"Maafkan aku karena datang terlambat. Apakah kau sudah lama menungguku?" tanya William sambil menarik kursi di depan Adriana.Adriana menggeleng lemah sambil mengulas senyum manis. "Saya baru sampai di sini lima menit yang lalu," ucap Adriana pelan.William menyodorkan sebuah amplop coklat berukuran cukup besar pada Adriana. "Semua dokumen, akta tanah, STNK BPKB mobil, dan yang lainnya lengkap ada di dalam sini.""Terima kasih. Saya akan memanfaatkan ini dengan sebaik mungkin," balas Adriana sambil tersenyum simpul. Dia menerima amplop itu, dan memasukkannya ke dalam tas."Aku rasa itu dulu. Selamat malam." William mendorong kursinya, dia bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangannya pada Adriana.Adriana ikut berdiri, menyambut uluran tangan itu. Setelah itu William meninggalkan Adriana. Adriana melihat William menghilang, lalu dia terlonjak dan hampir terjengkang ke belakang saat mendapati Daren telah berdiri di sampingnya."Siapa dia? Kekasih barumu?" Daren mengedikkan kepalanya samb
Hampir tengah hari. Daren berjalan mondar-mandir di ruangannya sambil menyentuh keningnya. Dia merasakan kepalanya berdenyut-denyut setelah membaca laporan yang diberikan oleh Adriana. Sama sekali dia tidak ingat kapan laporan itu sampai di mejanya. Adriana tidak pernah memberi tahunya.Sepanjang hari ini dia tidak melakukan pekerjaannya karena pikirannya tengah berkecamuk, tidak memberinya kesempatan untuk melakukan hal lain. Dia lalu memutuskan menemui Adriana sekarang. Mungkin setelah ini dia akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya."Adriana ...." Daren memanggil, lalu terus melangkah ke dalam apartemennya. Suasana sepi sekali. Sebuah pikiran buruk terlintas di benaknya, mungkin Adriana pergi saat dia tidak berada di rumah. Dia berjalan cepat, buru-buru membuka pintu kamar Adriana. Setelah itu, dia mematung di depan pintu."Kau sudah pulang?" tanya Adriana pelan. Wajahnya masih pucat, dan rambutnya sedikit berantakan. Dia bangun tidur saat m
Di ruangan Daren.Daren duduk tegak di belakang mejanya. Kedua tangannya saling bertaut, menjadi sandaran bagi dagunya. Matanya menatap tajam pada Keanu."Jelaskan padaku! Apa yang sebenarnya kau lakukan di belakangku?"Keanu tergagap. Tidak seperti biasanya, kali ini sikapnya seperti seorang pencuri yang tertangkap basah dan ketakutan. Tidak ada Keanu yang selalu tampil percaya diri dan memikat."Aku tidak melakukan apa-apa di belakangmu," jawab Keanu. Dia sangat yakin Daren tidak mendengar seluruh isi percakapannya di telepon. Jadi, dirinya masih aman."Aku sudah mendengar semua ucapanmu di atap tadi. Termasuk saat kau meminta komisi pada mereka setelah berhasil mengkhianatiku," sindir Daren.Keanu merentangkan tangan, lalu menggoyangkan pergelangan tangannya. "Tidak seperti itu. Aku melaku beberapa pekerjaan sampingan, tapi sampai sekarang aku belum menerima komisi dari mereka," elak Keanu. "Tapi, bukan pekerjaan sampingan seperti yang kau tuduhkan padaku.""Berapa lama kita bersaha
Daren memukul roda kemudi mobilnya berulang kali. Dia terlihat sangat gusar setelah mengetahui Adriana pindah entah ke mana. Dalam hati dia menduga-duga. Mungkinkah Adriana pindah karena ingin menghindar darinya?Daren menggertakkan giginya. Dia memegang roda kemudi erat, lalu memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Besok dia akan mencari tahu di mana Adriana sekarang tinggal.***"Kau mengejutkanku," ucap Airin sambil menyentuh dadanya saat melihat Daren berdiri di depan pintu butiknya. Niat Airin semula ingin membalik papan tulisan yang tergantung di pintu. Tapi, dia justru dikejutkan oleh kemunculan Daren yang tiba-tiba. Dia lalu membuka pintu itu, dan mempersilakan Daren masuk ke dalam."Apa Adriana belum berangkat kerja? Di mana sekarang dia tinggal?" tanya Daren setelah duduk di sofa.Airin tidak segera menjawab pertanyaan Daren. Dia terlihat sedang berpikir dan menimbang jawaban apa yang harus dia berikan pada Daren. Adriana pernah bilang bahwa dia tidak akan menjalin hubunga
