Sudah siang dan Maura pulang lagi ke rumahnya. Rumah di mana dia tinggal bersama suami dan kakak madunya yang cantik dengan gaya hedon. Jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana dan tidak terlalu suka bergaya glamour seperti Sarah.“Dari mana kamu, Maura?” tanya Sarah dengan ketus.Wanita itu duduk dengan menyilangkan kakinya dan pakaiannya terbuka hingga memperlihatkan paha mulusnya. Kaki jenjang itu membuat Maura menengguk ludah dengan susah payah. Dia yang seorang wanita saja iri melihat body Sarah, apalagi seorang pria. Begitu menurut pemikiran Maura.“Dari rumah mamaku, Mba.” Maura menjawab singkat.“Kamu nggak ada kerjaan lain selain ke rumah mamamu terus? Kenapa nggak tinggal di sana aja sekalian? Jadi, nggak capek bolak bali ke sana terus tiap pagi!” ungkap Sarah dengan nada kesal.“Kalau bisa sih aku mau aja tinggal di rumah mamaku, Mba. Aku jadi bisa dekat dan jagain mamaku terus tiap hari tanpa capek bolak balik,” balas Maura dengan lembut.“Ya udah, pindah aja sana
Maura hanya bisa diam di tempatnya dengan tubuh yang sedikit menggigil. Tidak pernah seumur hidupnya diteriaki oleh seseorang, apalagi seorang pria yang kini sudah menjadi suaminya. Air matanya tidak bisa dibendung dan jatuh mengalir tanpa henti meski dia sudah mencoba untuk menahannya. Maura merasa sangat tertekan di depan Sarah dan Gani.“Mas! Sebaiknya ceraikan aku sekarang juga! Aku nggak masalah jadi janda di usia pernikahan yang hanya beberapa hari ini. Dari pada aku lebih lama hidup dengan manusia-manusia tak punya hati seperti kalian berdua,” ungkap Maura dengan suara yang masih terdengar bergetar.“Apa maksudmu? Kamu mau bikin mamaku marah sama aku?” tanya Gani jelas tak senang.“Kalau kamu nggak mau menceraikan aku, berikan aku waktu untuk bisa menerima semua ini. Aku akan menjelaskan semua ini sama mama Wulan dan nggak akan menyudutkan kamu apalagi istrimu itu. Aku cukup sadar diri dengan posisiku! Aku nggak masalah dibilang sebagai mesin pencetak anak oleh mba Sarah, tapi
Pikirannya tidak sejalan dengan tindakannya, sehingga saat ini Maura benar-benar diam tak bergerak. Justru, dia memejamkan mata menikmati ciuman dari Gani. Gani begitu lembut dalam mencumbunya sehingga mampu membuat Maura serasa terbang melayang.Tak ubahnya dengan Maura, Gani pun seakan tak ingin berhenti mencumbu wanita di dalam dekapannya itu. Ada sesuatu yang berbeda dengan diri Maura yang membuatnya semakin ingin tersu menikmati wanita itu semakin dalam.“Kamu udah pernah ciuman sebelumnya?” tanya Gani saat dia menjeda cumbuannya pada Maura.“Sudah. Memangnya aku seculun itu? Sampai-sampai ciuman doang nggak pernah,” jawab Maura dengan wajah memerah dan tentu saja dia berbohong untuk mempertahankan harga dirinya di depan Gani. Dia malu mengatakan kalau itu adalah ciuman pertamanya.“Kamu harus banyak belajar lagi kalau begitu. Ciuman kamu masih sangat kaku dan nggak lepas,” ucap Gani dan menjarakkan tubuhnya dari Maura.“Jelas kaku. Aku kaget dan aku sebenarnya nggak mau dicium s
