Husien bangkit berdiri dan menatap ke meja yang ditunjuk, meja itu diisi oleh sepasang suami istri, tanpa anak.“Mana? Anak- anak itu tidak ada,” ucap Husein yang tidak mendapati Qansa dan keluarganya.“Tadi di sana.”“Husein menghambur keluar, mengejar. Rasa penasaran membuatnya ingin melihat apakah benar itu Sakha atau bukan.Di luar, orang- orang lalu lalang. Ramai sekali. Dan ia tidak mendapati sosok yang dicari. “Kemana mereka?” Husein bicara sendiri. dan ia melihat di kejauhan sana, sebuah taksi yang berhenti, kemudian seorang wanita yang kepalanya dibalut kupluk memasukkan dua anaknya ke dalam taksi.“Hei tunggu!” Husein berlari mengejar.Taksi berlalu pergi membawa sosok wanita dan kedua anaknya. “Ah, sial!” Husein tak bisa mengejar pakai mobil. Mobilnya terparkir sangat jauh. Dia kehabisan waktu untuk mengejarnya.“Siapa yang kau kejar?” tanya Amir yang ngos- ngosan ikutan mengejar sambil menggendong empus.Husein tidak menjawab. Dia hanya mengusap wajah kasar.
Habiba melepas handscoon sesaat setelah melakukan operasi yang berjalan lancar. Sepanjang berkarier di rumah sakit swasta tiga bulan terakhir ini, Habiba dianggap berprestasi dan mengharumkan nama rumah sakit. Pekerjaannya bagus. Pasien puas dengan kinerjanya. Semua kasus yang dia tangani selalu berhasil dan memuaskan. Rumah sakit baru dibuka setahun belakangan, dan semenjak Habiba masuk ke rumah sakit itu, perkembangan rumah sakit luar biasa berkat kerja bagusnya. Namanya dibawa- bawa sebagai dokter yang dianggap sangat berprestasi. "Dokter Habiba, ada pasien yang ingin bertemu dengan Anda!" Dokter bedah berwujud laki- laki memasuki ruangan kerja Habiba."Pasien? Kenapa harus bertemu denganku?""Dia memaksa. Padahal perawat sudah bilang supaya dia menunggu di luar saja, sebab kasusnya tidak berat dan bisa ditangani oleh dokter umum lainnya.""Sakit apa?""Katanya demam, tapi suhu tubuhnya normal saja. Mungkin dia penggemarmu."Habiba tersenyum. "Jam kerjaku sudah habis. Aku harus p
Setelah itu, si pengemudi kembali melajukan mobilnya.Saat insiden itu terjadi, Habiba menutup mata Qansa dengan telapak tangannya. Qansa diam dan menurut saja tanpa pemberontakan meski hampir semua mukanya ditutup.Tidak baik anak- anak melihat makian dan hujatan orang dewasa."Kau tidak apa- apa?" tanya Ezra sambil membantu Habiba dan Qansa berdiri.Habiba baru sadar, bahwa ternyata tadi malaikat maut hampir saja menjemputnya jika saja Ezra tidak cepat menolongnya, menyambar dan menarik tubuhnya ke samping hingga jatuh bersamaan. Semua gara- gara perhatiannya terlalu fokus pada Emran hingga ia lupa kalau ia sedang menyeberangi jalan lebar. Dan sekarang, mana Emran? Pria itu sudah pergi, mobilnya pun sudah tak ada. "Apa yang kau cari?" tanya Ezra ikutan mencari- cari diantara keramaian lalu lalang."Eh emm... Tidak ada. Ayo kita makan."Ezra mengambil alih tubuh kecil Qansa, menggendongnya masuk ke restoran.Sepanjang digendong, Qansa menjarak wajahnya dengan wajah Ezra, dia terus
"Tolong, temui papa," pinta Inez memohon. "Papa sangat membutuhkanmu.""Ya, aku tahu. Sejak kapan papa tidak membutuhkan aku? Sejak dulu selalu butuh, tapi pura- pura tidak butuh." Husein menyambar handuk kecil dengan sentakan kuat kemudian melenggang keluar dan duduk di kursi tunggu.Inez menyusul duduk di sisi kakaknya. "Mama sakit.""Cari dokter. Jangan cari aku! Aku tidak bisa mengobati. Aku hanya paham racikan obat saja." Husein mengelap keringat dengan usapan kasar. "Mas, mama ingin bertemu.""Seharusnya sejak awal mama tahu resikonya akan begini. Saat kesehatan mama menurun, beliau tentu ingin melihat anak- anaknya berkumpul kan? Asal kau tahu, aku mengorbankan banyak hal untuk kehidupanku hanya karena mempertahankan keegoisan mama dan papa. Kau lihat sekarang, rumah tanggaku hancur. Dan sampai hari terakhir perpisahanku dengan Habiba, wanita itu tetap berstatus sebagai istri rahasia."Inez tersenyum simpul. Melihat kekecewaan dan penyesalan Husein atas perpisahannya dengan Ha