Adriana mematung selama beberapa saat. Rasa terkejutnya belum hilang sepenuhnya saat melihat Daren tiba-tiba muncul di hadapannya. Lidahnya terasa kaku untuk berucap. Dia hanya menatap Daren dalam diam."Selamat malam," balas Adriana setelah mampu menguasai dirinya. Dia mencoba bersikap santai, pura-pura tidak terganggu akan kehadiran Daren yang tidak terduga."Sekarang keadaan hidupmu jauh lebih baik dari sebelumnya," sindir Daren sambil melirik sekilas ke arah rumah Adriana yang tampak mewah."Bagaimana kalau kau masuk ke dalam? Kita bisa mengobrol di sana," kata Adriana menawarkan diri. Tanpa menunggu tanggapan Daren, Adriana langsung berjalan meninggalkan Daren di belakangnya. Dia membuka pintu rumahnya lebar. Daren adalah tamu kedua yang berkunjung ke rumahnya."Non Adriana sudah pulang?" tanya Dila yang baru muncul dari belakang rumah."Ya .... Maaf kalau pulangku agak kemalaman," ucap Adriana dengan nada penuh rasa bersalah."Non Adriana tidak boleh berkata seperti itu," tukas
Adriana memegang dadanya. Jantungnya berdetak sangat kencang, seolah akan keluar dari tubuhnya. Lalu, tangannya menyentuh bibirnya. Ciuman Daren masih bisa dia rasakan. Ternyata pengaruh Daren masih bisa mengguncang hatinya. Dia seperti seorang gadis remaja yang baru merasakan jatuh cinta.Telepon Adriana berdering berkali-kali, membawa dia kembali ke dunia nyata. Dia buru-buru mengambilnya, dan melihat Daren lah yang meneleponnya. Adriana mengerutkan keningnya, lalu mengangkat telepon itu."Halo ....""Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar telah menyesal dengan semua yang aku lakukan padamu," ucap Daren pelan, dan hampir seperti sedang berbisik. "Maafkan aku karena telah membuatmu terluka." Suara Daren terdengar sangat tulus saat mengucapkan kalimat itu. Setelah itu dia mematikan ponselnya.Adriana menatap layar ponsel yang telah gelap. Dia merasa yang menelepon dia beberapa menit lalu bukan lah Daren yang dia kenal selama ini. Daren tidak mungkin bersikap seperti itu. Laki-
Ciiittt.Terdengar suara roda mobil berdecit, disusul bunyi bedebam yang keras. Daren menginjak rem dengan sekuat tenaga saat menghindari sebuah motor yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Mobilnya kehilangan keseimbangan, lalu menabrak pohon besar di pinggir jalan. Beruntungnya tidak terjadi sesuatu yang parah kecuali bagian depan mobil Daren sedikit penyok dan lecet-lecet. Daren mengalami luka ringan di pelipisnya yang tidak sengaja terbentur kaca jendela mobilnya. Selain itu dia hanya terkejut usai kejadian itu.Daren segera keluar dari mobilnya. Tangannya mengambil ponselnya di saku celananya, lalu dia menghubungi Adriana. Pikirnya, Adriana pasti tengah menunggu dia."Aku baru saja mengalami kecelakaan. Aku hanya ingin mengabarimu kalau kau sedang menungguku," kata Daren santai sambil memijit keningnya yang terasa berdenyut-denyut."Bagaimana keadaanmu? Apa kau terluka parah?" tanya Adriana setengah histeris.Daren menggelengkan kepalanya. "Tidak terlalu," jawab Daren. Dia mering
