"Aku mau membantu Kak Silvi mencari mereka berdua, aku berharap mereka masih hidup sampai sekarang. Dan Cici segera bangun dari komanya, tapi setidaknya Cici masih bisa kita pantau dan lihat, tidak seperti Mas Wiliam juga Vea yang tidak tau ada di mana?" Ria beranjak bangun berdiri di depan Silvi yang sudah siap mau mencari suami dan madunya menggunakan pesawat terbang pribadi yang akan di sewanya untuk hari ini. "Kalau begitu kita pergi sekarang sebelum hari semakin gelap, aku yakin titik jatuhnya mereka tidak akan beda jauh dari keberadaan mereka sekarang." Walaupun Silvi yakin betul dengan pencarian orang hilang di hutan belantara ini akan ditemukan, setidaknya dia harus berusaha. "Aku akan ikut!" Ria berjalan keluar dari ruangan itu bersama Silvi meninggalkan Cici yang masih dirawat. Setelah menemui pilot pribadi yang akan membawa mereka berdua ke tempat Wiliam dan Vea jatuh, sekarang mereka bersiap-siap turun dengan pesawat itu. Vea dan Wiliam masih terus berjalan mencar
Wiliam memegang tangan Cici yang masih belum juga sadarkan diri, didampingi Silvi yang ada di dekat suaminya untuk memberikan semangat setiap Wiliam membutuhkannya. Sedangkan Vea sudah diperiksa bisa pulang hari ini juga bersama Ria yang masih harus berobat jalan. "Wiliam," panggil Vea. "Ya, kamu gimana?" Wiliam tahu siapa pemilik suara yang memanggilnya dan terlihat ada Ria juga di samping Vea. "Aku sudah sehat, kamu mau pulang dulu atau menginap? Aku sama Ria mau pulang buat istirahat karena tidak mungkin kita semua menginap di rumah sakit, setidaknya kita akan bergilir." Wiliam mengerti maksud Vea. Dia juga lelah karena lama ada di tengah hutan. "Mas, kamu pulang sama Vea dan Ria saja. Aku yang akan menjaga Cici di sini, aku rasa Vea benar untuk kalian istirahat dan kita bisa bergantian." Silvi merelakan dirinya untuk tinggal di rumah sakit menemani madu ketiganya itu, Wiliam banyak berhutang budi sama Silvi, tidak mungkin Wiliam membiarkan Silvi berkorban banyak seper
Wiliam menarik tangan Helena keluar dari ruangan Cici. Dia tidak kuat apabila harus bertemu dengan wanita yang pernah membuatnya sakit hati. "Pergi Helena! Aku minta sekali lagi kamu jangan ganggu aku dan kehidupan aku sekarang. Kita sudah punya dunia masing-masing. Masa kamu mau belum move on dari aku! Aku yakin kamu di luar negeri juga sudah punya kekasih kan waktu itu, aku mendengar semuanya langsung dari kedua orang tuamu." Wiliam begitu marah setelah Helena ternyata memiliki kekasih lain di luar negeri setelah putus dengannya. Padahal Wiliam begitu mencintai Helena sampai-sampai dia sangat semangat untuk sukses diusia muda agar Helena bisa kembali. "Ayolah Wiliam. Semua itu hanya masa lalu yang kamu sendiri memiliki hal yang sama, kamu juga waktu itu dekat sama Silvi, aku mendengar itu juga dari temanmu, katanya Silvi adik kelas angkatan kita, bukan cuma kamu yang tau informasi tentang aku, tapi aku juga tau semuanya tentang kamu, bahkan aku tau kamu mandul." "Dari mana kam
