Beranda / Romansa / Menjadi Istri Keponakan sang Mantan / Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

Share

Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-24 17:08:03

Semua mata di ruangan itu sontak tertuju ke arah pintu ketika suara langkah sepatu terdengar. Sosok seorang pria dengan wajah tampan dan aura dingin memasuki ruangan, menarik perhatian setiap orang yang hadir. Tubuhnya tegap, mengenakan setelan hitam yang membalut sempurna lekuk tubuhnya, membuatnya tampak berwibawa. Sophia terpaku di tempatnya, matanya membelalak saat menyadari siapa pria itu.

Daniel.

Napasnya tersengal. Pria yang berdiri di hadapannya kini bukan lagi Daniel yang ia kenal beberapa hari lalu. Pria ini tampak jauh lebih berkelas. Sophia meremas gaun di tangannya, mencoba menenangkan dirinya, tetapi dadanya sudah naik turun seiring dengan detak jantungnya yang semakin tak terkendali.

“Akhirnya kamu kembali juga.” Edward menatap tajam ke arah Daniel, matanya dipenuhi dengan kebencian yang tak tersamarkan. Lima tahun anak haram itu pergi meninggalkan rumah, dan sekarang ia kembali lagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.

Daniel menghentikan langkahnya tepat di tengah ruangan, tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya. “Sepertinya, aku datang di waktu yang tidak tepat,” katanya datar, tapi senyuman tipis di sudut bibirnya membuat suasana terasa semakin tegang.

David yang sejak tadi duduk dengan tenang, segera bangkit dan menyambut kehadiran pamannya. “Tidak, Paman. Paman datang tepat waktu,” ucapnya dengan riang, meski ada rasa hormat yang terpancar dalam suaranya. “Kakek hanya sedang mempertemukanku dengan wanita pilihannya.”

Mendengar itu, Daniel mengangkat alis, wajahnya menunjukkan ketertarikan. “Oh?” katanya pelan, suaranya rendah tetapi cukup untuk membuat jantung Sophia semakin berdebar. “Aku ingin tahu … seperti apa wanita pilihan Ayah.”

Tatapan tajam Daniel mulai bergerak, memindai satu per satu orang di ruangan itu, sampai akhirnya berhenti pada Sophia. Matanya menyipit sedikit, senyuman tipis di bibirnya menghilang, digantikan oleh ekspresi dingin yang sulit ditebak.

“Oh, jadi … kamu,” gumam Daniel, kali ini pandangannya terarah pada Sophia dengan sedikit tersenyum. “Wanita pilihan Ayah ternyata cukup … menarik.”

Sophia hanya bisa terdiam, tubuhnya terasa seperti kaku. Ia harus mengatakan sesuatu, atau setidaknya melakukan sesuatu, tetapi lidahnya seolah kelu. Tatapan Daniel terlalu tajam, seperti pisau yang menguliti setiap emosi yang ia coba sembunyikan.

Sementara itu, Rose yang duduk di samping Robert memegang dadanya, matanya tidak bisa lepas dari Daniel. Mulutnya sedikit terbuka, ia jelas terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat. Lelaki itu?

Ya, lelaki itu. Lelaki yang dulu mereka anggap tidak pantas untuk Sophia. Lelaki yang mereka pikir hanya orang miskin tanpa masa depan. Kini berdiri di hadapan mereka sebagai bagian dari keluarga William.

“Apa kabar, Ayah?” Daniel akhirnya berbicara lagi, suaranya tenang meski ada nada dingin yang tak bisa disembunyikan. Matanya sedikit melunak saat menatap William, tetapi hanya sejenak, sebelum kembali menajam.

“Aku baik, Daniel. Dan aku senang kamu akhirnya kembali,” jawab William, meskipun ada sesuatu dalam nadanya yang terasa canggung. Sudah lima tahun anaknya itu pergi dan sekarang ia bahagia akhirnya Daniel telah kembali.

