"Apakah Anda tidak salah berbicara?" tanya Adriana ingin memastikan bahwa pengacara itu serius dengan ucapannya. Juga memang benar neneknya meninggalkan sebuah warisan padanya tanpa pernah dia harapkan sebelumnya. Dalam waktu satu hari hidupnya berubah total. Adriana masih sulit mempercayainya."Tentu saja aku serius. Semua telah tertulis di sini." William menunjuk amplop coklat yang tergeletak di atas meja kerja neneknya. "Aku akan menyampaikannya satu per kata tanpa ada yang aku lewatkan," lanjut William.Adriana membetulkan posisi duduknya. Dia melipat kedua tangannya di atas meja. Kedua matanya menatap lurus pada William."Baiklah, kalau begitu, aku mulai sekarang."William membaca pembukaan isi surat wasiat itu. Permohonan maaf neneknya yang tidak pernah menyetujui pernikahan orang tua Adriana karena neneknya merasa ibu Adriana bukan wanita yang tepat untuk ayahnya. Kedua, neneknya meminta Adriana untuk bersedia menerima pemberian terakhirnya untuk membayar kesalahannya selama in
Adriana memejamkan matanya mencoba menahan godaan dari Daren. Meskipun Daren memaksa Adriana untuk membalas ciumannya, Adriana berusaha tidak terpengaruh akan hal itu. Dia menarik kepalanya sehingga bisa melepaskan diri dari Daren. "Kenapa kau menolaknya? Bukankah ini yang kau harapkan?" tanya Daren dengan sorot mata merendahkan.Adriana menggeleng lalu menjawab. "Tidak ... bukan seperti ini aku inginkan. Aku telah belajar dari masa lalu sehingga aku tidak akan terjatuh ke dalam perangkapmu untuk kesekian kalinya."Setelah mengungkapkan isi hatinya, Adriana melangkah menjauhi Daren. Tatapan matanya tidak terlepas pada wajah Daren yang menahan kesal atas penolakannya. Dia lalu membalikkan tubuhnya saat punggungnya membentur pintu. "Aku tidak lagi bodoh seperti dulu," ucap Adriana sambil memunggungi Daren. "Hati nuranimu sangat mengetahui apa keinginanku. Sayangnya kau mencoba mengingkarinya."Adriana membuka pintu itu cepat. Dia menarik napas dalam-dalam. Dalam hati dia mencoba mengh
Adriana menatap telapak tangannya yang masih terasa panas. Dia telah kembali ke rumahnya, dan meninggalkan Airin sendirian. Setelah menampar pipi Daren, dia memutuskan untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu karena dia merasa tidak sanggup bertemu Daren lebih lama lagi. "Maafkan aku, aku terpaksa meninggalkanmu," ucap Adriana cepat saat berada di dalam taksi yang berjalan menuju rumahnya."Apakah ada masalah?" tanya Airin cemas usai mendengar kata-kata Adriana.Adriana tidak langsung menjawab. Pikirannya saat sedang kalut. Dia tidak ingin Airin terlalu mengkhawatirkannya."Aku tidak bisa menceritakannya saat ini. Maafkan, aku." Adriana segera memutuskan panggilan teleponnya.Kembali ke masa kini. Adriana menundukkan kepalanya dalam. Kedua telapak tangannya menangkup wajahnya yang telah basah oleh air mata.Dalam hati Adriana berandai-andai. Mungkin bila dia tidak pernah bertemu dengan Daren, maka hatinya tidak akan pernah terluka. Mungkin dia akan baik-baik saja, hidup berbahagia b
"Maafkan aku karena datang terlambat. Apakah kau sudah lama menungguku?" tanya William sambil menarik kursi di depan Adriana.Adriana menggeleng lemah sambil mengulas senyum manis. "Saya baru sampai di sini lima menit yang lalu," ucap Adriana pelan.William menyodorkan sebuah amplop coklat berukuran cukup besar pada Adriana. "Semua dokumen, akta tanah, STNK BPKB mobil, dan yang lainnya lengkap ada di dalam sini.""Terima kasih. Saya akan memanfaatkan ini dengan sebaik mungkin," balas Adriana sambil tersenyum simpul. Dia menerima amplop itu, dan memasukkannya ke dalam tas."Aku rasa itu dulu. Selamat malam." William mendorong kursinya, dia bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangannya pada Adriana.Adriana ikut berdiri, menyambut uluran tangan itu. Setelah itu William meninggalkan Adriana. Adriana melihat William menghilang, lalu dia terlonjak dan hampir terjengkang ke belakang saat mendapati Daren telah berdiri di sampingnya."Siapa dia? Kekasih barumu?" Daren mengedikkan kepalanya samb