Rahang Gani mengeras saat mendengar ucapan Maura itu dan sorot matanya menunjukkan kemarahan yang tak pernah dilihat oleh Maura sebelumnya. Sesaat, Maura pun merasa takut dan berpikir apa dia sudah salah bicara kepada Gani.“Maaf, kalau aku udah terlalu jauh membahas masalah ini, Mas. Aku nggak mau terlalu jauh terikat hutang budi pada keluargamu. Kalau memang dengan memberikanmu anak bisa membuat semuanya impas, aku rela!” lanjut Maura sekali lagi dan semakin membuat urat leher Gani keluar tampak jelas dari kulitnya yang putih.“Kamu pikir, aku akan mengabulkan keinginanmu itu dengan mudah, Maura? Kamu ingin membuatku terlihat seperti lelaki bajingan yang membuang istri kedua setelah berhasil melahirkan keturunan?” tanya Gani dan hanya di dalam hati dia mengatakan semua itu.“Baiklah. Aku setuju dengan yang kau ucapkan! Aku memberimu waktu tiga bulan untuk bisa mengandung anakku, dimulai dari hari ini. Jika kamu nggak bisa hamil dalam waktu tiga bulan, maka aku nggak akan pernah mele
Gani dan Maura seperti lupa pada semua masalah yang baru saja terjadi. Mereka hanyut dalam cumbuan dan sentuhan lembut yang memabukkan. Gani bahkan sudah menelusuri tiap jengkal tubuh Maura dengan tangannya.Saat ini, Maura menggunakan dress selutut dan itu membuat Gani bahkan bisa mengakses bagian paha Maura hingga ke sebuah aset berharga yang selama ini belum pernah disentuh oleh seorang pria mana pun yang pernah dekat atau Maura kenal.“Mas ...,” lirih Maura dengan suara tertahan.“Kamu percaya aku?” tanya Gani justru membuat Maura semakin luluh.Dia yang tadinya tidak ingin terlalu terbawa perasaan, bisa-bisanya sekarang percaya begitu saja dengan ucapan Gani yang sangat sederhana. Pertanyaan Gani seakan membuat Maura merasa sangat yakin untuk melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya.Maura mengangguk dan ciuman itu kembali dilanjutkan. Tidak ada lagi penolakan dari tubuh Maura, karena dia berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya. Selain itu, Maura hanya ingin s
Gani keluar dari kamar kedua di rumahnya itu dan meninggalkan Maura yang masih berantakan dengan rasa perih di bagian selangkangan. Tentu saja, ini adalah kali pertamanya Maura melakukan hubungan intim dengan pria. Ada darah yang terasa masih mengalir di sela pahanya dan membuat Maura semakin meraung di tempat tidur dengan posisi meringkuk.Sementara Gani langsung masuk ke dalam kamar dan mendapati Sarah menatapnya dari atas ranjang dengan wajah yang masam. Sepertinya, Sarah tahu bahwa Gani baru saja memerawani Maura dan hal itu jelas membuatnya terluka sangat dalam sebagai seorang istri sah dan pertama.“Kamu udah menyentuhnya, Mas?” tanya Sarah saat melihat Gani akan masuk ke dalam kamar mandi. Langkah Gani terhenti, tapi dia tidak menoleh sama sekali.“Aku berhak menyentuhnya, terlepas dari apapun alasan pernikahan ini dia tetap adalah istriku dan halal bagiku untuk menyentuhnya!” ungkap Gani menjawab pertanyaan Sarah dengan fakta.Hati Sarah seakan terkoyak mendengar jawaban dari
“Kamu nggak boleh lemah seperti ini, Maura! Kamu harus kuat dan bangkit dari semua masalah ini dan hadapi semua dengan kepala tegak. Semua udah terlanjur terjadi dan aku nggak akan pasrah gitu aja sama keadaan. Kalau mas Gani bilang aku adalah istrinya, punya hak yang sama di rumah ini dengan mba Sarah, baiklah. Aku akan menggunakan hakku dengan sepenuhnya karena aku juga udah memberikan kewajibanku sepenuhnya pada mas Gani!”Maura berkata kepada dirinya sendiri di depan cermin yang terpasang di salah satu dinding kamar mandi karena di sana ada wastafel juga. Maura baru bisa bergerak dengan susah payah setelah mengunci pintu kamarnya menuju kamar mandi.Dia tidak ingin siapapun membersihkan ranjang bekas pergumalannya dengan Gani tadi. apalagi, di sana terdapat bercak darah segar pertanda putusnya keperawanan Maura tadi. Dia ingin menyimpan itu sebagai kenang-kenangan atau bukti jika suatu saat ada masalah atau ada yang meragukan kesuciannya saat menjadi istri Gani.“Maura ... kamu ad
