Beranda / Romansa / Menjadi Istri Keponakan sang Mantan / Bab 6 : Takdir yang Mempermainkan

Share

Bab 6 : Takdir yang Mempermainkan

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-11 12:48:25

“Wanita mana yang bisa menolak keponakanku ini?” Daniel berkata dengan santai. Akan tetapi, ada sesuatu dalam suaranya yang membuat ruangan itu terasa lebih tegang.

Percakapan langsung terhenti. Semua yang duduk di sofa menoleh ke arahnya, memperhatikan pria yang kini berdiri tegak di hadapan mereka. David, yang sejak tadi terlihat tenang, kini tampak lebih ceria. Sorot kebanggaan muncul di matanya saat mendengar pujian dari pamannya.

“Paman, Paman terlalu berlebihan,” ucap David dengan sedikit tawa, meski ada rona malu di wajahnya.

Daniel mengangkat alisnya sedikit, ekspresi santainya tak berubah. “Tidak, aku hanya mengatakan fakta,” balasnya tenang. “Di luar sana banyak wanita yang ingin memilikimu, David. Kau bukan hanya pekerja keras, tetapi juga kebanggaan keluarga kita.”

Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Daniel, tetapi matanya justru tertuju pada seseorang di hadapannya—Sophia.

Gadis itu duduk dengan tubuh sedikit tegang, jemarinya meremas gaun di pangkuannya. Ia tidak berani menatap langsung ke mata Daniel, tetapi ia bisa merasakan tatapan pria itu seakan menusuknya.

“Bagaimana, Nona Sophia?” Daniel melanjutkan, suaranya sedikit lebih pelan, tetapi tetap terdengar jelas. “Apakah kau tertarik pada keponakanku?”

Seketika, Sophia membeku.

Tangannya semakin erat mencengkram kain gaunnya. Bibirnya sedikit terbuka, ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu seperti tersangkut di tenggorokan. Napasnya terasa lebih berat, seolah ruangan ini tiba-tiba kehilangan udara.

Daniel masih seperti dulu. Hanya dengan kehadirannya saja, ia bisa membuatnya tak berkutik.

Gadis itu ingin menolak. Ingin berkata bahwa ia tidak tertarik, bahwa ini adalah kesalahan, bahwa ia ingin menjauh dari keluarga Williams—terutama dari Daniel.

Namun, bagaimana mungkin?

Takdir telah mempermainkannya lagi.

Semuanya terasa begitu rumit ketika ia mengetahui satu kenyataan pahit: Daniel adalah paman dari lelaki yang akan dijodohkan dengannya.

Sophia menggigit bibirnya, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk berbicara. Namun sebelum ia bisa mengatakan apa pun, Daniel kembali berbicara.

“Apa yang membuatmu ragu?” tanyanya, kali ini lebih tajam. Ada kilatan misterius di matanya, sesuatu yang membuat Sophia semakin sulit bernapas.

David yang tak menyadari ketegangan di antara keduanya, hanya bisa tertawa. “Paman, jangan membuatnya takut.”

Daniel hanya tersenyum, tetapi tatapannya tidak beranjak dari Sophia.

Ia tahu.

Ia tahu bahwa gadis itu masih terpengaruh olehnya. Bahwa meskipun Sophia berusaha menjauh, perasaan itu belum benar-benar hilang.

Sophia hanya bisa menunduk.

Hatinya berbisik lirih.

Bagaimana ia bisa melepaskan diri dari takdir yang terus mempertemukannya dengan lelaki yang ingin ia lupakan?

Melihat Sophia yang hanya terdiam, Daniel kembali bersuara, kali ini dengan nada yang lebih tajam. “Apa jangan-jangan … kau mencintai lelaki lain?”

Deg.

Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Daniel, menusuk atmosfer ruangan yang sejak tadi sudah dipenuhi ketegangan.

Sophia tersentak. Matanya yang semula menunduk kini langsung menatap pria itu dengan keterkejutan yang sulit disembunyikan. Jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena pertanyaan Daniel, tetapi juga karena tatapan tajam yang menyertainya.

