Gani merasa tersentuh mendengar pertanyaan yang terdengar begitu alami dari mulut Maura itu. Dia menghentikan gerakannya dan kemudian membawa tubuh Maura ke dalam gendongan. Gani membawa Maura keluar dari ruang kerja dan menaiki anak tangga satu persatu.Maura yang sudah terlanjur sedih, hanya bisa pasrah pada yang dilakukan Gani kepadanya. Selama perjalanan itu, dia hanya memejamkan mata tanpa tahu ke mana dan apa yang akan dilakukan Gani kepadanya.“Aku nggak pernah berpikir bahwa kamu hanya menjadi tempat pelampiasanku, Mau ...,” bisik Gani dengan nada lirih pada Maura.Dia membaringkan tubuh Maura di atas tempat tidur tempat di mana mereka pertama kali bercinta. Siang hari yang panas dan gerah waktu itu, menambah lagi bulir keringat yang membanjiri badan keduanya. Desahan dan erangan sahut menyahut memenuhi ruangan kala itu.Mungkin, malam ini akan terulang lagi semua yang telah terjadi kemarin. Maura pasrah dan tidak akan menolak lagi pada apapun yang akan dilakukan Gani kepadany
“Apaan sih, Mas. Udah, ah! Aku laper banget, pengen makan yang banyak biar bisa tidur nyenyak malam ini,” celoteh Maura dan mendorong dada bidang Gani dengan cepat.Gani bisa melihat rona merah di pipi Maura saat dia mengatakan hal itu dan merasa senang dengan penglihatannya. “Sepertinya, aku mulai suka dengan gadis ini.” Gani berkata dalam hatinya. Gani mengekor di belakang Maura yang berjalan tergesa menuju dapur. Sepertinya, dia memang sudah terlalu lapar. Namun, saat sampai di dapur Gani baru menyadari bahwa Maura sudah melupakan sesuatu. Terlihat dari kepanikan Maura saat sampai di depan microwave.“Ya ampun, kenapa aku bisa lupa sama dendeng baladonya,” gerutu Maura pada dirinya sendiri dan membuka microwave yang masih menyala dan memegang wajan anti panas dengan tangan kosong.“Aaaw ...,” pekik Maura seketika itu juga saat tangannya menyentuh wajan besi berisi dendeng itu.“Astaga, Maura!” seru Gani dan langsung menghampiri Maura dengan cemas.“Sakit, Mas.” Maura merengek dan
“Mmm ... nggak. Bukan untuk apa-apa,” jawab Maura gugup dan langsung mengalihkan pandangannya.Dia pun langsung menyantap susah payah nasi beserta dendeng di dalam piring kaca itu. Melihat kesulitan yang dialami Maura saat ini, Gani pun merasa tidak tega dan akhirnya menarik piring itu ke arahnya. Gani juga merebut sendok di tangan Maura dan kemudian mulai menyuapinya.“Katanya tadi nggak mau,” gerutu Maura kesal.“Sekarang aku mau,” ucap Gani dengan perasaan canggung.“Aneh!” protes Maura tapi tetap mengejar sendok berisi nasi dan daging sapi tipis itu.Maura dan Gani tidak saling berbicara selama beberapa saat dan hanya fokus pada suap menyuap itu saja. Gani menyuapi Maura yang kelaparan, dan wanita itu pun berusaha mengunyah dengan cepat karena suapan Gani sangat cepat lagi sampainya setelah yang terakhir kali diterima.“Kamu lama banget sih makannya?” tanya Gani bernada kesal.“Perempuan tuh memang seperti itu kalau makan. Mas Gani aja tuh yang nyuapinnya kecepatan, aku jadi nggak
Sarah sungguh tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini. Air mata mengalir begitu saja ketika dia tidak dianggap ada oleh Gani yang justru berjalan mesra dengan Maura ke lantai atas. Hatinya hancur ketika mengetahui bahwa kini hati suaminya itu sudah mulai terbagi.“Liat aja kamu, Mas. Aku nggak akan biarin dia merebut kamu dari aku! Setidaknya, jika aku nggak bisa lagi memiliki kamu seperti dulu, tidak satu wanita lain pun juga yang bisa,” gumam Sarah dengan penuh tekad dan menyeka air matanya segera.Gani dan Maura berjalan menaiki anak tangga dengan keadaan yang canggung dan saling beradu diam. Sejak meninggalkan dapur, tidak ada yang memecah keheningan antara mereka berdua saat ini dan semua itu terlihat sangat alami terjadi.“Mas, makasih. Kalau gitu ... aku masuk ke kamar dulu dan istirahat,” ucap Maura dengan gugup karena salah tingkah di depan Gani.“Trus aku gimana? Aku nggak boleh masuk kamarku sendiri?” tanya Gani dengan nada heran.“Kamar Mas Gani bukannya di sana
Malam itu adalah malam yang pertama bagi Maura tidur di atas satu ranjang yang sama dengan Gani. Selain itu, dia tidur bersama Gani dengan kesadaran penuh, tidak seperti yang pertama terjadi saat itu.“Mas ... apa tidurnya memang harus begini?” tanya Maura yang merasa gugup.“Iya. Ini kebiasaan baru yang harus kamu biasakan.” Gani menjawab dengan santai.“Memangnya kenapa?” tanya Maura lagi dengan kening berkerut.“Supaya kamu nggak kebiasaan makan malam lagi sebelum tidur. Itu nggak boleh karena nggak baik untuk kesehatan kamu juga,” jelas Gani yang menjawab pertanyaan Maura jujur.“Bukan karena Mas Gani takut aku semakin gendut?”“Itu juga salah satunya!”Mendengar jawaban Gani itu tentu saja membuat bibir Maura mengerucut sempurna. Dia tidak berpikir bahwa Gani akan menjawab seperti itu. Setelah beberapa perhatian dan juga pertunjukan kasih sayang yang sudah dia berikan dengan gayanya yang tetap dingin dan juga tenang.Sekedar informasi, saat ini Maura berada di dalam dekapan Gani.