“Sepertinya aku telah mengganggu kalian. Silakan lanjutkan saja. Aku akan menunggu sampai selesai,” ucap Daniel sebelum ia berbalik dan meninggalkan ruangan.

Sophia yang melihat itu hanya bisa menatap punggung Daniel yang semakin menjauh. Tangannya yang sedari tadi meremas gaunnya kini perlahan terhenti. Ada kegelisahan di wajahnya. Namun, ia mencoba menyembunyikannya di balik senyumnya yang tipis. “Permisi, saya mau ke toilet sebentar.”

“Toiletnya ada di lorong paling ujung,” jelas William.

Sophia mengangguk, tapi Robert dan Rose yang memperhatikannya, mereka menatap tajam, seolah meminta Sophia untuk tidak pergi. Namun, Sophia tidak memperdulikan mereka. Dengan cepat, ia meninggalkan ruangan itu untuk segera menemui Daniel.

Tepat ketika Daniel berdiri di ujung ruangan, Sophia memanggilnya, suaranya terdengar lirih. Namun, cukup untuk membuat lelaki itu menghentikan langkahnya. “Daniel ....”

Daniel berbalik perlahan, tatapannya langsung bertemu dengan mata Sophia. Pesona keturunan William memang tidak bisa diabaikan, tak bisa dipungkiri saat melihat Daniel, jantung Sophia pun selalu berdetak kencang. Bahkan di saat ini, saat Daniel menatapnya dengan dalam, sangat dalam sampai membuat Sophia gugup.

“Lihatlah, Sophia,” suara Daniel terdengar rendah. “Kamu bilang ingin pergi dariku. Tapi nyatanya, kamu selalu kembali. Kenapa?” Ia melangkah maju, membuat jarak di antara mereka semakin tipis. “Apa kamu sudah merindukanku, hanya karena kita tidak bertemu beberapa hari ini?”

Sophia menelan ludah, mencoba menenangkan gemuruh di dadanya. Tapi ia tahu, sikapnya sudah terlalu terbaca. “Jangan senang dulu. Aku di sini hanya untuk mengatakan sesuatu padamu.”

Daniel menaikkan satu alis. “Oh? Apa itu?”

Sophia mengangkat dagunya, berusaha menjaga wibawanya di depan pria yang selalu membuatnya lemah. “Kenapa kamu berbohong padaku? Kenapa kamu tidak pernah bilang bahwa kamu adalah keturunan William?”

“Apakah sebelumnya kamu pernah bertanya padaku?”

Sophia menggigit bibirnya, dadanya bergemuruh. Dia tahu Daniel benar. Selama ini, dia tidak pernah benar-benar bertanya tentang masa lalu Daniel, karena ia terlalu sibuk menerima apa pun yang lelaki itu tunjukkan. “Tidak ... tapi kamu tetap seharusnya memberitahuku.”

Daniel mendekat lagi, membuat Sophia nyaris terdesak ke dinding. Tangannya terangkat, jari-jari kekarnya menyentuh lembut dagu Sophia, mengangkatnya agar mata mereka bertemu. “Ada banyak hal tentangku yang tidak kamu ketahui, Sophia. Tapi apakah itu mengubah sesuatu? Apa sekarang kamu memandangku berbeda?”

Suaranya begitu tenang, matanya yang gelap menantang Sophia untuk menjawab. Namun, Sophia hanya bisa terdiam, menatap balik dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia ingin membenci lelaki ini, ingin melepaskan diri dari pesonanya. Tapi di saat yang sama, kehangatan yang terpancar dari sentuhan Daniel membuatnya lupa pada segalanya.

“Kamu selalu berkata bahwa kamu tidak memiliki keluarga,” suara Sophia terdengar serak, matanya menatap Daniel dengan kebingungan yang sulit disembunyikan. “Aku hanya ... terkejut saat tahu bahwa kamu keturunan William.”

