Hampir tengah hari. Daren berjalan mondar-mandir di ruangannya sambil menyentuh keningnya. Dia merasakan kepalanya berdenyut-denyut setelah membaca laporan yang diberikan oleh Adriana. Sama sekali dia tidak ingat kapan laporan itu sampai di mejanya. Adriana tidak pernah memberi tahunya.Sepanjang hari ini dia tidak melakukan pekerjaannya karena pikirannya tengah berkecamuk, tidak memberinya kesempatan untuk melakukan hal lain. Dia lalu memutuskan menemui Adriana sekarang. Mungkin setelah ini dia akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya."Adriana ...." Daren memanggil, lalu terus melangkah ke dalam apartemennya. Suasana sepi sekali. Sebuah pikiran buruk terlintas di benaknya, mungkin Adriana pergi saat dia tidak berada di rumah. Dia berjalan cepat, buru-buru membuka pintu kamar Adriana. Setelah itu, dia mematung di depan pintu."Kau sudah pulang?" tanya Adriana pelan. Wajahnya masih pucat, dan rambutnya sedikit berantakan. Dia bangun tidur saat m
Di ruangan Daren.Daren duduk tegak di belakang mejanya. Kedua tangannya saling bertaut, menjadi sandaran bagi dagunya. Matanya menatap tajam pada Keanu."Jelaskan padaku! Apa yang sebenarnya kau lakukan di belakangku?"Keanu tergagap. Tidak seperti biasanya, kali ini sikapnya seperti seorang pencuri yang tertangkap basah dan ketakutan. Tidak ada Keanu yang selalu tampil percaya diri dan memikat."Aku tidak melakukan apa-apa di belakangmu," jawab Keanu. Dia sangat yakin Daren tidak mendengar seluruh isi percakapannya di telepon. Jadi, dirinya masih aman."Aku sudah mendengar semua ucapanmu di atap tadi. Termasuk saat kau meminta komisi pada mereka setelah berhasil mengkhianatiku," sindir Daren.Keanu merentangkan tangan, lalu menggoyangkan pergelangan tangannya. "Tidak seperti itu. Aku melaku beberapa pekerjaan sampingan, tapi sampai sekarang aku belum menerima komisi dari mereka," elak Keanu. "Tapi, bukan pekerjaan sampingan seperti yang kau tuduhkan padaku.""Berapa lama kita bersaha
Daren memukul roda kemudi mobilnya berulang kali. Dia terlihat sangat gusar setelah mengetahui Adriana pindah entah ke mana. Dalam hati dia menduga-duga. Mungkinkah Adriana pindah karena ingin menghindar darinya?Daren menggertakkan giginya. Dia memegang roda kemudi erat, lalu memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Besok dia akan mencari tahu di mana Adriana sekarang tinggal.***"Kau mengejutkanku," ucap Airin sambil menyentuh dadanya saat melihat Daren berdiri di depan pintu butiknya. Niat Airin semula ingin membalik papan tulisan yang tergantung di pintu. Tapi, dia justru dikejutkan oleh kemunculan Daren yang tiba-tiba. Dia lalu membuka pintu itu, dan mempersilakan Daren masuk ke dalam."Apa Adriana belum berangkat kerja? Di mana sekarang dia tinggal?" tanya Daren setelah duduk di sofa.Airin tidak segera menjawab pertanyaan Daren. Dia terlihat sedang berpikir dan menimbang jawaban apa yang harus dia berikan pada Daren. Adriana pernah bilang bahwa dia tidak akan menjalin hubunga
Adriana mematung selama beberapa saat. Rasa terkejutnya belum hilang sepenuhnya saat melihat Daren tiba-tiba muncul di hadapannya. Lidahnya terasa kaku untuk berucap. Dia hanya menatap Daren dalam diam."Selamat malam," balas Adriana setelah mampu menguasai dirinya. Dia mencoba bersikap santai, pura-pura tidak terganggu akan kehadiran Daren yang tidak terduga."Sekarang keadaan hidupmu jauh lebih baik dari sebelumnya," sindir Daren sambil melirik sekilas ke arah rumah Adriana yang tampak mewah."Bagaimana kalau kau masuk ke dalam? Kita bisa mengobrol di sana," kata Adriana menawarkan diri. Tanpa menunggu tanggapan Daren, Adriana langsung berjalan meninggalkan Daren di belakangnya. Dia membuka pintu rumahnya lebar. Daren adalah tamu kedua yang berkunjung ke rumahnya."Non Adriana sudah pulang?" tanya Dila yang baru muncul dari belakang rumah."Ya .... Maaf kalau pulangku agak kemalaman," ucap Adriana dengan nada penuh rasa bersalah."Non Adriana tidak boleh berkata seperti itu," tukas
