Gani dan Maura seperti lupa pada semua masalah yang baru saja terjadi. Mereka hanyut dalam cumbuan dan sentuhan lembut yang memabukkan. Gani bahkan sudah menelusuri tiap jengkal tubuh Maura dengan tangannya.Saat ini, Maura menggunakan dress selutut dan itu membuat Gani bahkan bisa mengakses bagian paha Maura hingga ke sebuah aset berharga yang selama ini belum pernah disentuh oleh seorang pria mana pun yang pernah dekat atau Maura kenal.“Mas ...,” lirih Maura dengan suara tertahan.“Kamu percaya aku?” tanya Gani justru membuat Maura semakin luluh.Dia yang tadinya tidak ingin terlalu terbawa perasaan, bisa-bisanya sekarang percaya begitu saja dengan ucapan Gani yang sangat sederhana. Pertanyaan Gani seakan membuat Maura merasa sangat yakin untuk melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya.Maura mengangguk dan ciuman itu kembali dilanjutkan. Tidak ada lagi penolakan dari tubuh Maura, karena dia berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya. Selain itu, Maura hanya ingin s
Gani keluar dari kamar kedua di rumahnya itu dan meninggalkan Maura yang masih berantakan dengan rasa perih di bagian selangkangan. Tentu saja, ini adalah kali pertamanya Maura melakukan hubungan intim dengan pria. Ada darah yang terasa masih mengalir di sela pahanya dan membuat Maura semakin meraung di tempat tidur dengan posisi meringkuk.Sementara Gani langsung masuk ke dalam kamar dan mendapati Sarah menatapnya dari atas ranjang dengan wajah yang masam. Sepertinya, Sarah tahu bahwa Gani baru saja memerawani Maura dan hal itu jelas membuatnya terluka sangat dalam sebagai seorang istri sah dan pertama.“Kamu udah menyentuhnya, Mas?” tanya Sarah saat melihat Gani akan masuk ke dalam kamar mandi. Langkah Gani terhenti, tapi dia tidak menoleh sama sekali.“Aku berhak menyentuhnya, terlepas dari apapun alasan pernikahan ini dia tetap adalah istriku dan halal bagiku untuk menyentuhnya!” ungkap Gani menjawab pertanyaan Sarah dengan fakta.Hati Sarah seakan terkoyak mendengar jawaban dari
“Kamu nggak boleh lemah seperti ini, Maura! Kamu harus kuat dan bangkit dari semua masalah ini dan hadapi semua dengan kepala tegak. Semua udah terlanjur terjadi dan aku nggak akan pasrah gitu aja sama keadaan. Kalau mas Gani bilang aku adalah istrinya, punya hak yang sama di rumah ini dengan mba Sarah, baiklah. Aku akan menggunakan hakku dengan sepenuhnya karena aku juga udah memberikan kewajibanku sepenuhnya pada mas Gani!”Maura berkata kepada dirinya sendiri di depan cermin yang terpasang di salah satu dinding kamar mandi karena di sana ada wastafel juga. Maura baru bisa bergerak dengan susah payah setelah mengunci pintu kamarnya menuju kamar mandi.Dia tidak ingin siapapun membersihkan ranjang bekas pergumalannya dengan Gani tadi. apalagi, di sana terdapat bercak darah segar pertanda putusnya keperawanan Maura tadi. Dia ingin menyimpan itu sebagai kenang-kenangan atau bukti jika suatu saat ada masalah atau ada yang meragukan kesuciannya saat menjadi istri Gani.“Maura ... kamu ad
“Kamu nggak punya pilihan lain selain menerima tawaran ini, Maura! Kalau kamu berani menolak, aku nggak akan segan-segan melakukan hal yang mengerikan untuk kamu! Kamu nggak akan menjalani hidupmu dengan tenang,” ucap Sarah dengan tegas mengancam Maura.“Apa ini sebuah ancaman, Mba?” tanya Maura lagi.“Tidak. Aku hanya memperingatkan kamu dengan baik-baik. Terserah kamu mau mengikutinya atau nggak,” jawab Sarah dengan sangat santai dan menaikkan bahunya.Kedua tangan wanita itu berlipat di dada dan dia duduk bersandar pada sandaran sofa yang empuk. Pandangannya terus mengedar seolah asing dengan kamar Maura ini. Memang benar, Sarah bahkan bisa dibilang tidak pernah masuk ke kamar ini sejak pindah ke sini. Kamar ini kosong tapi selalu dibersihkan oleh Cici setiap hari.Saat Sarah bertanya pada Gani tentang kamar ini, pria itu selalu menjawab bahwa tidak masalah punya banyak kamar di dalam rumah. Siapa tahu nanti ada yang menumpang atau menginap. Atau bisa saja anak-anak mereka saat dew