Perkataan itu seolah menusuk sesuatu di dalam diri Daniel. Lelaki itu perlahan mundur, langkahnya berat seakan kata-kata Sophia baru saja menjatuhkan beban tak terlihat ke atas pundaknya. Tatapan tajamnya bergeser, tidak lagi menatap Sophia. Ia memandang ke arah lain, ke jendela besar yang memantulkan bayangan dirinya, seolah-olah mencari jawaban yang sudah lama hilang.

“Ibuku memang sudah meninggal,” suaranya penuh dengan luka yang sulit disembunyikan. “Aku hanya anak haram di sini.” Ia tertawa. Namun tidak ada kebahagiaan di sana, hanya kepahitan yang terlihat. “Apa yang bisa aku banggakan dari statusku sebagai anak haram?”

Sophia terdiam sejenak, dadanya terasa sesak mendengar pengakuan itu. Ada kesedihan di balik kata-kata Daniel, sesuatu yang membuatnya ingin memeluk lelaki itu, meski ia tahu, Daniel tidak akan membiarkannya.

“Daniel ....” Sophia maju selangkah, mencoba meraih lelaki itu dari kehampaan yang seolah menyelimuti dirinya. “Tapi statusmu tidak membuatmu berbeda di mataku. Aku hanya ingin tahu kenapa kamu menyembunyikannya dariku. Kenapa kamu tidak pernah membiarkan aku masuk ke duniamu?”

Daniel menghela napas panjang, bahunya naik turun seolah sedang menahan beban yang berat. “Karena dunia ini … bukan tempat untukmu. Tempat ini penuh kebohongan, penuh pengkhianatan. Aku tidak ingin kamu terjebak di dalamnya.” Matanya kembali menatap Sophia.

Daniel mendekat lebih jauh, jaraknya hanya beberapa inci dari Sophia. Tangannya yang besar dan kokoh mencengkeram pelan leher jenjang wanita itu, sentuhannya tidak kasar, tetapi cukup untuk membuat Sophia merasa terkunci dalam kendalinya.

“Tapi kenapa, Sophia?” Suara Daniel rendah dan tajam, seperti racun yang meresap perlahan. “Kenapa kamu malah masuk ke kandang singa ini?”

Sophia menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa takut yang mulai menjalar. Ia tahu Daniel selalu memiliki sisi gelap yang sulit ditebak, tetapi tidak pernah sebelumnya ia merasa sekecil ini di hadapannya.

“Daniel, lepaskan,” pintanya, suaranya bergetar. “Kamu menyakitiku.”

Daniel memperhatikan wajah Sophia, matanya seperti mencoba membaca pikiran gadis itu. Namun, perlahan, genggamannya mulai melemah. “Kamu yang datang ke sini,” gumamnya, “dan sekarang kamu takut?”

Sebelum Sophia sempat membalas, suara langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Suara berat sepatu menginjak lantai marmer bergema, mendekat dengan cepat.

“Siapa di sana?” Sebuah suara keras dan penuh wibawa menggema di balik pintu yang kini sedikit terbuka.

Jantung Sophia berdegup kencang, nyaris melompat keluar dari dadanya. Ia menoleh cepat ke arah pintu, tubuhnya menegang. Pikiran-pikiran panik mulai bermunculan. Bagaimana jika mereka memergokinya bersama Daniel? Apa yang akan mereka pikirkan? Apa yang akan mereka lakukan?

Sebuah senyum tipis terukir di wajah Daniel ketika melihat wajah panik Sophia. “Tenang saja, Sophia. Mari kita lihat bagaimana kamu bisa keluar dari situasi ini.”

