bel di setiap ruangan. Tak berapa lama kemudian, semua art-nya telah berkumpul, termasuk Meiza. "Siapa yang mencuri kalung berlianku?" tanya perempuan berhidung mancung dan berkulit putih itu sambil menatap tajam ke arah semua art-nya secara bergantian. Semua yang ada di ruangan itu saling pandang tak memahami apa yang sedang terjadi.Semua pekerja itu kini terlihat kebingungan. Mereka saling pandang satu sama lain. "Maaf, Madam, saya tak mencuri, silakan periksa tas dan lemari saya kalau Madam tak percaya," jawab Janet, salah seorang art Ratu juga. "Saya juga tidak," sahut yang lain secara bersamaan termasuk, Meiza. "Bohong, kalian semua! aku akan memeriksa lemari dan tas kalian, ayo, Mary, temani aku!" ujar Ratu pada Mary, art yang berkulit coklat. Mereka pun menuju ruangan yang diperuntukkan bagi para pekerja. Ratu berkeliling ke ranjang dan lemari art-nya dibantu oleh Mary yang membantu menggeledah semua lemari di ruangan itu, hingga akhirnya Mary tiba di depan lemari Meiza. Mary membuka lemari gadis itu, tak lama kemudian, dia menggeledah pakaiannya Meiza, hingga akhirnya dia menemukan sebuah kalung indah di bawah lipatan baju Meiza. "Madam, lihat! aku menemukannya di lemari Meiza!" seru Mary sambil menyerahkan kalung berlian itu ke tangan Ratu. Ratu menerima kalung itu sambil melirik tajam ke arah Meiza
Detik berjalan, menit berlalu, malam kian larut ketika Mona terbangun dari tidurnya. Dia mendapati hari sudah pukul 5 dini hari, tetapi karena pada saat itu sedang berada di musim dingin, maka hari pun masih gelap, azan pun belum berkumandang. Pada musim dingin, di wilayah yang mempunyai empat musim biasanya malam lebih panjang, magrib pada jam 6, dan azan subuh pun bisa jam 6 kurang. Mona melirik ke arah temannya yang masih terlelap. Ia pun pergi ke kamar mandi, setelahnya dia pun melaksanakan Tahajjud. Mona terus berdoa agar diberi petunjuk. Setelah lama berdoa, akhirnya dia memutuskan untuk menolak tawaran Moza. Dia akan berjuang untuk menegakkan keadilan untuk dirinya sendiri. Keesokan harinya, Mona pun diminta memasuki ruangan Moza. "Bagaimana, Mona? Apa kamu sudah mengambil keputusan?" tanya Moza menyelidik. Mata wanita itu tak pernah lepas dari wajah Mona. Dengan sekali tarikan napas, Mona akhirnya berbicara; "Saya tetap tak mau menerima tawaran Anda," jawab Mona.tegas.
Dengan hati tak menentu, Mona melangkah masuk ke kamar yang disediakan untuknya. Belum sempat Mona istirahat, Moza sudah memanggilnya dan menginginkan Mona melayaninya. “Mona, tolong bawa aku ke kamar mandi!” titah Moza setelah Mona berada di depannya. Tanpa berkata apa pun, Mona langsung membawa majikannya ke kamar mandi dan kemudian membantu memakaikan Moza pakaian. “Dengar Mona, nanti malam Sultan akan membawa seorang Ustadz dan beberapa orang yang bisa menikahkan kalian secara agama, kamu silakan kabari keluarga kamu agar menjadi wali bagi kamu, nanti,” ujar Moza. Mona hanya mengangguk mendengar semua perkataan Moza. “Nanti setelah kamu menikah dengan Sultan, kami akan mendatangkan pembantu ke rumah ini untuk menemani kamu.” “Iya, Madam. Terima kasih,” jawab Mona singkat. Ia sungguh malas berbicara dengan majikannya itu. Mona terus saja menyetujui apa pun yang dikatakan Moza, ia tak sadar bahwa Moza menginginkan dia mengandung, untuk mengambil bayinya. Dalam pikiran Mona
Sultan melangkah mendekati Mona yang terlentang di atas kasur. Dia mengulum senyum melihat posisi gadis itu ketika tidur. Sebuah pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Di mana dia melihat seorang perempuan tertidur dengan kedua tangan dan kaki terentang dan kepala di pinggir ranjang. Di bibir Mona terlihat cairan mengalir ke dagunya. "Gadis buluk, udah mah buluk, jorok lagi, itu kayaknya iler? Duh, bagaimana aku bisa menyentuh wanita macam ini, yang ada aku muntah kalau berdekatan dengannya," gumam Sultan dengan suara yang terdengar jelas, hingga membuat Mona terbangun. "Mister, Anda? Kenapa di kamar saya?" tanya Mona gelagapan. Ia pun beringsut mundur. Ia celingukan mencari hijabnya, tapi sayangnya tak ia temukan. "Ini rumahku, dan kamu sudah sah menjadi istriku, jadi terserah aku mau masuk ke mana pun," jawab Sultan santai. Ia kemudian duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mona dengan tatapan sinis. "Meski saya ini istri Anda, kita tidak bisa saling bersentuh
