Malam itu adalah malam yang pertama bagi Maura tidur di atas satu ranjang yang sama dengan Gani. Selain itu, dia tidur bersama Gani dengan kesadaran penuh, tidak seperti yang pertama terjadi saat itu.“Mas ... apa tidurnya memang harus begini?” tanya Maura yang merasa gugup.“Iya. Ini kebiasaan baru yang harus kamu biasakan.” Gani menjawab dengan santai.“Memangnya kenapa?” tanya Maura lagi dengan kening berkerut.“Supaya kamu nggak kebiasaan makan malam lagi sebelum tidur. Itu nggak boleh karena nggak baik untuk kesehatan kamu juga,” jelas Gani yang menjawab pertanyaan Maura jujur.“Bukan karena Mas Gani takut aku semakin gendut?”“Itu juga salah satunya!”Mendengar jawaban Gani itu tentu saja membuat bibir Maura mengerucut sempurna. Dia tidak berpikir bahwa Gani akan menjawab seperti itu. Setelah beberapa perhatian dan juga pertunjukan kasih sayang yang sudah dia berikan dengan gayanya yang tetap dingin dan juga tenang.Sekedar informasi, saat ini Maura berada di dalam dekapan Gani.
“Joe ... peluk aku.”Sarah berkata dengan sangat tidak sadar dan merentangkan tangannya pada Joe. Lelaki mana yang tidak mau menikmati tubuh indah milik Sarah yang disuguhkan secara langsug seperti ini. Namun, mengingat Joe dan Sarah adalah teman baik selama ini, tentu Joe masih berpikir panjang.“Sarah, kamu sebaiknya tidur dan istirahat aja dulu di sini. Aku akan buatkan kamu teh jahe biar agak enakan.”“Jangan pergi, Sayang. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Aku bisa apa kalau kamu nggak ada, Sayangku ...,” rengek Sarah yang sebenarnya dia tujukan untuk Gani.“Jangan seperti ini, Sarah. Ingat, masa depan kamu masih panjang. Kamu masih bisa hamil dan membuat Gani kembali dalam pelukan kamu lagi. Makanya ... kamu singkirkan ego dan kesenangan kamu itu,” ungkap Joe dengan lembut dan mengusap wajah Sarah dengan tangannya sendiri.Sarah merasa sedikit tenang seperti itulah hal yang dibutuhkannya sejak tadi. Namun, tangannya yang satu lagi masih menahan tubuh Joe. Jarak mereka sangat deka
“Mas, kita di mana?” tanya Maura dengan nada histeris dan terdengar begitu panik.Dia mendapati suasana kamar itu seperti sebuah kamar hotel mewah. Mungkin, dengan kamar president suite yang tak bisa digunakan oleh orang-orang kelas biasa. Namun, Maura tidak kalah panik saat dia melihat pakaian yang dikenakannya saat ini.“Ya ampun, Mas!” pekiknya dan menutupi tubuh dengan selimut putih di kakinya.“Kamu kenapa sih? Dari tadi kerjaannya teriak dan histeris terus! Kampungan banget deh. Udah kayak orang diculik aja bawannya,” ucap Gani dengan nada kesal dan berjalan mendekati Maura.Maura tampak seperti orang yang bingung dan juga takut berada di dalam kamar itu. Saat ini, sudah menunjukkan jam tiga sore. Tentu saja, hal itu membuat Maura terkejut bukan main dan mendapati suasana di dala kamarnya berbeda dari yang dia tempati semalam.Ditambah lagi, pakaiannya juga menjadi baju tidur yang seksi dan entah siapa pula yang menggantinya. Tentu saja kecurigaan Maura jatuh pada Gani – yang ki
“Duh, memang beda vibe-nya kalau pengantin baru nih, ya. Mama jadi ngerasa nggak enak udah nelponin kalian sore-sore gini.”“Kalau gitu, matiin dong telponnya, Ma. Udah tau anaknya lagi honey moon, malah ditelpon. Mau punya cucu nggak nih?”“Iya-iya ... Mama matiin nih telponnya sekarang. Kamu jaga Maura baik-baik selama di sana. Awas aja kalau kami nyakitin Maura dan bikin dia nangis,” ucap Wulan memberikan peringatan tegas pada Gani. Dia menatap tajam dari seberang sana kepada Gani dan kemudian tatapannya berubah menjadi lembut dalam hitungan detik ke arah Maura.Gani memeluk bahu Maura dengan erat dan kemudian membawa kepala wanita itu ke dalam dekapan dadanya. “Mama tenang aja, ya. Aku nggak mungkin nyakitin perempuan yang cantik dan hatinya lembut seperti Mama begini,” sahut Gani dengan lembut pula.Maura yang menerima perlakuan mendadak dari Gani itu tentu saja merasa tidak nyaman. Sebenarnya, dia sangat ingin menepis tangan Gani dan memelototinya dengan kesal. Maura tidak suka
Gani sungguh tidak bisa lagi menepikan hasratnya kepada Maura. Dia sendiri tidak tahu mengapa, setiap kali melihat dan berhadapan dengan Maura, kelelakiannya seperti terpanggil. Maura sama sekali bukan tipe wanita idaman Gani. Namun, dia mampu membuat Gani tidak konsentrasi dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pikirannya.Maura menikmati cumbuan Gani dan terus membalasnya dengan lembut. Semakin lama Maura semakin terhanyut dan merasa bahwa dirinya tak kuasa menolak sentuhan Gani.“Semakin lama aku semakin nggak bisa menolak pesona mas Gani. Apakah ini artinya aku jatuh cinta pada suamiku sendiri?” tanya Maura dalam hatinya sembari terus membiarkan Gani menurunkan tali baju tidurnya perlahan.Gani mencium setiap jengkal tubuh Maura dari leher, bahu, hingga ke bagian dada. Gani seperti ragu, tapi tidak adanya penolakan dari Maura membuatnya kembali melanjutkan hal itu.“Aaaakhh, Mas ...,” desah Maura saat lidah Gani menyentuh putik berwarna merah muda di salah satu buah melon
“Benar. Belajarlah untuk bisa menerima semua kenyataan ini walaupun pahit,” jawab Gani tanpa ekspresi dan juga tanpa menatap Maura.“Apa semua itu bisa untuk diterima? Sedangkan tidak ada cinta di antara kita berdua, Mas!”“Cinta akan datang seiring berjalannya waktu, Maura.”“Itu artinya ... ada kemungkinan Mas Gani akan jatuh cinta sama aku?” tanya Maura setengah tak percaya dan menunjuk hidungnya sendiri.Kali ini Gani menatap wajah Maura dan diam sejenak. Dia memperhatikan wanita yang baru saja menyatu dengan dirinya itu. Maura sebenarnya tidak jelek dan tidak pula terlalu gemuk. Mungkin, Gani hanya harus mulai terbiasa dengan kehadirannya. Selain itu, Gani merasa jiwa muda dan semangat membaranya untuk bercinta selalu muncul saat dia di dekat Maura.“Itu semua tergantung sama kamu sendiri,” jawab Gani pada akhirnya.“Maksudnya gimana, Mas? Kalau kasih tau jangan setengah-setengah, dong. Gantung banget kalau ngomong!” protes Maura dengan wajah merengut.Gani hanya tersenyum tipis
“Mas ... ini dalam lift loh. Nanti ada yang masuk dan ngeliat kita, nggak enak.” Maura mendorong tubuh Gani agar sedikit menjauh darinya.“Nggak ada yang akan mempermasalahkan hal itu di sini, Maura. Ini Tokyo, bukan Indonesia. Mereka udah biasa dengan pemandangan seperti itu.”“Seperti apa?” tanya Maura pula dengan menatap heran.“Seperti ini.”Gani menjawab dengan memberikan langsung satu ciuman lembut pada bibir Renata. Herannya, kali ini Renata justru langsung membalas dan seperti tak ingin melepaskan bibir itu. Gani tentu saja tidak membuang buang kesempatan yang ada.Baginya, bibir Maura seperti sebuah hal yang membuatnya kecanduan. Gani tidak bisa menghindari apalagi menolak pesona bibir tipis dan manis milik Maura itu. Rasa bibir Maura seperti sebuah cery yang begitu manis dan membuat Gani menjadi betah menghisapnya lama-lama.“Udah, Mas. Aku belum biasa melakukan hal seperti ini di tempat umum. Walaupun di sini nggak masalah, tapi kita tetap orang Indonesia yang tabu dengan p
“Nggak usah bahas masalah itu dulu untuk saat ini. Nanti, semuanya akan terbiasa seiring berjalannya waktu,” jawab Gani pada akhirnya dan mengulum senyum pada Maura.“Aku berharap kalau mba Sarah nggak marah atau benci sama aku, Mas. Memang, nggak ada wanita yang akan merasa bahagia dengan kehadiran wanita lain dalam pernikahannya. Tapi, aku di sini nggak bermaksud merebut kamu dari mba Sarah. Aku bahkan nggak ada niat untuk merusak rumah tangga kamu sama mba Sarah. Semuanya berbeda dengan yang dibilang orang-orang di luar sana,” terang Maura lagi.“Aku tau tanpa kamu jelaskan semuanya. Sekarang, kita jalani aja semuanya dengan bahagia. Nggak usah pikirkan apa kata orang.”“Tapi ... apa mama memang nggak bisa disembuhkan lagi, Mas?”“Aku udah minta dokter terbaik untuk mengobati mama dan semoga ada hasilnya. Untuk saat ini, kondisi mama makin menurun setiap harinya.”“Iya. Makanya kita harus menjaga emosi dan juga suasana hati mama.”“Kamu benar, Sayang. Kita harus berikan yang mama