“Kamu nggak punya pilihan lain selain menerima tawaran ini, Maura! Kalau kamu berani menolak, aku nggak akan segan-segan melakukan hal yang mengerikan untuk kamu! Kamu nggak akan menjalani hidupmu dengan tenang,” ucap Sarah dengan tegas mengancam Maura.“Apa ini sebuah ancaman, Mba?” tanya Maura lagi.“Tidak. Aku hanya memperingatkan kamu dengan baik-baik. Terserah kamu mau mengikutinya atau nggak,” jawab Sarah dengan sangat santai dan menaikkan bahunya.Kedua tangan wanita itu berlipat di dada dan dia duduk bersandar pada sandaran sofa yang empuk. Pandangannya terus mengedar seolah asing dengan kamar Maura ini. Memang benar, Sarah bahkan bisa dibilang tidak pernah masuk ke kamar ini sejak pindah ke sini. Kamar ini kosong tapi selalu dibersihkan oleh Cici setiap hari.Saat Sarah bertanya pada Gani tentang kamar ini, pria itu selalu menjawab bahwa tidak masalah punya banyak kamar di dalam rumah. Siapa tahu nanti ada yang menumpang atau menginap. Atau bisa saja anak-anak mereka saat dew
“Apa salahnya kalau aku ngomong seperti itu ke dia, Mas? Biar dia tau posisinya seperti apa dan selama dia pergi, kamu nggak menunggu dia sama sekali.”“Kamu udah berbohong dan membuat aku buruk di mata Maura!”“Mas! Memangnya kamu mau dia berpikir selama dia pergi dengan selingkuhannya itu, kamu nggak bahagia dan nggak bisa move on dari dia? Sementara, dia sama laki-laki itu hidup bahagia sampai punya anak.”Mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Sarah, tentu saja Gani merasa bahwa semua itu ada benarnya juga. Gani tidak ingin terlihat sebagai lelaki yang patah hati di hadapan Maura. Sementara dia bahagia dengan lelaki lain di hidupnya.Sarah tahu bahwa dalam hatinya, Gani membenarkan yang baru saja dia katakan. Tidak sulit untuk menebak jalan pikiran Gani saat ini. Hanya saja, Sarah tidak mau terlalu menggebu gebu dan terlihat konyol di depan Gani.Saat ini, yang perlu dia lakukan adalah mengambil kembali kepercayaan Gani dan merusak pikirannya tentang Maura. Sarah har
“Mas Gani nggak usah jadi mempertanyakan hal itu. Sekarang yang dibahas adalah tentang mba Sarah dan pil yang waktu itu ada di kamarnya. Aku udah simpan dan aku udah bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Hasilnya ... itu adalah pil KB dosis tinggi.”Maura menjelaskan hal yang sebenarnya dan sudah terpendam sangat lama di hatinya. Kertas hasil pemeriksaan obat itu pun masih tersimpan dengan baik di antara barang-barang berharga Maura.Hal itu karena Maura yakin suatu saat nanti dia akan membutuhkan kertas dari dokter yang sudah diterimanya dua tahun silam itu.“Jangan percaya sama ucapan dia, Mas. Bisa aja dia bohong sama kamu, Mas. Kita nggak tau obat apa yang dia ambil dari kamar aku dan obat apa pula yang dia bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Orang kalau udah memang niatnya buruk, sampai kapan pun akan tetap buruk, Mas.” Sarah dengan cepat menjabarkan hal itu seperti sedang mencari pembelaan diri dengan menydutkan Maura.Maura menyunggingkan senyuman sinisnya pada Sarah. “Kalau Mb
