“A-apa yang kamu lakukan, Mas?” tanya Maura dengan gugup dan sedikit takut.“Kenapa? Apa kamu keberatan aku sentuh? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang dan dengan penuh rasa percaya diri kalau kamu bisa kasih cucu ke mamaku? Jadi, harusnya santai aja, dong!” ungkap Gani menjawab pertanyaan Maura dengan santai.“Ta-tapi nggak gini juga konsepnya!” bantah Maura.“Gimana konsepnya? Bisa jelasin sama aku? Apa kita beneran harus pergi bulan madu, hem?” tanya Gani dan semakin mengeratkan pelukannya di lingkaran pinggang Maura yang terasa sedikit berisi.“Aku tadi nggak serius ngomongnya, Mas. Aku bercanda dan nggak ada maksud serius kok. Tolong jangan diambil hati!” terang Maura berusaha melepaskan dirinya dari Gani.“Semakin kamu gerak, semakin kuat aku meluk kamu!” ancam Gani.Maura terdiam dan tidak sanggup berkata-kata bahkan tidak lagi bergerak. Dia takut dan tidak menyangka sama sekali dengan tindakan Gani saat ini. Dia pikir, selama ini Gani ilfeel padanya dan tidak mau menyentuh
Maura bukan gadis bodoh yang tidak mengerti kode alami dari Gani dari tempat duduknya. Jadi, dengan cepat dia mengendalikan keterkejutannya dan mencoba bersikap santai. Walaupun di dalam hatinya, dia benar-benar takut semua ucapan Gani adalah kenyataan.“Aku nggak apa-apa kok, Mas. Memangnya kapan mama kasih tau tentang tiket bulan madunya?” tanya Maura dan mengambil tempat duduk tepat di sisi Gani, berhadapan dengan Sarah yang juga duduk di sebelah Gani.“Baru pagi ini, pas aku selesai mandi dan liat ada pesan dari mama. Kamu kalau mau ke rumah sakit nggak apa-apa kok. Nggak lucu kan pas bulan madu jalannya malah pincang,” ungkap Gani menjawab pertanyaan Maura dengan santai dan juga sembari mengunyah roti selainya.“Nanti aku ke rumah mama aja, Mas. Mama bisa kok mijit dan pijitannya enak banget. Keseleo dikit nggak perlu ke rumah sakit,” ucap Maura masih saja menolak tawaran Gani.“Mas! Kamu nganggap aku ada nggak sih di sini?” tanya Sarah bernada kesal dan mulai tidak sabar.“Kenap
Maura menelan ludahnya dengan susah payah saat teringat pada ucapan Gani tadi. Bagaimana bisa dia menjadi takut saat membayanagkan pergi melakukan perjalanan bulan madua dengan Gani? Apakah itu benar-benar rencana Wulan atau sebenarnya hanyalah permainan Gani untuk membuat istrinya menjadi cemburu? Maura tidak tahu sama sekali tentang hal itu dan kebenarannya.“Gimana dong sekarang, Ma? Aku nggak mau pergi bulan madu sama mas Gani berduaan aja.” Maura merengek kepada Anita dengan sangat manjanya.“Kenapa? Apa ada orang yang pergi bulan madu bertiga atau rame-rame?” tanya Anita heran.“Nggak ada sih, Ma. Cuma kan ... aku nggak mau aja berduaan sama mas Gani!” jawab Maura lagi.“Alasannya apa? Gani kan suami kamu, Sayang. Kamu nggak boleh menjaga jarak dari suami sendiri dan kamu harus menjadi istri yang patuh dan taat sama suamimu, Nak!” ungkap Anita memberikan penjelasan dan pencerahan kepada Maura.“Mama nggak tau aja gimana mba Sarah – istri pertama mas Gani itu bersikap sama aku. A
Sudah siang dan Maura pulang lagi ke rumahnya. Rumah di mana dia tinggal bersama suami dan kakak madunya yang cantik dengan gaya hedon. Jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana dan tidak terlalu suka bergaya glamour seperti Sarah.“Dari mana kamu, Maura?” tanya Sarah dengan ketus.Wanita itu duduk dengan menyilangkan kakinya dan pakaiannya terbuka hingga memperlihatkan paha mulusnya. Kaki jenjang itu membuat Maura menengguk ludah dengan susah payah. Dia yang seorang wanita saja iri melihat body Sarah, apalagi seorang pria. Begitu menurut pemikiran Maura.“Dari rumah mamaku, Mba.” Maura menjawab singkat.“Kamu nggak ada kerjaan lain selain ke rumah mamamu terus? Kenapa nggak tinggal di sana aja sekalian? Jadi, nggak capek bolak bali ke sana terus tiap pagi!” ungkap Sarah dengan nada kesal.“Kalau bisa sih aku mau aja tinggal di rumah mamaku, Mba. Aku jadi bisa dekat dan jagain mamaku terus tiap hari tanpa capek bolak balik,” balas Maura dengan lembut.“Ya udah, pindah aja sana