Bukan hanya Sophia yang terkejut. Kedua orang tuanya, Rose dan Robert, yang duduk di sofa seketika menegang. Tatapan mereka yang semula tenang kini dipenuhi kekhawatiran.

Ruangan itu mendadak terasa lebih sunyi dari sebelumnya.

Sophia mengerjapkan mata, mencoba menguasai dirinya. Ia harus menjawab. Ia tidak bisa terus membiarkan Daniel mengontrol percakapan seperti ini.

Ia menarik napas dalam, berusaha tetap tenang meskipun hatinya berkecamuk. Kemudian, dengan suara yang ia paksakan tetap stabil, ia menjawab, “Lalu, kalau memang aku mencintai lelaki lain, apa itu masalah bagimu?”

Tatapan Daniel berubah, seolah tak menyangka Sophia akan balik bertanya seperti itu. Ada kilatan tajam dalam matanya, tetapi juga sesuatu yang sulit dijelaskan—sesuatu yang menyerupai kemarahan yang terpendam.

David, yang sejak tadi menyimak dengan senyum di wajahnya, kini mengerutkan dahi. Ada sesuatu yang aneh dalam percakapan ini. Ia menoleh ke arah Sophia, lalu ke pamannya, dalam tatapan itu, ia bisa merasakan ketegangan yang tidak biasa.

Daniel tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menghela napas berat, tapi tatapannya tetap terkunci pada Sophia. “Aku hanya penasaran. Apa yang membuatmu ragu?”

Sophia menggigit bibir bawahnya. Ia tahu Daniel. Ia tahu pria itu tidak pernah bertanya tanpa alasan.

Tangannya kembali mencengkeram gaunnya dengan erat, mencoba menahan emosinya yang berkecamuk. Dengan suara yang sedikit lebih pelan, tetapi tetap terdengar tegas, ia berkata, “Itu hanya masa lalu. Tidak penting lagi. Aku ke sini hanya ingin memulai hidupku, dan tentu saja, aku menerima perjodohan ini.”

Sejenak, suasana di ruangan itu yang tadinya terasa beku kini sudah mulai menghangat.

Rose dan Robert yang mendengar jawaban dari putrinya akhirnya bisa menghela napas lega, seolah beban yang menghimpit dada mereka akhirnya berkurang. William pun tersenyum puas, ekspresinya menunjukkan kelegaan mendengar keputusan Sophia.

“Baguslah,” ujar William sembari mengangguk. “Kalau begitu, kita akan segera mengadakan pernikahan. Aku sudah menetapkan waktu yang paling cocok untuk kalian menikah—bulan depan.”

“Bulan depan?” David tersentak, matanya membelalak karena terkejut. Ia langsung menoleh ke arah kakeknya, berharap ada kesalahan dalam pendengarannya.

William mengangguk tanpa ragu. “Ya, bulan depan. Waktu yang tepat untuk pernikahan kalian.”

David mengernyit, jelas merasa keberatan. “Tapi, Kakek, bukankah itu terlalu cepat?”

William menatap cucunya dengan penuh wibawa, matanya tajam seperti seseorang yang keputusannya tidak bisa diganggu gugat. “Apa yang terlalu cepat? Bukankah pernikahan ini sudah direncanakan sejak lama? Lagipula, semakin cepat semakin baik.”

David menelan ludah, lalu melirik Sophia, mencoba mencari reaksinya. Namun, gadis itu tetap diam, ekspresinya sulit ditebak.

Di sisi lain, Daniel yang sejak tadi hanya memperhatikan dengan senyum tipis di wajahnya, kini memasukan tangannya ke saku celana. Matanya menyipit sedikit, memperhatikan ekspresi Sophia yang tampak datar.

Ia tahu betul bahwa Sophia adalah tipe wanita yang tidak akan mengambil keputusan tanpa perasaan.