Adriana memegang dadanya. Jantungnya berdetak sangat kencang, seolah akan keluar dari tubuhnya. Lalu, tangannya menyentuh bibirnya. Ciuman Daren masih bisa dia rasakan. Ternyata pengaruh Daren masih bisa mengguncang hatinya. Dia seperti seorang gadis remaja yang baru merasakan jatuh cinta.Telepon Adriana berdering berkali-kali, membawa dia kembali ke dunia nyata. Dia buru-buru mengambilnya, dan melihat Daren lah yang meneleponnya. Adriana mengerutkan keningnya, lalu mengangkat telepon itu."Halo ....""Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar telah menyesal dengan semua yang aku lakukan padamu," ucap Daren pelan, dan hampir seperti sedang berbisik. "Maafkan aku karena telah membuatmu terluka." Suara Daren terdengar sangat tulus saat mengucapkan kalimat itu. Setelah itu dia mematikan ponselnya.Adriana menatap layar ponsel yang telah gelap. Dia merasa yang menelepon dia beberapa menit lalu bukan lah Daren yang dia kenal selama ini. Daren tidak mungkin bersikap seperti itu. Laki-
Ciiittt.Terdengar suara roda mobil berdecit, disusul bunyi bedebam yang keras. Daren menginjak rem dengan sekuat tenaga saat menghindari sebuah motor yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Mobilnya kehilangan keseimbangan, lalu menabrak pohon besar di pinggir jalan. Beruntungnya tidak terjadi sesuatu yang parah kecuali bagian depan mobil Daren sedikit penyok dan lecet-lecet. Daren mengalami luka ringan di pelipisnya yang tidak sengaja terbentur kaca jendela mobilnya. Selain itu dia hanya terkejut usai kejadian itu.Daren segera keluar dari mobilnya. Tangannya mengambil ponselnya di saku celananya, lalu dia menghubungi Adriana. Pikirnya, Adriana pasti tengah menunggu dia."Aku baru saja mengalami kecelakaan. Aku hanya ingin mengabarimu kalau kau sedang menungguku," kata Daren santai sambil memijit keningnya yang terasa berdenyut-denyut."Bagaimana keadaanmu? Apa kau terluka parah?" tanya Adriana setengah histeris.Daren menggelengkan kepalanya. "Tidak terlalu," jawab Daren. Dia mering
Panggilan telepon itu terputus. Daren memutuskan menghubungi balik neneknya. Mungkin neneknya ingin menyampaikan sesuatu."Bobo.... Lei hou, Bobo?" tanya Daren ingin tahu keadaan neneknya saat neneknya mengangkat teleponnya.Sudah lama dia tidak pernah menghubungi neneknya. Selain karena kesibukan, neneknya berada jauh di lintas benua sana dengan jarak ribuan kilometer. Neneknya tinggal di Hongkong sejak Daren belum lahir."Oh, mo lamko lei cung kwansam lei ke Bobo.Ngo yiwai lei emkeitak liko loyanka (Oh, ternyata kau masih peduli dengan nenekmu. Aku pikir kau sudah melupakan wanita tua ini)," balas neneknya sedikit ketus dan pura-pura merajuk."Tentu saja aku masih peduli dengan nenek. Nenek adalah keluargaku satu-satunya yang masih hidup hingga sekarang." Daren menimpali dengan nada sedikit bercanda.Meskipun mereka sudah jarang berhubungan, itu bukan berarti Daren sudah melupakan neneknya. Neneknya pasti mengerti keadaannya. Sejak dulu neneknya tidak pernah menuntut apa-apa dari cu
"Tidak .... Aku tidak mungkin melakukannya," ucap Adriana sambil menggelengkan kepalanya. Ide Daren benar-benar gila dan berada di luar logika."Kenapa tidak? Kita bisa bersikap seperti biasanya. Yang kita lakukan hanya lah pura-pura menjadi pasangan suami dan istri," tukas Daren mencoba meyakinkan Adriana.Adriana menatap Daren, mencari keseriusan dari sorot mata Daren. Otaknya berkecamuk. Sungguh tidak masuk akal bila mereka harus berpura-pura menjadi suami istri."Aku tidak ingin membohongi nenekmu. Tindakan kita akan melukai hatinya bila suatu hari nanti kebohongan kita terbongkar," ucap Adriana teguh pada pendiriannya. Seumur hidup dia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. "Hanya sebentar. Setelah nenek pulang ke Hongkong, aku pasti akan menceritakan yang sebenarnya pada nenek," desak Daren mencoba meyakinkan Adriana."Tidak mau. Seharusnya kau memberi tahu nenekmu tentang istrimu yang telah meninggal. Kenapa kau tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya?" tanya Adria