Aku sangat bisa, Mas. Aku masih menyimpan hasil laporan tentang obat itu. Aku masuk ke kamar saat itu dan kamu tau juga kan, Mas? Kamu yang suruh aku tutup pintu kamar kamu dan mba Sarah? Itu waktu mama masuk rumah sakit dan kalian berdua menemani mama di sana. Aku sendirian di rumah dan kita berbalas pesan.”Memori ingatan Gani kembali mengilas masa lalu yang memang masih terpatri dalam otaknya. Dia ingat saat itu di mana Maura terpaksa pulang ke rumah dan sendirian di rumah. Hal itu dia lakukan agar Sarah tidak terus-terusan menyakiti hati Maura.“Ya. Aku sangat ingat dan masih terekam jelas dalam otakku,” jawab Gani singkat.“Kamu pasti juga masih ingat waktu kamu suruh aku mengambil dua butir obat yang berserakan di atas kasur kamu dan mba Sarah?” tanya Maura sekali lagi.Gani semakin teringat dengan hari itu dan dia memang meminta Maura untuk mengambil dua butir obat itu. Maura mengadukan padanya bahwa di kamar itu berserakan banyak sekali obat yang tidak tahu obat apa.Sebagai
“Apa maksud kamu, Mau?” tanya Gani yang kini mengguncang bahu Maura.Hal itu tentu saja membuat Melody menjadi terkejut dan takut. Bayi perempuan yang lucu itu langsung menangis sambil memeluk erat tubuh Maura. Maura tidak tega mendengar buah hatinya menangis ketakutan seperti itu.“Apa yang kamu lakukan, Mas? Kamu membuat Melody menjadi takut!” ucap Maura dan menepis tangan Gani dengan kasar.“Sayang ... nggak apa-apa, Sayang. Mami di sini, Nak. Nggak usah takut lagi, ya.” Maura berusaha menenangkan Melody dan hal itu membuat Gani tercengang.Jiwa keibuan jelas terlihat dari raut wajah Maura dan Sarah juga sedikit terkesip. Dia bahkan tidak pernah berkata selembut dan semanis itu kepada Kesya. Walaupuan Kesya terlahir dari rahimnya, akan tetapi dia sama sekali tidak pernah menyayangi Kesya seperti yang baru saja ditampilkan Maura kepada putrinya – Melody.Tangisan itu mereda dan Maura merasa lega secara bersamaan. Namun, sorot matanya jelas menatap ke arah Gani dengan tajam. Dia tida
“Jo-Jonathan? Siapa yang kamu maksud, Mas? Aku nggak tau sama sekali!” ucap Sarah gugup dan panik ketika nama Jonathan disebut oleh Gani.“Jangan bersandiwara lagi di depanku, Sarah. Aku bukan laki-laki bodoh yang bisa kamu tipu dan kamu bodohi terus,” ungkap Gani yang berusaha menahan amarahnya karena mengingat ini adalah rumah sakit dan tidak boleh ada kebisingan di sini.“Mas! Jangan bicara sembarangan kalau nggak ada bukti. Apa kamu pernah liat aku dekat sama pria lain selama ini, Mas? Kamu tau dengan jelas siapa-siapa aja teman aku kan?”“Aku nggak pernah tau siapa aja yang kamu simpan dan bohongi dari aku.”“Siapa yang udah mencuci otak kamu, Mas? Sepertinya ... semenjak kedatangan Maura dalam rumah tangga kita, kamu terlalu banyak berubah.”“Jangan sebut lagi nama wanita itu di sini. Dia nggak ada hubungannya sama sekali dengan yang aku bicarakan saat ini dengan kamu, Sarah!”“Tapi, memang dia yang membuat kamu berubah, Mas. Kamu jadi nggak percaya sama aku dan cinta kamu ke ak
Gani tidak bisa tenang dengan ucapan yang dilontarkan oleh Wulan tadi. Belum sempat wanita itu menjawab pertanyaan Gani, kondisinya kembali drop dan tak sadarkan diri hingga saat ini. Sedangkan Gani masih saja penasaran dengan kata-kata yang tadi dikatakan oleh Wulan kepadanya.“Kenapa tadi mama ngomong gitu? Apa mungkin memang, anak itu adalah anakku?” tanya Gani di dalam hatinya sambil terus duduk dan menunggu dokter selesai memeriksa Wulan di dalam ruangan.“Nggak. Itu nggak mungkin terjadi dan sepertinya memang nggak mungkin benar. dia udah pergi saat itu dan aku tau dia nggak hamil saat pergi. Usia anak itu memang pas seperti dia yang waktu itu baru menikah sama aku. Jadi, ada kemungkinan dia hamil sebelum menikah sama aku kan?” tanya Gani lagi seorang diri dan seperti sedang berbicara pada lantai keramik rumah sakit.“Tapi ... anak itu punya beberapa kesamaan sama aku. Dari mata dan hidungnya, itu mirip aku. Bibirnya mirip sama Maura, dan senyumannya sama persis dengan Maura. ba