Hampir tengah hari. Daren berjalan mondar-mandir di ruangannya sambil menyentuh keningnya. Dia merasakan kepalanya berdenyut-denyut setelah membaca laporan yang diberikan oleh Adriana. Sama sekali dia tidak ingat kapan laporan itu sampai di mejanya. Adriana tidak pernah memberi tahunya.Sepanjang hari ini dia tidak melakukan pekerjaannya karena pikirannya tengah berkecamuk, tidak memberinya kesempatan untuk melakukan hal lain. Dia lalu memutuskan menemui Adriana sekarang. Mungkin setelah ini dia akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya."Adriana ...." Daren memanggil, lalu terus melangkah ke dalam apartemennya. Suasana sepi sekali. Sebuah pikiran buruk terlintas di benaknya, mungkin Adriana pergi saat dia tidak berada di rumah. Dia berjalan cepat, buru-buru membuka pintu kamar Adriana. Setelah itu, dia mematung di depan pintu."Kau sudah pulang?" tanya Adriana pelan. Wajahnya masih pucat, dan rambutnya sedikit berantakan. Dia bangun tidur saat m
Di ruangan Daren.Daren duduk tegak di belakang mejanya. Kedua tangannya saling bertaut, menjadi sandaran bagi dagunya. Matanya menatap tajam pada Keanu."Jelaskan padaku! Apa yang sebenarnya kau lakukan di belakangku?"Keanu tergagap. Tidak seperti biasanya, kali ini sikapnya seperti seorang pencuri yang tertangkap basah dan ketakutan. Tidak ada Keanu yang selalu tampil percaya diri dan memikat."Aku tidak melakukan apa-apa di belakangmu," jawab Keanu. Dia sangat yakin Daren tidak mendengar seluruh isi percakapannya di telepon. Jadi, dirinya masih aman."Aku sudah mendengar semua ucapanmu di atap tadi. Termasuk saat kau meminta komisi pada mereka setelah berhasil mengkhianatiku," sindir Daren.Keanu merentangkan tangan, lalu menggoyangkan pergelangan tangannya. "Tidak seperti itu. Aku melaku beberapa pekerjaan sampingan, tapi sampai sekarang aku belum menerima komisi dari mereka," elak Keanu. "Tapi, bukan pekerjaan sampingan seperti yang kau tuduhkan padaku.""Berapa lama kita bersaha
Daren memukul roda kemudi mobilnya berulang kali. Dia terlihat sangat gusar setelah mengetahui Adriana pindah entah ke mana. Dalam hati dia menduga-duga. Mungkinkah Adriana pindah karena ingin menghindar darinya?Daren menggertakkan giginya. Dia memegang roda kemudi erat, lalu memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Besok dia akan mencari tahu di mana Adriana sekarang tinggal.***"Kau mengejutkanku," ucap Airin sambil menyentuh dadanya saat melihat Daren berdiri di depan pintu butiknya. Niat Airin semula ingin membalik papan tulisan yang tergantung di pintu. Tapi, dia justru dikejutkan oleh kemunculan Daren yang tiba-tiba. Dia lalu membuka pintu itu, dan mempersilakan Daren masuk ke dalam."Apa Adriana belum berangkat kerja? Di mana sekarang dia tinggal?" tanya Daren setelah duduk di sofa.Airin tidak segera menjawab pertanyaan Daren. Dia terlihat sedang berpikir dan menimbang jawaban apa yang harus dia berikan pada Daren. Adriana pernah bilang bahwa dia tidak akan menjalin hubunga
Adriana mematung selama beberapa saat. Rasa terkejutnya belum hilang sepenuhnya saat melihat Daren tiba-tiba muncul di hadapannya. Lidahnya terasa kaku untuk berucap. Dia hanya menatap Daren dalam diam."Selamat malam," balas Adriana setelah mampu menguasai dirinya. Dia mencoba bersikap santai, pura-pura tidak terganggu akan kehadiran Daren yang tidak terduga."Sekarang keadaan hidupmu jauh lebih baik dari sebelumnya," sindir Daren sambil melirik sekilas ke arah rumah Adriana yang tampak mewah."Bagaimana kalau kau masuk ke dalam? Kita bisa mengobrol di sana," kata Adriana menawarkan diri. Tanpa menunggu tanggapan Daren, Adriana langsung berjalan meninggalkan Daren di belakangnya. Dia membuka pintu rumahnya lebar. Daren adalah tamu kedua yang berkunjung ke rumahnya."Non Adriana sudah pulang?" tanya Dila yang baru muncul dari belakang rumah."Ya .... Maaf kalau pulangku agak kemalaman," ucap Adriana dengan nada penuh rasa bersalah."Non Adriana tidak boleh berkata seperti itu," tukas