Dan jika dia benar-benar menerima pernikahan ini …

Lalu, apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya?

Bab terkait

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 7 : Masa Lalu yang Tak Pernah Hilang

    Suara dentingan gelas dan alunan musik pelan memenuhi sudut bar yang remang-remang. Cahaya lampu temaram memantulkan kilau keemasan di permukaan minuman dalam gelas-gelas kristal yang berjajar rapi di meja bartender. Di salah satu sudut ruangan, dua wanita duduk berhadapan, dengan ekspresi yang kontras. Jane menatap Sophia lekat-lekat, matanya menyipit seakan mencoba memahami sesuatu yang sulit dicerna. Ia baru saja mendengar pengakuan mengejutkan dari sahabatnya, dan itu membuatnya nyaris tidak percaya.“Kau serius? Kau benar-benar menerima perjodohan ini?” Jane menatap sahabatnya dengan tajam, mencoba membaca ekspresi yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ketika Sophia pertama kali memberitahunya tentang perjodohan itu, ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. Rasa keterkejutan itu masih melekat, berputar dalam pikirannya seperti badai yang tak kunjung reda. Bagaimana mungkin Sophia setuju untuk menikah dengan pria lain? Selama ini, Jane tahu betul bahwa hati

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 1 : Bara di Balik Pengkhianatan

    “Berani-beraninya kau mengkhianatiku, Daniel. Kau pikir kau bisa bersenang-senang bersama mereka tanpa peduli perasaanku.” Sophia Gabriella berdiri di pintu masuk bar, tubuhnya kaku seperti patung. Sepasang matanya yang biasanya hangat, kini memancarkan api amarah yang membara. Pemandangan di depannya mengiris hatinya tanpa ampun. Daniel, lelaki yang selama ini ia cintai, terlihat begitu nyaman dikelilingi oleh wanita-wanita yang tertawa riang di sampingnya. Namun, yang lebih menyakitkan bagi Sophia adalah cara wanita-wanita itu memperlakukan Daniel. Mereka duduk terlalu dekat, tubuh mereka seolah sengaja bersentuhan dengan Daniel setiap kali mereka bergerak. Salah satu dari mereka, perlahan menyentuh lengan Daniel, jari-jarinya yang lentik bermain di sepanjang otot-otot Daniel yang terlihat di balik lengan kemeja yang tergulung. Daniel tidak menepis sentuhan itu. Sebaliknya, ia tetap tenang, bahkan menoleh sedikit untuk membalas candaan mereka. Jelas terlihat, ia menikmati perh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 2 : Perpisahan yang Membekas

    Daniel Alexander Williams, pria berusia 30 tahun dengan aura kharismatik yang sulit diabaikan menatap pelayan bar itu dengan santai, seolah-olah kekacauan yang baru saja terjadi bukanlah masalah besar. Pria yang memiliki wajah tegas dengan rahang kuat, dan mata gelap yang selalu sulit ditebak, segera merogoh dompet kulit hitam dari sakunya, lalu menarik beberapa lembar uang tunai. Tanpa tergesa, ia menyerahkannya kepada pelayan. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan mengganti kerugiannya.” Pelayan itu terlihat ragu, tapi akhirnya menerima uang tersebut. “Terima kasih, Tuan.” Ia membungkuk sedikit, kemudian pergi. Sementara itu, Sophia berdiri terpaku. Tubuhnya ramping dengan gaun merah yang membungkusnya sempurna, menonjolkan kulitnya yang sehalus porselen. Matanya, yang biasanya lembut seperti cokelat hangat, kini menatap Daniel dengan sorot terluka. Jantungnya masih berdetak kencang, bukan karena kejadian barusan, tetapi karena intensitas Daniel yang selalu membuatnya sulit berna