"Mona, kemarilah! antar Madam ke mobil!" seru Sultan pada Mona, Mona pun bergegas memenuhi panggilan Sultan. Dengan hati-hati, Mona mendorong kursi roda yang diduduki Moza menuju garasi."Mona, aku akan pergi ke kota A, kamu tinggal di sini bersama Yati. Nanti Sultan akan kembali ke sini. Kamu harus mempersiapkan diri!" ujar Moza setelah dia berada di dalam mobil. Mona hanya merespon dengan anggukan, kemudian dia kembali ke dalam Villa setelah mobil Sultan pergi meninggalkan Villa mereka. "Mon, kok, kamu gak ikut Madam sama Mister?" tanya Yati tiba-tiba muncul di belakang Mona.Mona pun tersentak mendengar pertanyaan Yati. "Hmm, Madam dan Mister yang bilang saya harus di sini, saya juga gak tahu kenapa. Saya ini cuma pekerja, jadi ya saya harus menuruti kemauan bos, iya kan, Bu?" jawab Mona santai. Ia tak mau orang lain tahu persoalan hidupnya. "Eh, senang ya, kita ditinggal berdua di sini, kita bisa santai bekerja," sahut Yati sambil tertawa, tapi Mona sama sekali tak tertawa. Di
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
Karena terlalu pusing, Sultan alhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Mona. Dia masuk ke apartemen tanpa mengucapkan salam. Dia langsung masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa. "Sultan, kapan kamu masuk? Kok, gak salam dulu?" tanya Mona seraya duduk di sofa depan Sultan. "Maaf, aku lupa, kepalaku pusing sekali makanya aku tadi langsung masuk," jawab Sultan. Mona terlihat manggut-manggut, kemudian dia pergi ke dapur dan membuatkan minuman untuk Sultan. "Minumlah, biar kamu merasa segar!" titah Mona sambil menyodorkan gelas berisi jus Jeruk nipis. "Terima kasih, Mona." Sultan memberikan gelas pada Mona. Entah kenapa bukan cuma kepalanya yang terasa dingin, tapi juga hatinya. Ada sebuah ketenangan yang dia rasakan ketika memandang wajah Mona. Mona menerima gelas itu dan meletakkannya di bar dapur. Setelahnya dia duduk di samping Sultan. "Sini, aku pijitin, biar kamu merasa rilex." Mona menuntun Sultan dan membawanya ke ruang olah raga. "Kamu mau saya olah raga?" t
Sultan merenungi kata-kata sang OB dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar ingin belajar seperti yang dikatakan Mona. Dia sangat penasaran dengan gaya hidup Mona yang menurutnya aneh."Baiklah, aku ingin mendengarkan lebih banyak hal tentang itu. Karenanya, kamu saya angkat menjadi penasehat probadi saya. Assistant Mahdi, silakan beri dia hadiah juga," ujar Sultan sambil meninggalkan ruangan meeting.Dia ingin langsung pergi ke apartemen untuk menemui Mona, tapi dia mendapat telefon dari Moza bahwa ibunya kini berada di rumah Moza. Dia pun langsung memerintahkan sopir untuk membawanya pulang. Selamat siang, Ummi!" sapa Sultan pada ibunya.Amnah menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum ketika melihat sang putri masuk dan langsung memeluknya. "Selamat siang juga Nak, apa kabar kamu?" sambut Amnah sembari membalas pelukan Sultan.Mereka pun duduk di Sofa, tapi Sultan dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang bersama ibunya. Seorang wanita cantik yang tentunya dia kenal, yang tak lain adal
Mona hampir saja kehilangan kendali akibat gerakan Sultan di tubuhnya, tapi dia mendorong tubuh Sultan dengan lembut. “Aku bersedia melakukannya denganmu, tapi dengan satu syarat,” ujar Mona sambil berpindah tempat duduk.“Apa itu, apa kamu mau aku belikan sesuatu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke toko mana pun yang kamu mau?” jawab Sultan dengan penuh antusias. Dia mengira Mona hanya menginginkan hartanya.Mona memutar bola matanya, kemudian mendengkus kasar. “Dasar orang kaya, apa di pikiranmu hanya ada uang dan barang-barang mewah? Aku mau lebih dari barang mewah. Aku mau kamu menjadi suamiku yang sesungguhnya. Kamu harus tahu dan paham, apa tujuan berumah tangga dalam Islam, apa kamu sanggup?” tanya Mona sembari memicingkan matanya. Sultan manggut-manggut karena dia pikir yang dipinta Mona adalah hal yang mudah. “Baik, aku sanggup, hmm tapi bagaimana caranya?” “Hmmm, kamu cari saja tutorialnya di situs Islami, ya pokoknya aku mau kamu melakukan apapun dalam rumah