Maura hanya bisa diam di tempatnya dengan tubuh yang sedikit menggigil. Tidak pernah seumur hidupnya diteriaki oleh seseorang, apalagi seorang pria yang kini sudah menjadi suaminya. Air matanya tidak bisa dibendung dan jatuh mengalir tanpa henti meski dia sudah mencoba untuk menahannya. Maura merasa sangat tertekan di depan Sarah dan Gani.“Mas! Sebaiknya ceraikan aku sekarang juga! Aku nggak masalah jadi janda di usia pernikahan yang hanya beberapa hari ini. Dari pada aku lebih lama hidup dengan manusia-manusia tak punya hati seperti kalian berdua,” ungkap Maura dengan suara yang masih terdengar bergetar.“Apa maksudmu? Kamu mau bikin mamaku marah sama aku?” tanya Gani jelas tak senang.“Kalau kamu nggak mau menceraikan aku, berikan aku waktu untuk bisa menerima semua ini. Aku akan menjelaskan semua ini sama mama Wulan dan nggak akan menyudutkan kamu apalagi istrimu itu. Aku cukup sadar diri dengan posisiku! Aku nggak masalah dibilang sebagai mesin pencetak anak oleh mba Sarah, tapi
Pikirannya tidak sejalan dengan tindakannya, sehingga saat ini Maura benar-benar diam tak bergerak. Justru, dia memejamkan mata menikmati ciuman dari Gani. Gani begitu lembut dalam mencumbunya sehingga mampu membuat Maura serasa terbang melayang.Tak ubahnya dengan Maura, Gani pun seakan tak ingin berhenti mencumbu wanita di dalam dekapannya itu. Ada sesuatu yang berbeda dengan diri Maura yang membuatnya semakin ingin tersu menikmati wanita itu semakin dalam.“Kamu udah pernah ciuman sebelumnya?” tanya Gani saat dia menjeda cumbuannya pada Maura.“Sudah. Memangnya aku seculun itu? Sampai-sampai ciuman doang nggak pernah,” jawab Maura dengan wajah memerah dan tentu saja dia berbohong untuk mempertahankan harga dirinya di depan Gani. Dia malu mengatakan kalau itu adalah ciuman pertamanya.“Kamu harus banyak belajar lagi kalau begitu. Ciuman kamu masih sangat kaku dan nggak lepas,” ucap Gani dan menjarakkan tubuhnya dari Maura.“Jelas kaku. Aku kaget dan aku sebenarnya nggak mau dicium s
Rahang Gani mengeras saat mendengar ucapan Maura itu dan sorot matanya menunjukkan kemarahan yang tak pernah dilihat oleh Maura sebelumnya. Sesaat, Maura pun merasa takut dan berpikir apa dia sudah salah bicara kepada Gani.“Maaf, kalau aku udah terlalu jauh membahas masalah ini, Mas. Aku nggak mau terlalu jauh terikat hutang budi pada keluargamu. Kalau memang dengan memberikanmu anak bisa membuat semuanya impas, aku rela!” lanjut Maura sekali lagi dan semakin membuat urat leher Gani keluar tampak jelas dari kulitnya yang putih.“Kamu pikir, aku akan mengabulkan keinginanmu itu dengan mudah, Maura? Kamu ingin membuatku terlihat seperti lelaki bajingan yang membuang istri kedua setelah berhasil melahirkan keturunan?” tanya Gani dan hanya di dalam hati dia mengatakan semua itu.“Baiklah. Aku setuju dengan yang kau ucapkan! Aku memberimu waktu tiga bulan untuk bisa mengandung anakku, dimulai dari hari ini. Jika kamu nggak bisa hamil dalam waktu tiga bulan, maka aku nggak akan pernah mele
Gani dan Maura seperti lupa pada semua masalah yang baru saja terjadi. Mereka hanyut dalam cumbuan dan sentuhan lembut yang memabukkan. Gani bahkan sudah menelusuri tiap jengkal tubuh Maura dengan tangannya.Saat ini, Maura menggunakan dress selutut dan itu membuat Gani bahkan bisa mengakses bagian paha Maura hingga ke sebuah aset berharga yang selama ini belum pernah disentuh oleh seorang pria mana pun yang pernah dekat atau Maura kenal.“Mas ...,” lirih Maura dengan suara tertahan.“Kamu percaya aku?” tanya Gani justru membuat Maura semakin luluh.Dia yang tadinya tidak ingin terlalu terbawa perasaan, bisa-bisanya sekarang percaya begitu saja dengan ucapan Gani yang sangat sederhana. Pertanyaan Gani seakan membuat Maura merasa sangat yakin untuk melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya.Maura mengangguk dan ciuman itu kembali dilanjutkan. Tidak ada lagi penolakan dari tubuh Maura, karena dia berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya. Selain itu, Maura hanya ingin s