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 3 : Pertemuan Tak Terduga

    Cermin besar di sudut kamar memantulkan bayangan Sophia yang tengah bersiap. Jemari rampingnya dengan cermat mengancingkan perhiasan sederhana di lehernya—sebuah kalung perak kecil dengan liontin berbentuk bunga yang pernah diberikan almarhum neneknya. Gaun satin biru langit yang ia kenakan pas di tubuh, mengalir anggun hingga menutupi lutut. Rambut hitam yang biasanya tergerai, kali ini digulung ke atas dengan beberapa helaian dibiarkan jatuh.Namun, matanya yang cokelat gelap menyiratkan kegelisahan. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Di seberang kamar, Rose berdiri dengan tangan terlipat di dada, mengamati putrinya yang tengah berdandan. “Kamu terlihat cantik, Sophia.” Sophia hanya mengangguk. “Apakah aku harus bertemu dengannya sekarang?” Rose menghela napas. “Ini untuk masa depanmu, Sophia.” Robert muncul di ambang pintu, mengenakan setelan jas hitam yang tidak terlalu sering ia pakai. “Waktunya berangkat,” katanya tegas. “Jangan membuat keluarga in

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

    Semua mata di ruangan itu sontak tertuju ke arah pintu ketika suara langkah sepatu terdengar. Sosok seorang pria dengan wajah tampan dan aura dingin memasuki ruangan, menarik perhatian setiap orang yang hadir. Tubuhnya tegap, mengenakan setelan hitam yang membalut sempurna lekuk tubuhnya, membuatnya tampak berwibawa. Sophia terpaku di tempatnya, matanya membelalak saat menyadari siapa pria itu.Daniel.Napasnya tersengal. Pria yang berdiri di hadapannya kini bukan lagi Daniel yang ia kenal beberapa hari lalu. Pria ini tampak jauh lebih berkelas. Sophia meremas gaun di tangannya, mencoba menenangkan dirinya, tetapi dadanya sudah naik turun seiring dengan detak jantungnya yang semakin tak terkendali.“Akhirnya kamu kembali juga.” Edward menatap tajam ke arah Daniel, matanya dipenuhi dengan kebencian yang tak tersamarkan. Lima tahun anak haram itu pergi meninggalkan rumah, dan sekarang ia kembali lagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Daniel menghentikan langkahnya tepat di teng

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 5 : Di Antara Cinta dan Kekuasaan

    Daniel bergerak cepat. Dalam satu langkah sigap, ia menarik Sophia lebih dekat, membekap mulut gadis itu dengan bibirnya. Tubuh Sophia yang kecil bergetar hebat di bawah sentuhan itu, bukan karena kelembutan, tetapi karena rasa takut yang menjalari tubuhnya. Langkah kaki di luar semakin mendekat, disertai suara pintu yang berderit ketika terbuka. Daniel memutar tubuhnya sedikit, memposisikan mereka agar tersembunyi di balik salah satu lemari besar di sudut ruangan. Jarak antara keduanya begitu tipis, aroma tubuh Daniel yang khas bercampur dengan parfumnya memenuhi indera penciuman Sophia. Sosok Lewis, kepala pelayan mansion, muncul di ambang pintu. Ia melangkah masuk perlahan, pandangannya menyapu seluruh ruangan. “Siapa di sana?” Sophia hampir melompat mendengar suara itu, tetapi tangan Daniel yang besar dan kokoh memegang pinggangnya erat, menahannya agar tetap diam. Tubuhnya semakin gemetar, berharap Lewis tidak menemukan mereka. Lewis berjalan lebih jauh ke dalam ruangan, me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 7 : Masa Lalu yang Tak Pernah Hilang