“Udah siap?”“Udah. Apakah kita benar-benar harus pergi bulan madu, Mas? Aku rasa ini nggak perlu.”“Kalau mau protes atau menolak, langsung aja ke mama!”“Tapi ... Mas kan bisa bilang kalau kerjaan lagi banyak dan nggak bisa ke mana-mana.”“Kamu lupa kalau CEO di perusahaan itu adalah mamaku sendiri?” tanya Gani tegas.Gani sedang berada di dalam kamar tidur Maura untuk melihat apakah istrinya itu sudah selesai berkemas atau belum. Pagi besok, mereka akan terbang ke Kanada untuk berbulan madu sesuai dengan permintaan Wulan dan wanita itu juga yang sudah mempersiapkan segalanya.Maura dan Gani terpaksa harus menuruti kemauan Wulan demi kesehatannya. Gani tahu bahwa ibunya memang tidak sudah tidak sesehat dulu lagi, meskipun Gani masih tidak tahu apa penyakit Wulan yang sebenarnya. Hanya Maura saja yang tahu sampai ke akarnya tentang penyakit Wulan.“Kamu mau ikut atau nggak? Aku nggak punya banyak waktu untuk meributkan hal sepele seperti ini,” desak Gani mulai tak sabar dengan tingka
“Kamu bohong, Mas! Kamu pasti lebih suka punya istri yang kamu sendiri mengambil keperawanannya. Beda sama aku yang dulu udah nggak ....”“Ssstt ... Sayang, jangan ngomong gitu. Aku nggak pernah memikirkan hal itu dan nggak mau membahasnya lagi. Kamu nggak usah pikirkan hal itu lagi, ya.” Gani langsung menutup bibir Sarah dengan jari telunjuknya.Gani merasa bahwa pembahasan Sarah sudah terlalu jauh dan tidak pada tempatnya. Gani tidak pernah membahas hal itu sedikit pun selama ini. Dia sudah menerima Sarah apa adanya sejak awal dan memutuskan untuk tidak pernah membahas perihal itu lagi di masa yang akan datang.Gani datang memeluk tubuh Sarah dengan sangat erat dan mengusap punggungnya lembut. Hati Gani terasa sakit ketika Sarah membahas masalah yang tidak sepantasnya dibahas lagi sekarang. Terlebih lagi, Sarah membandingkan hal itu dengan Maura.“Jangan bicara seperti itu lagi, Sayang. Aku nggak bisa dengar kamu bicara hal yang aku sendiri nggak pernah mau untuk membahasnya,” bisik
“Siapa Devan?” tanya Gani yang meradang mendengar erangan nama lain dari mulut Sarah saat mereka sedang menikmati percintaan malam ini.“A-apa maksudnya, Mas? Devan siapa? Aku nggak tau!” jawab Sarah dengan wajah pucat dan terdengar sangat gugup.“Jangan bilang kalau kamu bermain api di belakangku selama ini, Sarah!” hardik Gani dengan emosi yang tak terbendung lagi.Dia berdiri dan segera memasang piyama tidurnya dengan gerakan cepat. Matanya nyalang menatap ke arah Sarah yang kini menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang tadi sudah telanjang bulat. Sarah seperti sedang berpikir tentang apa yang baru saja terjadi dan membuatnya menjadi linglung.“Aku nggak tau yang kamu maksud, Mas! Kenapa tiba-tiba kamu menuduhku seperti itu?” tanya Sarah pula dengan deraian air mata.“Jangan memakai air mata buayamu itu di depanku. Saat kamu mengerang di dalam sentuhanku, kamu menyebut nama pria lain! Siapa Devan?”“Aku sama sekali nggak tau, Mas! Aku hanya mengerangkan namamu, seperti yang bia
Perlahan-lahan Maura terus melangkah ke arah ruang kerja Gani dengan perasaan curiga yang semakin menguat pula. Sebagai seorang wanita dewasa dan sudah melakukan malam pertama dengan Gani, Maura tahu suara orang sedang mengapa yang terdengar saat ini.“Aneh. Kok dari tadi cuma ada suara cowoknya doang. Nggak kedengaran suara ceweknya sama sekali deh. Nggak mungkin kan ceweknya dibekep atau dilakban biar nggak berisik?” tanya Maura pada dirinya sendiri saat dia sudah berada di depan pintu ruangan itu.Semakin dekat jaraknya dengan ruang kerja Gani itu, tentu saja suara yang terdengar semakin jelas pula. Jantung Maura berdetak kencang saat meyakini siapa pemilik suara desahan dan mengerang menahan kenikmatan di dalam ruangan itu.Dia meletakkan tangannya di dada dengan mata melotot sempurna. “Ya ampun! Apa ... apa mungkin, yang di dalam itu adalah mas Gani sendiri?” tanya Maura dengan suara sangat pelan.Belum sempat dia berpikir hal yang lain, terdengar suara pintu terbuka dan tanganny