Tanpa aba- aba, mereka langsung berpelukan erat sekali. Beberapa tahun tidak bertemu, membuat mereka merasa rindu sekali. Dan pertemuan ini sangat mengharukan. Kebahagiaan membuncah. "Apa kabar?" Inez melepas pelukan, membingkai pipi Habiba dengan telapak tangannya, menatap lekat dengan mata berkaca."Okey. Aku baik. Kamu?" balas Habiba tak kalah terharu. Ternyata begini rasanya bertemu sahabat lama yang sudah lama terpisah."Tidak ada yang berubah. semuanya sama saja. Aku tetap seperti dulu.""Kemarilah. Duduk!" Mereka duduk bersisian, namun sedikit memiringkan badan hingga saling menghadap. Tangan bertautan antara satu sama lainnya."Kenapa kau pergi begitu saja? Meski pun kau bercerai dari Mas Husein, bukankah kau bisa tetap bertahan di sini? Kau tidak perlu harus meninggalkan aku. Aku merindukanmu, merindukan Sakha. Semuanya." Habiba tersenyum. "Husein mengancam akan mengambil Sakha dariku. Apa dayaku saat orang yang berkuasa melakukan itu padaku. Satu- satunya jalan adalah per
“Dok, tolong! Ini urgent. Pasien mengalami muntah- muntah hebat setelah disuntikkan obat.”Seorang perawat memasuki ruang kerja Habiba. Panik.Habiba bergegas ambil tindakan. Hari itu, rumah sakit diehbohkan dengan kejadian aneh. Obat yang selama ini digunakan untuk rumah sakit, tiba- tiba bermasalah.Habiba sangat dibuk mengurus beberapa pasien yang ternyata mengalami hal serupa. Ada beberapa kamar yang mengalami efek yang sama. Dokter lain pun disibukkan dengan kepanikan yang sama. Semua dokter berkonsultasi, membicarakan kejadian menakutkan ini.Untung saja Habiba bergerak begitu cepat dan mengambil tindakan tepat. Dia juga meminta dokter lain untuk menangani pasien dengan penanganan yang sama seperti yang dilakukan Habiba.Kepanikan pasien dapat diatasi.“Tarik semua obat yang masuk di tanggal yang sama!” titah Habiba mengambil langkah cepat. Dia lalu memerintah salah seorang membawa sampel obat untuk dicek ke laboratorium. Hasilnya, sangat mencengangkan. Ternyata o
Tap.Husein meletakkan botol berisi cairan ke meja.“Bagaimana bisa terjadi?” tanya Husein mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dan pandangannya bertemu dengan Habiba. Tatapan matanya terus mengedar tanpa berhenti di mata Habiba meski dia baru saja melihat mantan istrinya ada di sana.Semuanya diam. Ezra menyenggol tangan Habiba di bawah.Semuanya berharap Habiba yang angkat bicara.Melihat situasi itu, Habiba pun berkata, “Obat yang masuk adalah obat bermasalah. Kandungannya berbahaya. Ini di luar kendali kami sebagai dokter. Harus dipertanyakan kepada perusahaan obat tersebut!”“Tidak ada yang boleh membongkar kasus ini ke pasien, keluarga pasien atau siapa pun itu. ini akan merusak citra baik perusahan kita, wartawan akan dengan mudah membungkus masalah ini hingga nama rumah sakit menjadi jatuh. Meski ini bukan kesalahan intern, tetap saja kita harus waspada, rumah sakit ini akan rusak saat di luar sana terdengar berita bahwa pasien mengkonsumsi obat yang salah. Berita aka
"Kau harus selidiki masalah ini secepatnya, Amir. Kau harus temukan orangnya!" tegas Husein. “Ini pengkhianatan besar. Orang ini harus menerima hukuman dariku.”"Tentu. Ini sabotase besar- besaran yang jelas menjatuhkan nama baik perusahaan. Ini harus ditindak cepat."Kemudian tatapan Husein kembali mengedar ke wajah- wajah sekitar. "Jaga rahasia tentang sabotase perusahaan Fanbe Farma. Sebisa mungkin tutupilah masalah ini, jangan sampai bocor ke media sosial! Tugas kalian adalah menjaga nama baik rumah sakit. Aku rasa sampai di sini sudah cukup dimengerti," tegas Husein menekankan kalimatnya."Kami mengerti," sahut semuanya serentak.“Baik. Pertemuan cukup sampai di sini. Terima kasih.” Husein meninggalkan ruangan diikuti oleh Amir. Mereka berjalan beriringan dengan langkah- langkah tegas. Wajah dibalut kegelisahan."Husein, kembalilah ke perusahaan. Perusahaan membutuhkanmu," pinta Amir."Selamanya tidak akan pernah aku kembali.""Singkirkan keegoisanmu sedikit saja, ini demi