    Suara dentingan gelas dan alunan musik pelan memenuhi sudut bar yang remang-remang. Cahaya lampu temaram memantulkan kilau keemasan di permukaan minuman dalam gelas-gelas kristal yang berjajar rapi di meja bartender. Di salah satu sudut ruangan, dua wanita duduk berhadapan, dengan ekspresi yang kontras. Jane menatap Sophia lekat-lekat, matanya menyipit seakan mencoba memahami sesuatu yang sulit dicerna. Ia baru saja mendengar pengakuan mengejutkan dari sahabatnya, dan itu membuatnya nyaris tidak percaya.“Kau serius? Kau benar-benar menerima perjodohan ini?” Jane menatap sahabatnya dengan tajam, mencoba membaca ekspresi yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ketika Sophia pertama kali memberitahunya tentang perjodohan itu, ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. Rasa keterkejutan itu masih melekat, berputar dalam pikirannya seperti badai yang tak kunjung reda. Bagaimana mungkin Sophia setuju untuk menikah dengan pria lain? Selama ini, Jane tahu betul bahwa hati

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 6 : Takdir yang Mempermainkan

    “Wanita mana yang bisa menolak keponakanku ini?” Daniel berkata dengan santai. Akan tetapi, ada sesuatu dalam suaranya yang membuat ruangan itu terasa lebih tegang. Percakapan langsung terhenti. Semua yang duduk di sofa menoleh ke arahnya, memperhatikan pria yang kini berdiri tegak di hadapan mereka. David, yang sejak tadi terlihat tenang, kini tampak lebih ceria. Sorot kebanggaan muncul di matanya saat mendengar pujian dari pamannya. “Paman, Paman terlalu berlebihan,” ucap David dengan sedikit tawa, meski ada rona malu di wajahnya. Daniel mengangkat alisnya sedikit, ekspresi santainya tak berubah. “Tidak, aku hanya mengatakan fakta,” balasnya tenang. “Di luar sana banyak wanita yang ingin memilikimu, David. Kau bukan hanya pekerja keras, tetapi juga kebanggaan keluarga kita.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Daniel, tetapi matanya justru tertuju pada seseorang di hadapannya—Sophia. Gadis itu duduk dengan tubuh sedikit tegang, jemarinya meremas gaun di pangkuannya.

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 5 : Di Antara Cinta dan Kekuasaan

    Daniel bergerak cepat. Dalam satu langkah sigap, ia menarik Sophia lebih dekat, membekap mulut gadis itu dengan bibirnya. Tubuh Sophia yang kecil bergetar hebat di bawah sentuhan itu, bukan karena kelembutan, tetapi karena rasa takut yang menjalari tubuhnya. Langkah kaki di luar semakin mendekat, disertai suara pintu yang berderit ketika terbuka. Daniel memutar tubuhnya sedikit, memposisikan mereka agar tersembunyi di balik salah satu lemari besar di sudut ruangan. Jarak antara keduanya begitu tipis, aroma tubuh Daniel yang khas bercampur dengan parfumnya memenuhi indera penciuman Sophia. Sosok Lewis, kepala pelayan mansion, muncul di ambang pintu. Ia melangkah masuk perlahan, pandangannya menyapu seluruh ruangan. “Siapa di sana?” Sophia hampir melompat mendengar suara itu, tetapi tangan Daniel yang besar dan kokoh memegang pinggangnya erat, menahannya agar tetap diam. Tubuhnya semakin gemetar, berharap Lewis tidak menemukan mereka. Lewis berjalan lebih jauh ke dalam ruangan, me

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

    Semua mata di ruangan itu sontak tertuju ke arah pintu ketika suara langkah sepatu terdengar. Sosok seorang pria dengan wajah tampan dan aura dingin memasuki ruangan, menarik perhatian setiap orang yang hadir. Tubuhnya tegap, mengenakan setelan hitam yang membalut sempurna lekuk tubuhnya, membuatnya tampak berwibawa. Sophia terpaku di tempatnya, matanya membelalak saat menyadari siapa pria itu.Daniel.Napasnya tersengal. Pria yang berdiri di hadapannya kini bukan lagi Daniel yang ia kenal beberapa hari lalu. Pria ini tampak jauh lebih berkelas. Sophia meremas gaun di tangannya, mencoba menenangkan dirinya, tetapi dadanya sudah naik turun seiring dengan detak jantungnya yang semakin tak terkendali.“Akhirnya kamu kembali juga.” Edward menatap tajam ke arah Daniel, matanya dipenuhi dengan kebencian yang tak tersamarkan. Lima tahun anak haram itu pergi meninggalkan rumah, dan sekarang ia kembali lagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Daniel menghentikan langkahnya tepat di teng