“Marry dan Sisi, pegangi dia!” titah Moza pada kedua pembantunya, sementara dia sendiri mendekatkan kursi rodanya ke arah Mona yang tangannya kini sudah dipegangi.“Lepaskan saya! Kurang ajar kalian! Anda Madam, kenapa Anda ingin menyiksa saya? Anda yang menjebak saya, tapi kenapa saya yang disalahkan?” Mona terus berteriak sambil meronta-ronta.“Jangan banyak omong kamu! Dekatkan wajahnya padaku!” Tanpa banyak bicara, Marry dan Sisi menekan kepala Mona agar mendekat ke arah Moza, Sementara Moza menghunus sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah wajah Mona di depannya. “Rasakan ini, biar kamu jadi jelek!” Moza mengangkat tangannya bermaksud mengarahkan pisah itu ke wajah Mona dan menggoresnya. Namun, belum sempat pisau itu mengenai kulit wajah Mona, Sebuah sepatu melayang ke arah tangan Moza sehingga pisau itu terlepas dari tangannya.“Moza, kenapa kamu keterlaluan?” teriak Sultan dari belakang Moza. Dengan wajah memerah, dia mendekat ke arah Moza dan Mona yang masih dipegangi kedu
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,
"Apa kalian dengar omongan saya?" tanya Sultan mempertegas sambil memandang ke arah Sefti dan Yati secara bergantian."Iya, Mister. Kami tak akan mengulanginya," jawab keduanya sambil tertunduk, tapi mata Sefti tetap melirik ke arah Mona dengan pandangan penuh dendam.Setelah berkata begitu, Sultan berbalik, dia tersenyum penuh arti pada Mona sambil menarik tangan Mona dan menggandengnya tanpa mengatakan apa pun. "Hmm kamu lihat kan? Mister pegang tangannya segala, fix deh, perempuan sialan itu pastinya simpanan Mister," bisik Sefti pada Yati. Sedangkan Yati diam seribu bahasa. Dia merasa Mona adalah gadis baik, tapi kenyataan di depannya kini membuat dia bimbang entah siapa yang harus ia percaya, Mona, atau Sefti.Sementara itu, Mona yang berjalan di samping Sultan dengan terpaksa, kini menghempaskan tangannya. "Mister mau apa lagi?" tanyanya penuh kekesalan. Sultan terlihat tersenyum sinis. "Kamu jangan pura-pura, kamu tahu kan apa yang aku inginkan? Kita akan bersenang-senang lag
"Bangun kamu!" Suara Sultan menggelegar di kamar Mona hingga membuat wanita muda itu terbangun. "Mister, ada apa?" tanya Mona gelagapan. "BIikinkah aku sarapan. Ingat, meski kamu sudah kugauli, bukan berarti kamu sudah menjadi nyonya di rumah ini. Kamu harus tetap bekerja seperti sedia kala, kecuali nanti jika kamu hamil," ujar Sultan dengan wajah dinginnya. "Dasar laki-laki aneh, tadi malam dia sok lembut, sekarang malah kasar!" gerutu Mona dengan suara pelan, tapi masih terdengar dengan jelas oleh Sultan. "Kamu berani membantah?" sergah Sultan sekali lagi. "Tidak, hanya saja, saya ini perawat, jadi ..." Ucapan Mona terpotong kembali oleh bentakan Sultan. "Baik, kalau kamu ada di dekat istriku, kamu akan merawat dia, tapi jika tidak, kerjamu memasak. Paham?" Karena tak mau memperpanjang masalah, Mona akhirnya bergegas keluar dan menuju dapur. Di saat dia masuk ke dapur, ternyata sudah ada pembantu lain selain Yati. "Oh, kenalin ini Sefti, teman kita. Dia akan membantu me
Huekk!!" Sultan muntah seketika saat mencium bau tubuh Mona. Dia pun bangkit dari duduknya. "Dasar perempuan gila, apa yang kamu taruh di badanmu? Hueekk!" keluh Sultan sambil keluar dari kamar Mona. Semenatara Mona kini tertawa terpingkal-pinkal di kamarnya. "Dasar laki-laki gak punya hati, untung saja aku dapat ide, meski agak gila sedikit," oceh Mona sambil berjalan menuju kamar mandi dan kemudian membersihkan dirinya dari bau pesing akibat air seni yang dia lulurkan. "Setidaknya ini menghambat laki-laki itu melakukan hal yang tak kuinginkan." Usai mandi, dia pun kini membaringkan diri dan terlelap sampai pagi. Keesokan harinya, Mona pun bergegas keluar dari kamarnya. Mona keluar mencari Yati. "Bu, Bu Yati, Ibu kemana?" teriak Mona manggil nama Bu Yati, tapi dia tak menemukan Bu yati di mana pun. "Kamu cari Yati?" tiba-tiba Mona dikejutkan oleh seseorang yang bertanya di belakangnya. Mona menoleh, ternyata Sultan sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya