“Beraninya dia bicara seperti itu sama aku? Hah!” seru Sarah dengan tak percaya dan senyum sinis.Sarah memang sudah sampai terlebih dahulu di rumah dan sengaja tidak jadi pergi ke butik langganannya. Dia ingin menunggu dan melihat jam berapa Maura pulang ke rumah. Semua itu jelas akan menjadi laporan penting bagi Sarah kepada Gani.“Liat aja nanti! Mas Gani udah ilfeel duluan sama kamu, Maura. Jadi, jangan berharap punya tempat di rumah ini, apalagi di hati mas Gani!” gumam Sarah dan kembali menuruni anak tangga dengan elegant.Maura masuk ke dalam kamarnya dan kemudian mengunci pintu dengan hati kesal. Dia masih teringat bagaimana Gani tiba-tiba saja bisa tidur di sampingnya saat bangun di pagi hari. Maura tidak ingin hal itu terjadi kedua kalinya lagi.“Aku nggak mau satu kamar apalagi satu kasur lagi sama mas Gani. Siapa yang tau apa yang akan dia lakukan nanti ke aku? Dia laki-laki normal, saat dekat wanita apalagi dia sering bilang aku istrinya, punya hak dan segala macam juga.
Satu minggu sudah berlalu dengan cepat dan sampai saat ini pun Maura masih belum disentuh sama sekali oleh Gani. Maura tidak tahu harus merasa bersyukur atau bagaimana dengan keadaan itu. Namun, dia memilih untuk menjalani semua sesuai alur dan juga dengan yang sudah ditentukan.“Mas, aku mau ke Hongkong sama temen-temenku. Ada launching tas terbaru dua hari lagi dan aku mau ambil itu, Mas. Cuma ada tiga di dunia soalnya, edisi terbatas.”“Kamu mau beli tas lagi, Sayang? Yang lama banyak yang belum pernah terpakai tuh kayaknya.”“Sejak kapan kamu peduli tentang semua itu, Mas? Biasanya kamu nggak pernah mempermasalahkan yang aku beli dan aku pakai,” ungkap Sarah dengan nada heran dan jelas tak senang. Memang, selama ini Gani tidak pernah mencampuri hal-hal seperti itu.“Aku kan nanya doang, Sayang. Kamu jangan membelanjakan uang untuk hal yang nggak berguna lagi. Kalau memang nggak butuh atau nggak ada perlunya, nggak usah dibeli. Aku kerja pagi siang sore malam untuk dapatin semua ma
Jawaban monohok dari Maura tadi sukses membuat pasangan suami istri di depannya tercengang dan tidak sanggup berkata-kata lagi. Gani dan Sarah terdiam cukup lama dan membiarkan Maura berlalu dari hadapan mereka tanpa sepatah kata pun.“Kamu ada rencana mau pergi bulan madu sama dia, Mas?” tanya Sarah cemburu.“Nggak ada!” jawab Gani santai.“Tuh, dia bilang tadi gitu.”“Kan itu kata dia. Emangnya aku ada ngajakin dia pergi bulan madu? Buat apa coba?”“Siapa tau aja kamu udah rencanain buat pergi bulan madu sama dia. Apalagi kalau udah mama yang nyuruh kalian berdua.”“Udahlah! Aku capek berdebat terus masalah ini!” ucap Gani kesal dan ikut turun ke lantai dasar, meninggalkan Sarah dengan tak percaya.Sarah semakin kesal karena bukannya membujuk dirinya, Gani justru pergi menuju lantai bawah. Entah dia akan ke mana, yang jelas saat ini Sarah menjadi semakin cemburu dan curiga bahwa Gani sudah mulai ada rasa pada istri keduanya itu.Di dapur, Maura mengeluarkan sebungkus mie rebus inst
“A-apa yang kamu lakukan, Mas?” tanya Maura dengan gugup dan sedikit takut.“Kenapa? Apa kamu keberatan aku sentuh? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang dan dengan penuh rasa percaya diri kalau kamu bisa kasih cucu ke mamaku? Jadi, harusnya santai aja, dong!” ungkap Gani menjawab pertanyaan Maura dengan santai.“Ta-tapi nggak gini juga konsepnya!” bantah Maura.“Gimana konsepnya? Bisa jelasin sama aku? Apa kita beneran harus pergi bulan madu, hem?” tanya Gani dan semakin mengeratkan pelukannya di lingkaran pinggang Maura yang terasa sedikit berisi.“Aku tadi nggak serius ngomongnya, Mas. Aku bercanda dan nggak ada maksud serius kok. Tolong jangan diambil hati!” terang Maura berusaha melepaskan dirinya dari Gani.“Semakin kamu gerak, semakin kuat aku meluk kamu!” ancam Gani.Maura terdiam dan tidak sanggup berkata-kata bahkan tidak lagi bergerak. Dia takut dan tidak menyangka sama sekali dengan tindakan Gani saat ini. Dia pikir, selama ini Gani ilfeel padanya dan tidak mau menyentuh
Maura bukan gadis bodoh yang tidak mengerti kode alami dari Gani dari tempat duduknya. Jadi, dengan cepat dia mengendalikan keterkejutannya dan mencoba bersikap santai. Walaupun di dalam hatinya, dia benar-benar takut semua ucapan Gani adalah kenyataan.“Aku nggak apa-apa kok, Mas. Memangnya kapan mama kasih tau tentang tiket bulan madunya?” tanya Maura dan mengambil tempat duduk tepat di sisi Gani, berhadapan dengan Sarah yang juga duduk di sebelah Gani.“Baru pagi ini, pas aku selesai mandi dan liat ada pesan dari mama. Kamu kalau mau ke rumah sakit nggak apa-apa kok. Nggak lucu kan pas bulan madu jalannya malah pincang,” ungkap Gani menjawab pertanyaan Maura dengan santai dan juga sembari mengunyah roti selainya.“Nanti aku ke rumah mama aja, Mas. Mama bisa kok mijit dan pijitannya enak banget. Keseleo dikit nggak perlu ke rumah sakit,” ucap Maura masih saja menolak tawaran Gani.“Mas! Kamu nganggap aku ada nggak sih di sini?” tanya Sarah bernada kesal dan mulai tidak sabar.“Kenap
Maura menelan ludahnya dengan susah payah saat teringat pada ucapan Gani tadi. Bagaimana bisa dia menjadi takut saat membayanagkan pergi melakukan perjalanan bulan madua dengan Gani? Apakah itu benar-benar rencana Wulan atau sebenarnya hanyalah permainan Gani untuk membuat istrinya menjadi cemburu? Maura tidak tahu sama sekali tentang hal itu dan kebenarannya.“Gimana dong sekarang, Ma? Aku nggak mau pergi bulan madu sama mas Gani berduaan aja.” Maura merengek kepada Anita dengan sangat manjanya.“Kenapa? Apa ada orang yang pergi bulan madu bertiga atau rame-rame?” tanya Anita heran.“Nggak ada sih, Ma. Cuma kan ... aku nggak mau aja berduaan sama mas Gani!” jawab Maura lagi.“Alasannya apa? Gani kan suami kamu, Sayang. Kamu nggak boleh menjaga jarak dari suami sendiri dan kamu harus menjadi istri yang patuh dan taat sama suamimu, Nak!” ungkap Anita memberikan penjelasan dan pencerahan kepada Maura.“Mama nggak tau aja gimana mba Sarah – istri pertama mas Gani itu bersikap sama aku. A
Sudah siang dan Maura pulang lagi ke rumahnya. Rumah di mana dia tinggal bersama suami dan kakak madunya yang cantik dengan gaya hedon. Jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana dan tidak terlalu suka bergaya glamour seperti Sarah.“Dari mana kamu, Maura?” tanya Sarah dengan ketus.Wanita itu duduk dengan menyilangkan kakinya dan pakaiannya terbuka hingga memperlihatkan paha mulusnya. Kaki jenjang itu membuat Maura menengguk ludah dengan susah payah. Dia yang seorang wanita saja iri melihat body Sarah, apalagi seorang pria. Begitu menurut pemikiran Maura.“Dari rumah mamaku, Mba.” Maura menjawab singkat.“Kamu nggak ada kerjaan lain selain ke rumah mamamu terus? Kenapa nggak tinggal di sana aja sekalian? Jadi, nggak capek bolak bali ke sana terus tiap pagi!” ungkap Sarah dengan nada kesal.“Kalau bisa sih aku mau aja tinggal di rumah mamaku, Mba. Aku jadi bisa dekat dan jagain mamaku terus tiap hari tanpa capek bolak balik,” balas Maura dengan lembut.“Ya udah, pindah aja sana
Maura hanya bisa diam di tempatnya dengan tubuh yang sedikit menggigil. Tidak pernah seumur hidupnya diteriaki oleh seseorang, apalagi seorang pria yang kini sudah menjadi suaminya. Air matanya tidak bisa dibendung dan jatuh mengalir tanpa henti meski dia sudah mencoba untuk menahannya. Maura merasa sangat tertekan di depan Sarah dan Gani.“Mas! Sebaiknya ceraikan aku sekarang juga! Aku nggak masalah jadi janda di usia pernikahan yang hanya beberapa hari ini. Dari pada aku lebih lama hidup dengan manusia-manusia tak punya hati seperti kalian berdua,” ungkap Maura dengan suara yang masih terdengar bergetar.“Apa maksudmu? Kamu mau bikin mamaku marah sama aku?” tanya Gani jelas tak senang.“Kalau kamu nggak mau menceraikan aku, berikan aku waktu untuk bisa menerima semua ini. Aku akan menjelaskan semua ini sama mama Wulan dan nggak akan menyudutkan kamu apalagi istrimu itu. Aku cukup sadar diri dengan posisiku! Aku nggak masalah dibilang sebagai mesin pencetak anak oleh mba Sarah, tapi