Panggilan telepon itu terputus. Daren memutuskan menghubungi balik neneknya. Mungkin neneknya ingin menyampaikan sesuatu."Bobo.... Lei hou, Bobo?" tanya Daren ingin tahu keadaan neneknya saat neneknya mengangkat teleponnya.Sudah lama dia tidak pernah menghubungi neneknya. Selain karena kesibukan, neneknya berada jauh di lintas benua sana dengan jarak ribuan kilometer. Neneknya tinggal di Hongkong sejak Daren belum lahir."Oh, mo lamko lei cung kwansam lei ke Bobo.Ngo yiwai lei emkeitak liko loyanka (Oh, ternyata kau masih peduli dengan nenekmu. Aku pikir kau sudah melupakan wanita tua ini)," balas neneknya sedikit ketus dan pura-pura merajuk."Tentu saja aku masih peduli dengan nenek. Nenek adalah keluargaku satu-satunya yang masih hidup hingga sekarang." Daren menimpali dengan nada sedikit bercanda.Meskipun mereka sudah jarang berhubungan, itu bukan berarti Daren sudah melupakan neneknya. Neneknya pasti mengerti keadaannya. Sejak dulu neneknya tidak pernah menuntut apa-apa dari cu
Adriana memukul dada Daren berkali-kali untuk meluapkan kekesalannya, kecewanya, juga rindu yang dia rasakan pada Daren. Daren hanya diam saja, membiarkan Adriana meluapkan perasaannya. Lalu, kedua tangan Adriana terkulai lemah di samping tubuhnya."Seharusnya kau tidak menghubungi aku lagi. Seharusnya kau terus pergi, seharusnya kau biarkan aku melupakanmu untuk selamanya," ucap Adriana disertai dengan isak tangis. "Maafkan aku. Tak seharusnya aku berbuat seperti itu padamu. Aku terpaksa melakukannya karena kondisi nenek sangat buruk. Saat dia sadar, dia hanya ingin bertemu denganmu."Adriana masuk ke ruang ICU, tempat nenek Daren berbaring. Perlahan dia menghampiri ranjang nenek Daren. Dia berbisik di telinga nenek Daren."Nenek .... Ini aku Adriana."***"Maafkan aku atas kejadian tadi," ucap Adriana setelah mereka sampai di apartemen Daren. Nenek Daren langsung masuk ke kamarnya dan ingin beristirahat karena dia merasa sangat kelelahan."Bukan masalah besar. Aku tidak merasa terg
Setelah setelah berpikir selama sehari penuh. Setelah mendengar nasehat dari Airin untuk yang kesekian kali. Akhirnya ada memutuskan untuk pergi dari kehidupan Daren selamanya. Tidak ada masa depan bagi dia juga Daren.Namun sesuatu yang tidak pernah Adriana sangka kini terjadi. Di saat dia telah begitu yakin dengan keputusannya, hatinya kembali goyah. Karena Daren menghubungi dia setelah sekian hari menghilang tanpa kabar berita."Bisakah kau datang ke Hongkong? Nenek ingin bertemu denganmu."Deg. Adriana kembali mengingat nenek Daren. Pertemuan singkat mereka sangat mengesankan juga menyakitkan.***"Daren .... Apa kau mendengarkanku?"Mata Daren mengerjap saat dia menyadari tangan Adriana melambai-lambai di depan wajahnya. Dia menoleh ke samping, dan mendapati Adriana tengah menatapnya dengan sorot heran yang kentara. Daren mengulas senyum tipis, lalu menarik Adriana agar lebih mendekat padanya."Maaf, aku tidak mendengar kapan kau masuk," pinta Daren sambil menepuk punggung Adrian
Adriana terbangun dari tidurnya sambil menangis sesenggukan. Mimpinya seolah benar-benar nyata sehingga dia bisa menangis tersedu-sedu. Dalam mimpinya dia melihat Daren tengah mengadakan upacara pernikahan dengan wanita lain. Dia menatap ke arah tempat kosong yang Daren tinggalkan. Bahkan meskipun Daren telah pergi berhari-hari, dia masih bisa mencium aroma tubuh kekasihnya itu.Adriana menarik napas panjang. Dia mencoba menenangkan dirinya, lalu menepis mimpi buruknya itu. Apakah itu pertanda bahwa dia harus melepaskan Daren selamanya? Tidak ada pengharapan yang tersisa untuknya walau hanya secuil? Adriana melipat lututnya. Dia menangis lagi sambil memeluk lututnya itu.Adriana terlonjak kaget karena bunyi dering ponselnya. Dia meraba-raba saklar lampu, lalu menyalakan lampu kamarnya hingga terang benderang. Ponselnya masih berdering menunggu dia mengangkat panggilan telepon dari seseorang di sana. Adriana langsung melompat turun. Dia berpikir mungkin saja itu telepon dari Daren.
Adriana lihat sangat lesu saat dia bekerja. Diam-diam Mala memperhatikannya, merasa sangat kasihan pada bawahnya itu. Hubungan mereka tidak terlalu dekat, jadi dia merasa sungkan untuk bertanya pada Adriana.Ponsel Adriana berbunyi, menyadarkan Adriana dari lamunannya. Telepon dari Daniel. Dia bergegas mengangkatnya."Ya, Daniel. Aku akan ke ruanganmu sekarang," ucap Adriana. Adriana memandang Mala, memberi isyarat pada atasannya itu bahwa dia harus menghadap ke ruangan Daniel. Mala mengangguk mengerti. Adriana langsung berjalan cepat menuju ruangan Daniel."Ini adalah undangan perayaan empat bulan usia kehamilan Jillian. Kau harus datang ke sana. Kami akan menunggumu," pinta Daniel memaksa.Adriana tertawa lebar. "Baiklah kalau itu maumu. Sepertinya aku tidak bisa melewatkan acara khusus untuk calon keponakanku." Setelah itu Adriana kembali ke ruangannya sendiri.***Adriana akhirnya datang ke acara Gender Reveal anak Daniel dan Jillian itu. Dia merasa cemburu terhadap pasangan lain
Waktu berjalan begitu cepat. Tahu-tahu sekarang sudah menjelang akhir tahun. Adriana melihat kalender duduknya berada di atas meja di kamarnya. Selama itu tidak ada perubahan status hubungan antara dia dan Daren.Bila yang lain telah hidup berbahagia dengan pasangan masing-masing dalam ikatan pernikahan. Tidak dengan dirinya. Daren seolah tidak memiliki keinginan yang sama dengan dia. Kekasihnya itu tidak ingin terikat dalam komitmen pernikahan. Entah apa yang menyebabkan Daren seperti itu, jarang tidak pernah membuka hatinya untuk dirinya."Ternyata kau di sini. Sejak tadi aku mencarimu kemana-mana tapi aku tidak menemukanmu," ucap Daren terlihat sangat gusar sekali.Adriana memandang Daren melalui cermin di depannya. "Apakah ada sesuatu yang buruk terjadi padamu?" tanya Adriana sambil mengerutkan keningnya."Aku harus ke Hongkong hari ini," jawab Daren cepat.Adriana langsung memutar tubuhnya. "Ada apa? Nenek baik-baik saja' kan?" tanya Adriana terlihat sangat khawatir. Meskipun se
Satu bulan kemudian.Adriana tersenyum lebar melihat calon pengantin wanita yang terlihat bahagia itu. Dia begitu iri karena impiannya belum tercapai sampai sekarang. Daren seolah tidak mengerti perasaannya sebenarnya.Selama satu bulan ke belakang, Adriana mulai akrab dengan Jillian. Jillian sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat meskipun mereka baru saling mengenal. Karena selama ini Jillian tidak pernah memiliki seorang sahabat dekat."Kau terlihat sangat cantik hari ini. Pengantin wanita tercantik yang pernah aku lihat, ucap Adriana memberi komentar.Jillian tersenyum senang mendengar ucapan Adriana. Dia kini berdiri di depan cermin setinggi badan, memandang pantulan dirinya dalam balutan gaun pengantin pilihannya. Kurang dari satu jam dia akan menikah dengan Daniel. Dia merasa sangat gelisah juga takut. Karena setelah ini dia akan tinggal bersama dengan Daniel dan keluar dari rumah yang selama ini dia tinggali."Terima kasih," ucap Jillian tanpa bisa menutupi rasa gugupnya.