Bab terkait

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 5 : Di Antara Cinta dan Kekuasaan

    Daniel bergerak cepat. Dalam satu langkah sigap, ia menarik Sophia lebih dekat, membekap mulut gadis itu dengan bibirnya. Tubuh Sophia yang kecil bergetar hebat di bawah sentuhan itu, bukan karena kelembutan, tetapi karena rasa takut yang menjalari tubuhnya. Langkah kaki di luar semakin mendekat, disertai suara pintu yang berderit ketika terbuka. Daniel memutar tubuhnya sedikit, memposisikan mereka agar tersembunyi di balik salah satu lemari besar di sudut ruangan. Jarak antara keduanya begitu tipis, aroma tubuh Daniel yang khas bercampur dengan parfumnya memenuhi indera penciuman Sophia. Sosok Lewis, kepala pelayan mansion, muncul di ambang pintu. Ia melangkah masuk perlahan, pandangannya menyapu seluruh ruangan. “Siapa di sana?” Sophia hampir melompat mendengar suara itu, tetapi tangan Daniel yang besar dan kokoh memegang pinggangnya erat, menahannya agar tetap diam. Tubuhnya semakin gemetar, berharap Lewis tidak menemukan mereka. Lewis berjalan lebih jauh ke dalam ruangan, me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 6 : Takdir yang Mempermainkan

    “Wanita mana yang bisa menolak keponakanku ini?” Daniel berkata dengan santai. Akan tetapi, ada sesuatu dalam suaranya yang membuat ruangan itu terasa lebih tegang. Percakapan langsung terhenti. Semua yang duduk di sofa menoleh ke arahnya, memperhatikan pria yang kini berdiri tegak di hadapan mereka. David, yang sejak tadi terlihat tenang, kini tampak lebih ceria. Sorot kebanggaan muncul di matanya saat mendengar pujian dari pamannya. “Paman, Paman terlalu berlebihan,” ucap David dengan sedikit tawa, meski ada rona malu di wajahnya. Daniel mengangkat alisnya sedikit, ekspresi santainya tak berubah. “Tidak, aku hanya mengatakan fakta,” balasnya tenang. “Di luar sana banyak wanita yang ingin memilikimu, David. Kau bukan hanya pekerja keras, tetapi juga kebanggaan keluarga kita.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Daniel, tetapi matanya justru tertuju pada seseorang di hadapannya—Sophia. Gadis itu duduk dengan tubuh sedikit tegang, jemarinya meremas gaun di pangkuannya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 7 : Masa Lalu yang Tak Pernah Hilang

    Suara dentingan gelas dan alunan musik pelan memenuhi sudut bar yang remang-remang. Cahaya lampu temaram memantulkan kilau keemasan di permukaan minuman dalam gelas-gelas kristal yang berjajar rapi di meja bartender. Di salah satu sudut ruangan, dua wanita duduk berhadapan, dengan ekspresi yang kontras. Jane menatap Sophia lekat-lekat, matanya menyipit seakan mencoba memahami sesuatu yang sulit dicerna. Ia baru saja mendengar pengakuan mengejutkan dari sahabatnya, dan itu membuatnya nyaris tidak percaya.“Kau serius? Kau benar-benar menerima perjodohan ini?” Jane menatap sahabatnya dengan tajam, mencoba membaca ekspresi yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ketika Sophia pertama kali memberitahunya tentang perjodohan itu, ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. Rasa keterkejutan itu masih melekat, berputar dalam pikirannya seperti badai yang tak kunjung reda. Bagaimana mungkin Sophia setuju untuk menikah dengan pria lain? Selama ini, Jane tahu betul bahwa hati

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 1 : Bara di Balik Pengkhianatan

