Pikirannya tidak sejalan dengan tindakannya, sehingga saat ini Maura benar-benar diam tak bergerak. Justru, dia memejamkan mata menikmati ciuman dari Gani. Gani begitu lembut dalam mencumbunya sehingga mampu membuat Maura serasa terbang melayang.Tak ubahnya dengan Maura, Gani pun seakan tak ingin berhenti mencumbu wanita di dalam dekapannya itu. Ada sesuatu yang berbeda dengan diri Maura yang membuatnya semakin ingin tersu menikmati wanita itu semakin dalam.“Kamu udah pernah ciuman sebelumnya?” tanya Gani saat dia menjeda cumbuannya pada Maura.“Sudah. Memangnya aku seculun itu? Sampai-sampai ciuman doang nggak pernah,” jawab Maura dengan wajah memerah dan tentu saja dia berbohong untuk mempertahankan harga dirinya di depan Gani. Dia malu mengatakan kalau itu adalah ciuman pertamanya.“Kamu harus banyak belajar lagi kalau begitu. Ciuman kamu masih sangat kaku dan nggak lepas,” ucap Gani dan menjarakkan tubuhnya dari Maura.“Jelas kaku. Aku kaget dan aku sebenarnya nggak mau dicium s
Rahang Gani mengeras saat mendengar ucapan Maura itu dan sorot matanya menunjukkan kemarahan yang tak pernah dilihat oleh Maura sebelumnya. Sesaat, Maura pun merasa takut dan berpikir apa dia sudah salah bicara kepada Gani.“Maaf, kalau aku udah terlalu jauh membahas masalah ini, Mas. Aku nggak mau terlalu jauh terikat hutang budi pada keluargamu. Kalau memang dengan memberikanmu anak bisa membuat semuanya impas, aku rela!” lanjut Maura sekali lagi dan semakin membuat urat leher Gani keluar tampak jelas dari kulitnya yang putih.“Kamu pikir, aku akan mengabulkan keinginanmu itu dengan mudah, Maura? Kamu ingin membuatku terlihat seperti lelaki bajingan yang membuang istri kedua setelah berhasil melahirkan keturunan?” tanya Gani dan hanya di dalam hati dia mengatakan semua itu.“Baiklah. Aku setuju dengan yang kau ucapkan! Aku memberimu waktu tiga bulan untuk bisa mengandung anakku, dimulai dari hari ini. Jika kamu nggak bisa hamil dalam waktu tiga bulan, maka aku nggak akan pernah mele
Gani dan Maura seperti lupa pada semua masalah yang baru saja terjadi. Mereka hanyut dalam cumbuan dan sentuhan lembut yang memabukkan. Gani bahkan sudah menelusuri tiap jengkal tubuh Maura dengan tangannya.Saat ini, Maura menggunakan dress selutut dan itu membuat Gani bahkan bisa mengakses bagian paha Maura hingga ke sebuah aset berharga yang selama ini belum pernah disentuh oleh seorang pria mana pun yang pernah dekat atau Maura kenal.“Mas ...,” lirih Maura dengan suara tertahan.“Kamu percaya aku?” tanya Gani justru membuat Maura semakin luluh.Dia yang tadinya tidak ingin terlalu terbawa perasaan, bisa-bisanya sekarang percaya begitu saja dengan ucapan Gani yang sangat sederhana. Pertanyaan Gani seakan membuat Maura merasa sangat yakin untuk melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya.Maura mengangguk dan ciuman itu kembali dilanjutkan. Tidak ada lagi penolakan dari tubuh Maura, karena dia berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya. Selain itu, Maura hanya ingin s
Gani keluar dari kamar kedua di rumahnya itu dan meninggalkan Maura yang masih berantakan dengan rasa perih di bagian selangkangan. Tentu saja, ini adalah kali pertamanya Maura melakukan hubungan intim dengan pria. Ada darah yang terasa masih mengalir di sela pahanya dan membuat Maura semakin meraung di tempat tidur dengan posisi meringkuk.Sementara Gani langsung masuk ke dalam kamar dan mendapati Sarah menatapnya dari atas ranjang dengan wajah yang masam. Sepertinya, Sarah tahu bahwa Gani baru saja memerawani Maura dan hal itu jelas membuatnya terluka sangat dalam sebagai seorang istri sah dan pertama.“Kamu udah menyentuhnya, Mas?” tanya Sarah saat melihat Gani akan masuk ke dalam kamar mandi. Langkah Gani terhenti, tapi dia tidak menoleh sama sekali.“Aku berhak menyentuhnya, terlepas dari apapun alasan pernikahan ini dia tetap adalah istriku dan halal bagiku untuk menyentuhnya!” ungkap Gani menjawab pertanyaan Sarah dengan fakta.Hati Sarah seakan terkoyak mendengar jawaban dari