Gani sudah menunggu selama hampir lima belas menit di luar ruangan, dan memang belum ada tanda-tanda Maura akan keluar dari ruangan anak. Hingga akhirnya dengan terpaksa Gani meninggalkan tempat itu karena sudah dihubungi oleh perawat yang menjaga Wulan.“Aku pasti akan menemukan kamu, Mau.” Gani bergumam sambil melangkah pergi.Gani menuju ke ruangan di mana Wulan saat ini berada dan sudah dipasangi dengan alat-alat medis. Wulan tersenyum dengan wajah yang pucat saat melihat Gani datang mendekat.“Kamu dari mana, Nak?” tanyanya pelan, nyaris tak terdengar.“Aku tadi keluar sebentar, Ma. Merokok. Mama nungguin aku dari tadi, ya? Maaf, ya Ma.” Gani berbohong menjawab pertanyaan Wulan.Sebagai orang tua, jelas saja Wulan bisa tahu jika Gani berbohong padanya. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang hal itu kepada Gani.“Nggak, baru aja Mama bangun.”“Mama mau apa?”“Senyummu.”Hening. Tidak ada sahutan dari Gani ketika mendengar jawaban dari ibunya itu. Dia tahu dengan jela
“Kamu kan ayahnya Melody. Masa kamu nggak bisa jawab pertanyaan dia sih?” tanya Maura setelah beberapa saat terdiam mendengar pertanyaan Rama tadi.Kini giliran Rama yang terdiam setelah Maura berbicara. Dia tidak menyangka sama sekali kalau jawaban Maura adalah kata-kata seperti itu. Namun, jujur saja di dalam hatinya Rama merasa senang karena pada akhirnya Maura mau mengatakan hal itu.“Iya, dong. Siniin dulu anak ayah yang cantik. Maminya pasti capek dari tadi gendongin boneka embul ini,” ucap Rama dan segera mengambil Melody dari gendongan Maura.Maura tidak mengelak dari Rama dan dengan senang hati memindahkan putrinya pada Rama. Mereka sudah tinggal bersama dalam hitungan tahun. Bagi Melody, tentu saja Rama memang adalah sosok ayah yang dicintainya. Bayi perempuan itu terlihat sangat nyaman pada Rama dan tertawa girang saat dipangku sang ayah.“Kamu jangan nangis nanti kalau diperiksa sama dokter, ya Sayang. Ayah akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu dengan sepenuh ji
“Tunggu aja nanti, Sarah. Aku pasti bisa membongkar kebohongan kamu selama ini. Udah lama aku curiga sama kamu dan Kesya. Gimana pun aku marah sama Sarah, kalau memang Kesya itu anak kandungku, nggak mungkin aku nggak merasa ada ikatan batin sama anak itu. Tapi, terus terang aja selama ini hatiku memang nggak bisa untuk dekat dan menyayangi dia seperti yang seharusnya.”Gani berkata seorang diri tentang bagaimana sikapnya selama ini kepada Kesya. Dia sendiri mengakui bahwa perasaannya tidak bisa dibohongi. Gani tidak bisa menyayangi Kesya seperti yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang ayah.Itu sebabnya, sejak kelahiran Kesya ke dunia ini, Gani jadi jarang di rumah. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kantor atau ruang kerjanya di rumah besar itu.Gani masih duduk seorang diri di dalam mobilnya saat Juminah sudah pergi lagi ke UGD untuk membantunya mengorek informasi yang bisa dia dapatkan. Saat itu pula, seorang wanita berjalan di depan mobil Gani dengan menggendong seorang bay