    “Berani-beraninya kau mengkhianatiku, Daniel. Kau pikir kau bisa bersenang-senang bersama mereka tanpa peduli perasaanku.” Sophia Gabriella berdiri di pintu masuk bar, tubuhnya kaku seperti patung. Sepasang matanya yang biasanya hangat, kini memancarkan api amarah yang membara. Pemandangan di depannya mengiris hatinya tanpa ampun. Daniel, lelaki yang selama ini ia cintai, terlihat begitu nyaman dikelilingi oleh wanita-wanita yang tertawa riang di sampingnya. Namun, yang lebih menyakitkan bagi Sophia adalah cara wanita-wanita itu memperlakukan Daniel. Mereka duduk terlalu dekat, tubuh mereka seolah sengaja bersentuhan dengan Daniel setiap kali mereka bergerak. Salah satu dari mereka, perlahan menyentuh lengan Daniel, jari-jarinya yang lentik bermain di sepanjang otot-otot Daniel yang terlihat di balik lengan kemeja yang tergulung. Daniel tidak menepis sentuhan itu. Sebaliknya, ia tetap tenang, bahkan menoleh sedikit untuk membalas candaan mereka. Jelas terlihat, ia menikmati perh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 2 : Perpisahan yang Membekas

    Daniel Alexander Williams, pria berusia 30 tahun dengan aura kharismatik yang sulit diabaikan menatap pelayan bar itu dengan santai, seolah-olah kekacauan yang baru saja terjadi bukanlah masalah besar. Pria yang memiliki wajah tegas dengan rahang kuat, dan mata gelap yang selalu sulit ditebak, segera merogoh dompet kulit hitam dari sakunya, lalu menarik beberapa lembar uang tunai. Tanpa tergesa, ia menyerahkannya kepada pelayan. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan mengganti kerugiannya.” Pelayan itu terlihat ragu, tapi akhirnya menerima uang tersebut. “Terima kasih, Tuan.” Ia membungkuk sedikit, kemudian pergi. Sementara itu, Sophia berdiri terpaku. Tubuhnya ramping dengan gaun merah yang membungkusnya sempurna, menonjolkan kulitnya yang sehalus porselen. Matanya, yang biasanya lembut seperti cokelat hangat, kini menatap Daniel dengan sorot terluka. Jantungnya masih berdetak kencang, bukan karena kejadian barusan, tetapi karena intensitas Daniel yang selalu membuatnya sulit berna

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 3 : Pertemuan Tak Terduga

    Cermin besar di sudut kamar memantulkan bayangan Sophia yang tengah bersiap. Jemari rampingnya dengan cermat mengancingkan perhiasan sederhana di lehernya—sebuah kalung perak kecil dengan liontin berbentuk bunga yang pernah diberikan almarhum neneknya. Gaun satin biru langit yang ia kenakan pas di tubuh, mengalir anggun hingga menutupi lutut. Rambut hitam yang biasanya tergerai, kali ini digulung ke atas dengan beberapa helaian dibiarkan jatuh.Namun, matanya yang cokelat gelap menyiratkan kegelisahan. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Di seberang kamar, Rose berdiri dengan tangan terlipat di dada, mengamati putrinya yang tengah berdandan. “Kamu terlihat cantik, Sophia.” Sophia hanya mengangguk. “Apakah aku harus bertemu dengannya sekarang?” Rose menghela napas. “Ini untuk masa depanmu, Sophia.” Robert muncul di ambang pintu, mengenakan setelan jas hitam yang tidak terlalu sering ia pakai. “Waktunya berangkat,” katanya tegas. “Jangan membuat keluarga in

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 7 : Masa Lalu yang Tak Pernah Hilang

    Suara dentingan gelas dan alunan musik pelan memenuhi sudut bar yang remang-remang. Cahaya lampu temaram memantulkan kilau keemasan di permukaan minuman dalam gelas-gelas kristal yang berjajar rapi di meja bartender. Di salah satu sudut ruangan, dua wanita duduk berhadapan, dengan ekspresi yang kontras. Jane menatap Sophia lekat-lekat, matanya menyipit seakan mencoba memahami sesuatu yang sulit dicerna. Ia baru saja mendengar pengakuan mengejutkan dari sahabatnya, dan itu membuatnya nyaris tidak percaya.“Kau serius? Kau benar-benar menerima perjodohan ini?” Jane menatap sahabatnya dengan tajam, mencoba membaca ekspresi yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ketika Sophia pertama kali memberitahunya tentang perjodohan itu, ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. Rasa keterkejutan itu masih melekat, berputar dalam pikirannya seperti badai yang tak kunjung reda. Bagaimana mungkin Sophia setuju untuk menikah dengan pria lain? Selama ini, Jane tahu betul bahwa hati

