Daren memukul roda kemudi mobilnya berulang kali. Dia terlihat sangat gusar setelah mengetahui Adriana pindah entah ke mana. Dalam hati dia menduga-duga. Mungkinkah Adriana pindah karena ingin menghindar darinya?Daren menggertakkan giginya. Dia memegang roda kemudi erat, lalu memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Besok dia akan mencari tahu di mana Adriana sekarang tinggal.***"Kau mengejutkanku," ucap Airin sambil menyentuh dadanya saat melihat Daren berdiri di depan pintu butiknya. Niat Airin semula ingin membalik papan tulisan yang tergantung di pintu. Tapi, dia justru dikejutkan oleh kemunculan Daren yang tiba-tiba. Dia lalu membuka pintu itu, dan mempersilakan Daren masuk ke dalam."Apa Adriana belum berangkat kerja? Di mana sekarang dia tinggal?" tanya Daren setelah duduk di sofa.Airin tidak segera menjawab pertanyaan Daren. Dia terlihat sedang berpikir dan menimbang jawaban apa yang harus dia berikan pada Daren. Adriana pernah bilang bahwa dia tidak akan menjalin hubunga
Adriana mematung selama beberapa saat. Rasa terkejutnya belum hilang sepenuhnya saat melihat Daren tiba-tiba muncul di hadapannya. Lidahnya terasa kaku untuk berucap. Dia hanya menatap Daren dalam diam."Selamat malam," balas Adriana setelah mampu menguasai dirinya. Dia mencoba bersikap santai, pura-pura tidak terganggu akan kehadiran Daren yang tidak terduga."Sekarang keadaan hidupmu jauh lebih baik dari sebelumnya," sindir Daren sambil melirik sekilas ke arah rumah Adriana yang tampak mewah."Bagaimana kalau kau masuk ke dalam? Kita bisa mengobrol di sana," kata Adriana menawarkan diri. Tanpa menunggu tanggapan Daren, Adriana langsung berjalan meninggalkan Daren di belakangnya. Dia membuka pintu rumahnya lebar. Daren adalah tamu kedua yang berkunjung ke rumahnya."Non Adriana sudah pulang?" tanya Dila yang baru muncul dari belakang rumah."Ya .... Maaf kalau pulangku agak kemalaman," ucap Adriana dengan nada penuh rasa bersalah."Non Adriana tidak boleh berkata seperti itu," tukas
Adriana memegang dadanya. Jantungnya berdetak sangat kencang, seolah akan keluar dari tubuhnya. Lalu, tangannya menyentuh bibirnya. Ciuman Daren masih bisa dia rasakan. Ternyata pengaruh Daren masih bisa mengguncang hatinya. Dia seperti seorang gadis remaja yang baru merasakan jatuh cinta.Telepon Adriana berdering berkali-kali, membawa dia kembali ke dunia nyata. Dia buru-buru mengambilnya, dan melihat Daren lah yang meneleponnya. Adriana mengerutkan keningnya, lalu mengangkat telepon itu."Halo ....""Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar telah menyesal dengan semua yang aku lakukan padamu," ucap Daren pelan, dan hampir seperti sedang berbisik. "Maafkan aku karena telah membuatmu terluka." Suara Daren terdengar sangat tulus saat mengucapkan kalimat itu. Setelah itu dia mematikan ponselnya.Adriana menatap layar ponsel yang telah gelap. Dia merasa yang menelepon dia beberapa menit lalu bukan lah Daren yang dia kenal selama ini. Daren tidak mungkin bersikap seperti itu. Laki-
Ciiittt.Terdengar suara roda mobil berdecit, disusul bunyi bedebam yang keras. Daren menginjak rem dengan sekuat tenaga saat menghindari sebuah motor yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Mobilnya kehilangan keseimbangan, lalu menabrak pohon besar di pinggir jalan. Beruntungnya tidak terjadi sesuatu yang parah kecuali bagian depan mobil Daren sedikit penyok dan lecet-lecet. Daren mengalami luka ringan di pelipisnya yang tidak sengaja terbentur kaca jendela mobilnya. Selain itu dia hanya terkejut usai kejadian itu.Daren segera keluar dari mobilnya. Tangannya mengambil ponselnya di saku celananya, lalu dia menghubungi Adriana. Pikirnya, Adriana pasti tengah menunggu dia."Aku baru saja mengalami kecelakaan. Aku hanya ingin mengabarimu kalau kau sedang menungguku," kata Daren santai sambil memijit keningnya yang terasa berdenyut-denyut."Bagaimana keadaanmu? Apa kau terluka parah?" tanya Adriana setengah histeris.Daren menggelengkan kepalanya. "Tidak terlalu," jawab Daren. Dia mering