Sesuai dengan janjinya semalam, Daniel menjemput Jillian di kantor Jillian sepulang dia bekerja. Dari tempatnya menghentikan mobilnya di halaman gedung kantor Media tech, dia melihat Jillian keluar dari gedung itu dengan langkah terburu-buru. Jillian melihat ke samping kanan-kirinya, memeriksa memeriksa bahwa tidak ada orang lain yang melihatnya.Jillian masuk masuk ke dalam mobil Daniel. Dia meminta dana segera pergi dari sana. Jangan sampai ada teman yang melihat dia masuk ke dalam mobil Daniel."Kenapa kau bertingkah sangat aneh?" tanya Daniel heran dengan sikap Jillian."Aku tidak ingin ada yang melihatku masuk ke dalam mobilmu lalu menjadikanku sebagai bahan gosip di kantor," jawab Jillian yang cepat. "Kau tidak tahu bahwa teman-temanku adalah penggosip yang ulung, yang bisa membuatmu stres karena menjadi bahan pembicaraan selama berhari-hari.""Mengetahui buruknya sifat karyawan perusahaanmu, membuatku memutuskan bahwa sebaiknya kau segera mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Aku
Tubuh Daniel membeku saat dia melihat orang lain yang membuka pintu rumah Jillian. Dia memicingkan matanya, seharusnya yang dia temui adalah Jillian. Tapi saat ini orang lain lah yang berdiri di depan pintu. Wanita paruh baya yang wajahnya mirip dengan Jillian"Maaf sebelumnya. Silakan masuk.""Apa Jillian ada?" Daniel mengedarkan pandangannya ke penjuru ruang tamu rumah itu. Sayangnya wajah Jillian tidak tampak sama sekali."Jillian ada di kamarnya. Dia baru saja pingsan," jawab wanita itu dengan hati-hati."Boleh saya melihatnya?" "Tunggu sebentar. Kalau kau tidak keberatan siapa namamu?"Daniel menyunggingkan senyum tipis. "Saya Daniel," jawab Daniel mantap.Setelah itu Daniel menemui Jillian di kamarnya. Rupanya Jillian sudah sadar. Jillian berusaha membuka matanya saat menyadari Daniel berada di kamarnya."Daniel .... Maafkan aku karena mengacaukan acara makan malam kita," ucap Jillian penuh rasa bersalah."Tidak apa-apa. Kita bisa melakukannya lain kali," balas Daniel penuh peng
Mendengar ucapan Daniel, membuat mantan tunangan Jillian murka. Sesuatu terjadi di luar perkiraan Jillian dan Daniel. Rey, mantan tunangan Jillian, mengeluarkan sebilah pisau dari saku celananya. Dalam gerakan cepat dia berhasil melukai wajah Jillian dan lengan Daniel. Setelah itu dia langsung kabur dari sana.Jillian mengaduh kesakitan. Telapak tangannya dipenuhi oleh darah. Dia pun akhirnya jatuh pingsan ke tanah karena merasa terkejut atas tindakan yang dilakukan oleh Rey.Daniel lalu memanggil sopir pribadinya. Tanpa menunggu waktu lebih lama dia langsung membawa Jillian ke rumah sakit. Jillian membutuhkan bantuan segera.Sesampainya di rumah sakit, Daniel meminta dokter menangani luka di wajah Jillian terlebih dahulu. Setelah itu baru dirinya. Tapi ternyata mereka mendapat penanganan secara bersama-sama."Kondisi pasien baik-baik saja. Dia belum sadarkan diri karena masih terkejut dengan apa yang dialami. Luka di wajahnya sudah ditangani oleh dokter, tapi mungkin nanti akan mening