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 6 : Takdir yang Mempermainkan

    “Wanita mana yang bisa menolak keponakanku ini?” Daniel berkata dengan santai. Akan tetapi, ada sesuatu dalam suaranya yang membuat ruangan itu terasa lebih tegang. Percakapan langsung terhenti. Semua yang duduk di sofa menoleh ke arahnya, memperhatikan pria yang kini berdiri tegak di hadapan mereka. David, yang sejak tadi terlihat tenang, kini tampak lebih ceria. Sorot kebanggaan muncul di matanya saat mendengar pujian dari pamannya. “Paman, Paman terlalu berlebihan,” ucap David dengan sedikit tawa, meski ada rona malu di wajahnya. Daniel mengangkat alisnya sedikit, ekspresi santainya tak berubah. “Tidak, aku hanya mengatakan fakta,” balasnya tenang. “Di luar sana banyak wanita yang ingin memilikimu, David. Kau bukan hanya pekerja keras, tetapi juga kebanggaan keluarga kita.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Daniel, tetapi matanya justru tertuju pada seseorang di hadapannya—Sophia. Gadis itu duduk dengan tubuh sedikit tegang, jemarinya meremas gaun di pangkuannya.

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 5 : Di Antara Cinta dan Kekuasaan

    Daniel bergerak cepat. Dalam satu langkah sigap, ia menarik Sophia lebih dekat, membekap mulut gadis itu dengan bibirnya. Tubuh Sophia yang kecil bergetar hebat di bawah sentuhan itu, bukan karena kelembutan, tetapi karena rasa takut yang menjalari tubuhnya. Langkah kaki di luar semakin mendekat, disertai suara pintu yang berderit ketika terbuka. Daniel memutar tubuhnya sedikit, memposisikan mereka agar tersembunyi di balik salah satu lemari besar di sudut ruangan. Jarak antara keduanya begitu tipis, aroma tubuh Daniel yang khas bercampur dengan parfumnya memenuhi indera penciuman Sophia. Sosok Lewis, kepala pelayan mansion, muncul di ambang pintu. Ia melangkah masuk perlahan, pandangannya menyapu seluruh ruangan. “Siapa di sana?” Sophia hampir melompat mendengar suara itu, tetapi tangan Daniel yang besar dan kokoh memegang pinggangnya erat, menahannya agar tetap diam. Tubuhnya semakin gemetar, berharap Lewis tidak menemukan mereka. Lewis berjalan lebih jauh ke dalam ruangan, me

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

    Semua mata di ruangan itu sontak tertuju ke arah pintu ketika suara langkah sepatu terdengar. Sosok seorang pria dengan wajah tampan dan aura dingin memasuki ruangan, menarik perhatian setiap orang yang hadir. Tubuhnya tegap, mengenakan setelan hitam yang membalut sempurna lekuk tubuhnya, membuatnya tampak berwibawa. Sophia terpaku di tempatnya, matanya membelalak saat menyadari siapa pria itu.Daniel.Napasnya tersengal. Pria yang berdiri di hadapannya kini bukan lagi Daniel yang ia kenal beberapa hari lalu. Pria ini tampak jauh lebih berkelas. Sophia meremas gaun di tangannya, mencoba menenangkan dirinya, tetapi dadanya sudah naik turun seiring dengan detak jantungnya yang semakin tak terkendali.“Akhirnya kamu kembali juga.” Edward menatap tajam ke arah Daniel, matanya dipenuhi dengan kebencian yang tak tersamarkan. Lima tahun anak haram itu pergi meninggalkan rumah, dan sekarang ia kembali lagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Daniel menghentikan langkahnya tepat di teng