Panggilan telepon itu terputus. Daren memutuskan menghubungi balik neneknya. Mungkin neneknya ingin menyampaikan sesuatu."Bobo.... Lei hou, Bobo?" tanya Daren ingin tahu keadaan neneknya saat neneknya mengangkat teleponnya.Sudah lama dia tidak pernah menghubungi neneknya. Selain karena kesibukan, neneknya berada jauh di lintas benua sana dengan jarak ribuan kilometer. Neneknya tinggal di Hongkong sejak Daren belum lahir."Oh, mo lamko lei cung kwansam lei ke Bobo.Ngo yiwai lei emkeitak liko loyanka (Oh, ternyata kau masih peduli dengan nenekmu. Aku pikir kau sudah melupakan wanita tua ini)," balas neneknya sedikit ketus dan pura-pura merajuk."Tentu saja aku masih peduli dengan nenek. Nenek adalah keluargaku satu-satunya yang masih hidup hingga sekarang." Daren menimpali dengan nada sedikit bercanda.Meskipun mereka sudah jarang berhubungan, itu bukan berarti Daren sudah melupakan neneknya. Neneknya pasti mengerti keadaannya. Sejak dulu neneknya tidak pernah menuntut apa-apa dari cu
"Tidak .... Aku tidak mungkin melakukannya," ucap Adriana sambil menggelengkan kepalanya. Ide Daren benar-benar gila dan berada di luar logika."Kenapa tidak? Kita bisa bersikap seperti biasanya. Yang kita lakukan hanya lah pura-pura menjadi pasangan suami dan istri," tukas Daren mencoba meyakinkan Adriana.Adriana menatap Daren, mencari keseriusan dari sorot mata Daren. Otaknya berkecamuk. Sungguh tidak masuk akal bila mereka harus berpura-pura menjadi suami istri."Aku tidak ingin membohongi nenekmu. Tindakan kita akan melukai hatinya bila suatu hari nanti kebohongan kita terbongkar," ucap Adriana teguh pada pendiriannya. Seumur hidup dia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. "Hanya sebentar. Setelah nenek pulang ke Hongkong, aku pasti akan menceritakan yang sebenarnya pada nenek," desak Daren mencoba meyakinkan Adriana."Tidak mau. Seharusnya kau memberi tahu nenekmu tentang istrimu yang telah meninggal. Kenapa kau tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya?" tanya Adria
Adriana menatap Daren dengan tidak percaya. Bisa-bisanya Daren mengancam dirinya dengan sesuatu yang terdengar sangat menjijikkan. Daren akan menyewa wanita lain untuk pura-pura menjadi istrinya. Apakah Daren sudah gila?"Apa kau sedang mengancamku?" tanya Adriana sambil menggelengkan kepalanya."Aku tidak punya pilihan lain," tukas Daren pendek. "Itu adalah satu-satunya cara yang bisa aku lakukan untuk saat ini karena kau menolak permintaanku."Adriana mendengus. Lalu tangannya menyentuh dahinya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, dan pusing."Nenekmu pasti curiga saat kau mempertemukan wanita itu dengan nenekmu," timpal Adriana dengan suara bergetar. "Nenekmu akan menyadari bahwa istrimu saat ini tidak sama dengan istri yang kau kenalkan dulu.""Kau salah besar. Memang analisamu ini sangat akurat dan sulit terbantahkan. Tapi kau tidak mengetahui satu hal," kata Daren sengaja berteka-teki.Lelah berdebat dengan Daren, membuat Adriana memilih untuk duduk di sofa. Kakinya mendadak teras
"Tiga hari? Apa kau sedang bercanda?"Adriana menggeleng cepat. Sebelumnya dia sudah menduga Daren akan bereaksi seperti ini. Tapi, dia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi protes dari Daren."Aku sama sekali tidak bercanda. Aku tidak mungkin berlama-lama menjadi istri pura-puramu," sergah Adriana putus asa. "Rasanya sangat berat. Terlebih karena aku harus berbohong dengan nenekmu."Daren menggertakkan giginya. "Aku tidak pernah menduga kau akan mengatakan itu padaku," ucap Daren sulit percaya dengan permintaan Adriana. "Aku bahkan tidak mengetahui berapa lama nenekku akan tinggal di sini."Adriana mengangkat bahunya acuh tak acuh. Dia menatap Daren dengan sorot menantang. Kali ini dia tidak akan membiarkan Daren mengembalikan dirinya seenaknya. Mulai sekarang dia akan menentukan semua keputusan yang harus dia ambil."Terserah padamu. Kau setuju atau pun tidak, keputusanku tetap sama."Daren langsung menutup mulutnya rapat. Dia tidak ingin bertindak gegabah karena semua ini menyan