“Kamu nggak boleh lemah seperti ini, Maura! Kamu harus kuat dan bangkit dari semua masalah ini dan hadapi semua dengan kepala tegak. Semua udah terlanjur terjadi dan aku nggak akan pasrah gitu aja sama keadaan. Kalau mas Gani bilang aku adalah istrinya, punya hak yang sama di rumah ini dengan mba Sarah, baiklah. Aku akan menggunakan hakku dengan sepenuhnya karena aku juga udah memberikan kewajibanku sepenuhnya pada mas Gani!”Maura berkata kepada dirinya sendiri di depan cermin yang terpasang di salah satu dinding kamar mandi karena di sana ada wastafel juga. Maura baru bisa bergerak dengan susah payah setelah mengunci pintu kamarnya menuju kamar mandi.Dia tidak ingin siapapun membersihkan ranjang bekas pergumalannya dengan Gani tadi. apalagi, di sana terdapat bercak darah segar pertanda putusnya keperawanan Maura tadi. Dia ingin menyimpan itu sebagai kenang-kenangan atau bukti jika suatu saat ada masalah atau ada yang meragukan kesuciannya saat menjadi istri Gani.“Maura ... kamu ad
“Kamu nggak punya pilihan lain selain menerima tawaran ini, Maura! Kalau kamu berani menolak, aku nggak akan segan-segan melakukan hal yang mengerikan untuk kamu! Kamu nggak akan menjalani hidupmu dengan tenang,” ucap Sarah dengan tegas mengancam Maura.“Apa ini sebuah ancaman, Mba?” tanya Maura lagi.“Tidak. Aku hanya memperingatkan kamu dengan baik-baik. Terserah kamu mau mengikutinya atau nggak,” jawab Sarah dengan sangat santai dan menaikkan bahunya.Kedua tangan wanita itu berlipat di dada dan dia duduk bersandar pada sandaran sofa yang empuk. Pandangannya terus mengedar seolah asing dengan kamar Maura ini. Memang benar, Sarah bahkan bisa dibilang tidak pernah masuk ke kamar ini sejak pindah ke sini. Kamar ini kosong tapi selalu dibersihkan oleh Cici setiap hari.Saat Sarah bertanya pada Gani tentang kamar ini, pria itu selalu menjawab bahwa tidak masalah punya banyak kamar di dalam rumah. Siapa tahu nanti ada yang menumpang atau menginap. Atau bisa saja anak-anak mereka saat dew
“Udah siap?”“Udah. Apakah kita benar-benar harus pergi bulan madu, Mas? Aku rasa ini nggak perlu.”“Kalau mau protes atau menolak, langsung aja ke mama!”“Tapi ... Mas kan bisa bilang kalau kerjaan lagi banyak dan nggak bisa ke mana-mana.”“Kamu lupa kalau CEO di perusahaan itu adalah mamaku sendiri?” tanya Gani tegas.Gani sedang berada di dalam kamar tidur Maura untuk melihat apakah istrinya itu sudah selesai berkemas atau belum. Pagi besok, mereka akan terbang ke Kanada untuk berbulan madu sesuai dengan permintaan Wulan dan wanita itu juga yang sudah mempersiapkan segalanya.Maura dan Gani terpaksa harus menuruti kemauan Wulan demi kesehatannya. Gani tahu bahwa ibunya memang tidak sudah tidak sesehat dulu lagi, meskipun Gani masih tidak tahu apa penyakit Wulan yang sebenarnya. Hanya Maura saja yang tahu sampai ke akarnya tentang penyakit Wulan.“Kamu mau ikut atau nggak? Aku nggak punya banyak waktu untuk meributkan hal sepele seperti ini,” desak Gani mulai tak sabar dengan tingka
“Kamu bohong, Mas! Kamu pasti lebih suka punya istri yang kamu sendiri mengambil keperawanannya. Beda sama aku yang dulu udah nggak ....”“Ssstt ... Sayang, jangan ngomong gitu. Aku nggak pernah memikirkan hal itu dan nggak mau membahasnya lagi. Kamu nggak usah pikirkan hal itu lagi, ya.” Gani langsung menutup bibir Sarah dengan jari telunjuknya.Gani merasa bahwa pembahasan Sarah sudah terlalu jauh dan tidak pada tempatnya. Gani tidak pernah membahas hal itu sedikit pun selama ini. Dia sudah menerima Sarah apa adanya sejak awal dan memutuskan untuk tidak pernah membahas perihal itu lagi di masa yang akan datang.Gani datang memeluk tubuh Sarah dengan sangat erat dan mengusap punggungnya lembut. Hati Gani terasa sakit ketika Sarah membahas masalah yang tidak sepantasnya dibahas lagi sekarang. Terlebih lagi, Sarah membandingkan hal itu dengan Maura.“Jangan bicara seperti itu lagi, Sayang. Aku nggak bisa dengar kamu bicara hal yang aku sendiri nggak pernah mau untuk membahasnya,” bisik