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 3 : Pertemuan Tak Terduga

    Cermin besar di sudut kamar memantulkan bayangan Sophia yang tengah bersiap. Jemari rampingnya dengan cermat mengancingkan perhiasan sederhana di lehernya—sebuah kalung perak kecil dengan liontin berbentuk bunga yang pernah diberikan almarhum neneknya. Gaun satin biru langit yang ia kenakan pas di tubuh, mengalir anggun hingga menutupi lutut. Rambut hitam yang biasanya tergerai, kali ini digulung ke atas dengan beberapa helaian dibiarkan jatuh.Namun, matanya yang cokelat gelap menyiratkan kegelisahan. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Di seberang kamar, Rose berdiri dengan tangan terlipat di dada, mengamati putrinya yang tengah berdandan. “Kamu terlihat cantik, Sophia.” Sophia hanya mengangguk. “Apakah aku harus bertemu dengannya sekarang?” Rose menghela napas. “Ini untuk masa depanmu, Sophia.” Robert muncul di ambang pintu, mengenakan setelan jas hitam yang tidak terlalu sering ia pakai. “Waktunya berangkat,” katanya tegas. “Jangan membuat keluarga in

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 2 : Perpisahan yang Membekas

    Daniel Alexander Williams, pria berusia 30 tahun dengan aura kharismatik yang sulit diabaikan menatap pelayan bar itu dengan santai, seolah-olah kekacauan yang baru saja terjadi bukanlah masalah besar. Pria yang memiliki wajah tegas dengan rahang kuat, dan mata gelap yang selalu sulit ditebak, segera merogoh dompet kulit hitam dari sakunya, lalu menarik beberapa lembar uang tunai. Tanpa tergesa, ia menyerahkannya kepada pelayan. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan mengganti kerugiannya.” Pelayan itu terlihat ragu, tapi akhirnya menerima uang tersebut. “Terima kasih, Tuan.” Ia membungkuk sedikit, kemudian pergi. Sementara itu, Sophia berdiri terpaku. Tubuhnya ramping dengan gaun merah yang membungkusnya sempurna, menonjolkan kulitnya yang sehalus porselen. Matanya, yang biasanya lembut seperti cokelat hangat, kini menatap Daniel dengan sorot terluka. Jantungnya masih berdetak kencang, bukan karena kejadian barusan, tetapi karena intensitas Daniel yang selalu membuatnya sulit berna

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 1 : Bara di Balik Pengkhianatan

    “Berani-beraninya kau mengkhianatiku, Daniel. Kau pikir kau bisa bersenang-senang bersama mereka tanpa peduli perasaanku.” Sophia Gabriella berdiri di pintu masuk bar, tubuhnya kaku seperti patung. Sepasang matanya yang biasanya hangat, kini memancarkan api amarah yang membara. Pemandangan di depannya mengiris hatinya tanpa ampun. Daniel, lelaki yang selama ini ia cintai, terlihat begitu nyaman dikelilingi oleh wanita-wanita yang tertawa riang di sampingnya. Namun, yang lebih menyakitkan bagi Sophia adalah cara wanita-wanita itu memperlakukan Daniel. Mereka duduk terlalu dekat, tubuh mereka seolah sengaja bersentuhan dengan Daniel setiap kali mereka bergerak. Salah satu dari mereka, perlahan menyentuh lengan Daniel, jari-jarinya yang lentik bermain di sepanjang otot-otot Daniel yang terlihat di balik lengan kemeja yang tergulung. Daniel tidak menepis sentuhan itu. Sebaliknya, ia tetap tenang, bahkan menoleh sedikit untuk membalas candaan mereka. Jelas terlihat, ia menikmati perh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status