“Joe ... peluk aku.”Sarah berkata dengan sangat tidak sadar dan merentangkan tangannya pada Joe. Lelaki mana yang tidak mau menikmati tubuh indah milik Sarah yang disuguhkan secara langsug seperti ini. Namun, mengingat Joe dan Sarah adalah teman baik selama ini, tentu Joe masih berpikir panjang.“Sarah, kamu sebaiknya tidur dan istirahat aja dulu di sini. Aku akan buatkan kamu teh jahe biar agak enakan.”“Jangan pergi, Sayang. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Aku bisa apa kalau kamu nggak ada, Sayangku ...,” rengek Sarah yang sebenarnya dia tujukan untuk Gani.“Jangan seperti ini, Sarah. Ingat, masa depan kamu masih panjang. Kamu masih bisa hamil dan membuat Gani kembali dalam pelukan kamu lagi. Makanya ... kamu singkirkan ego dan kesenangan kamu itu,” ungkap Joe dengan lembut dan mengusap wajah Sarah dengan tangannya sendiri.Sarah merasa sedikit tenang seperti itulah hal yang dibutuhkannya sejak tadi. Namun, tangannya yang satu lagi masih menahan tubuh Joe. Jarak mereka sangat deka
“Mas, kita di mana?” tanya Maura dengan nada histeris dan terdengar begitu panik.Dia mendapati suasana kamar itu seperti sebuah kamar hotel mewah. Mungkin, dengan kamar president suite yang tak bisa digunakan oleh orang-orang kelas biasa. Namun, Maura tidak kalah panik saat dia melihat pakaian yang dikenakannya saat ini.“Ya ampun, Mas!” pekiknya dan menutupi tubuh dengan selimut putih di kakinya.“Kamu kenapa sih? Dari tadi kerjaannya teriak dan histeris terus! Kampungan banget deh. Udah kayak orang diculik aja bawannya,” ucap Gani dengan nada kesal dan berjalan mendekati Maura.Maura tampak seperti orang yang bingung dan juga takut berada di dalam kamar itu. Saat ini, sudah menunjukkan jam tiga sore. Tentu saja, hal itu membuat Maura terkejut bukan main dan mendapati suasana di dala kamarnya berbeda dari yang dia tempati semalam.Ditambah lagi, pakaiannya juga menjadi baju tidur yang seksi dan entah siapa pula yang menggantinya. Tentu saja kecurigaan Maura jatuh pada Gani – yang ki
“Duh, memang beda vibe-nya kalau pengantin baru nih, ya. Mama jadi ngerasa nggak enak udah nelponin kalian sore-sore gini.”“Kalau gitu, matiin dong telponnya, Ma. Udah tau anaknya lagi honey moon, malah ditelpon. Mau punya cucu nggak nih?”“Iya-iya ... Mama matiin nih telponnya sekarang. Kamu jaga Maura baik-baik selama di sana. Awas aja kalau kami nyakitin Maura dan bikin dia nangis,” ucap Wulan memberikan peringatan tegas pada Gani. Dia menatap tajam dari seberang sana kepada Gani dan kemudian tatapannya berubah menjadi lembut dalam hitungan detik ke arah Maura.Gani memeluk bahu Maura dengan erat dan kemudian membawa kepala wanita itu ke dalam dekapan dadanya. “Mama tenang aja, ya. Aku nggak mungkin nyakitin perempuan yang cantik dan hatinya lembut seperti Mama begini,” sahut Gani dengan lembut pula.Maura yang menerima perlakuan mendadak dari Gani itu tentu saja merasa tidak nyaman. Sebenarnya, dia sangat ingin menepis tangan Gani dan memelototinya dengan kesal. Maura tidak suka