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 3 : Pertemuan Tak Terduga

    Cermin besar di sudut kamar memantulkan bayangan Sophia yang tengah bersiap. Jemari rampingnya dengan cermat mengancingkan perhiasan sederhana di lehernya—sebuah kalung perak kecil dengan liontin berbentuk bunga yang pernah diberikan almarhum neneknya. Gaun satin biru langit yang ia kenakan pas di tubuh, mengalir anggun hingga menutupi lutut. Rambut hitam yang biasanya tergerai, kali ini digulung ke atas dengan beberapa helaian dibiarkan jatuh.Namun, matanya yang cokelat gelap menyiratkan kegelisahan. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Di seberang kamar, Rose berdiri dengan tangan terlipat di dada, mengamati putrinya yang tengah berdandan. “Kamu terlihat cantik, Sophia.” Sophia hanya mengangguk. “Apakah aku harus bertemu dengannya sekarang?” Rose menghela napas. “Ini untuk masa depanmu, Sophia.” Robert muncul di ambang pintu, mengenakan setelan jas hitam yang tidak terlalu sering ia pakai. “Waktunya berangkat,” katanya tegas. “Jangan membuat keluarga in

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 2 : Perpisahan yang Membekas

    Daniel Alexander Williams, pria berusia 30 tahun dengan aura kharismatik yang sulit diabaikan menatap pelayan bar itu dengan santai, seolah-olah kekacauan yang baru saja terjadi bukanlah masalah besar. Pria yang memiliki wajah tegas dengan rahang kuat, dan mata gelap yang selalu sulit ditebak, segera merogoh dompet kulit hitam dari sakunya, lalu menarik beberapa lembar uang tunai. Tanpa tergesa, ia menyerahkannya kepada pelayan. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan mengganti kerugiannya.” Pelayan itu terlihat ragu, tapi akhirnya menerima uang tersebut. “Terima kasih, Tuan.” Ia membungkuk sedikit, kemudian pergi. Sementara itu, Sophia berdiri terpaku. Tubuhnya ramping dengan gaun merah yang membungkusnya sempurna, menonjolkan kulitnya yang sehalus porselen. Matanya, yang biasanya lembut seperti cokelat hangat, kini menatap Daniel dengan sorot terluka. Jantungnya masih berdetak kencang, bukan karena kejadian barusan, tetapi karena intensitas Daniel yang selalu membuatnya sulit berna

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 1 : Bara di Balik Pengkhianatan

    “Berani-beraninya kau mengkhianatiku, Daniel. Kau pikir kau bisa bersenang-senang bersama mereka tanpa peduli perasaanku.” Sophia Gabriella berdiri di pintu masuk bar, tubuhnya kaku seperti patung. Sepasang matanya yang biasanya hangat, kini memancarkan api amarah yang membara. Pemandangan di depannya mengiris hatinya tanpa ampun. Daniel, lelaki yang selama ini ia cintai, terlihat begitu nyaman dikelilingi oleh wanita-wanita yang tertawa riang di sampingnya. Namun, yang lebih menyakitkan bagi Sophia adalah cara wanita-wanita itu memperlakukan Daniel. Mereka duduk terlalu dekat, tubuh mereka seolah sengaja bersentuhan dengan Daniel setiap kali mereka bergerak. Salah satu dari mereka, perlahan menyentuh lengan Daniel, jari-jarinya yang lentik bermain di sepanjang otot-otot Daniel yang terlihat di balik lengan kemeja yang tergulung. Daniel tidak menepis sentuhan itu. Sebaliknya, ia tetap tenang, bahkan menoleh sedikit untuk membalas candaan mereka. Jelas terlihat, ia menikmati perh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status