"Pelakor!" Vea bersuara lebih dulu daripada langkah kaki dirinya dan Silvi juga Ria. Mereka hampir sampai di ruangan suami mereka dirawat. "Stop!" Silvi menghentikan Vea yang mau mencari keributan dengan Helena yang ada di depan pintu ruangan, dia hanya tidak mau Wiliam akan membenci Vea. "Ada apa Silvi? Kamu lihat sendiri kalau pelakor itu ada di depan mata kita, masa kamu mau diam saja?" "Cukup aku bilang! Kamu hanya memperkeruh keadaan yang ada, kita tidak tau kondisi Mas Wiliam di dalam sana, wanita itu sedang memegang kendali perasaan Mas Wiliam, jadi kita harus gunakan akal sehat untuk mencari cara melepaskan Mas Wiliam darinya tanpa berbuat yang merugikan diri sendiri." "Aku setuju sama Kak Silvi, kamu harus sabar Vea," sambung Ria. Vea menarik nafasnya karena tidak ada yang setuju dengannya untuk melabrak wanita penggoda suaminya itu. "Baiklah aku tidak akan membuat keributan di rumah sakit." Vea harus menahan dirinya untuk tidak membuat keributan di depan wanita
Dikarenakan Wiliam boleh pulang hari ini, Helena yang sudah mengetahui alamat rumah mantan pacarnya itu langsung membawanya pulang. "Jadi ini rumah kamu, Wiliam?" Helena sudah melepaskan kursi roda yang ada Wiliam duduk tidak berdaya sama sekali. Ada Vea, Silvi dan Ria yang keluar dari kamar masing-masing, ternyata memang benar ada tamu tak diundang datang begitu saja. "Oh, ternyata kamu." Silvi melihat sinis ke arah Helena yang sangat percaya diri membawa suaminya pulang. "Benar Silvi, jadi kamu adik kelas yang dulu menjadi pelarian Wiliam saat putus dengan aku?" "Jaga bicara kamu, Helena!" Vea tidak terima kalau Helena merendahkan Silvi yang sudah baik kepadanya sekarang. "Diam Vea, biarkan dia bicara sesuka hatinya." Silvi tidak marah sama sekali, dia tidak mudah terpancing oleh wanita semacam Helena yang gila dengan harta seseorang. "Oh, ada yang membela kamu ternyata. Kamu kan hanya istri ke empat Wiliam juga, jadi tidak penting untuk aku." "Astaga! Tutup mulut ka
Helena bolak balik ke kamar mandi karena dia merasakan kalau perutnya seperti ingin mengeluarkan semua isinya. Para asisten rumah tangga hanya menertawakan wanita asing yang tiba-tiba bolak balik ke kamar mandi apalagi buang angin sembarangan dari tadi. "Kurang ajar! Siapa yang melakukan ini sama aku?" Helena menyadari satu hal yaitu dirinya yang habis makan pizza pemberian Silvi, dia mau bertemu sama Silvi setelah dirinya menyelesaikan perutnya dulu, tetapi Silvi sudah lebih dulu mengunci Helena di kamar mandi dan mematikan lampunya. "Rasain kamu Helena!" Silvi cekikikan sendiri setelah itu pergi dari sana meninggalkan dapur membuat para asisten rumah tangga bagian dapur tertawa dengan kelakuan majikannya. "Kurang ajar! Siapa yang mematikan lampunya? Ini kenapa juga pintunya di kunci? Hey kalian yang ada di luar bisa tolong aku buka pintu!" Teriakan Helena dibiarkan oleh para asisten rumah tangga, sekarang Silvi bisa bernafas lega dirinya sudah balas dendam terhadap pe
Vea baru keluar dari kamarnya mau segera melihat suami di dalam kamar sendirian, atau dia akan bergantian untuk menjaga suaminya dengan orang yang tadi malam, bisa Silvi atau Ria, ternyata di dalam sana sudah terlihat Silvi. "Kamu belum tidur?" Wanita itu mendekati Silvi yang masih terjaga sampai pagi dan tidak bangun dari duduknya hanya untuk menemani suami. "Belum Vea, kamu belum mandi? Kan di rumah ini ada peraturan kalau nanti sarapan harus mandi dulu." "Aku ingat, tapi suasana di rumah ini tidak sama lagi, aku rasa lebih baik kamu istirahat dan biarkan aku yang berjaga di sini menggantikan kamu." "Tidak perlu Vea, biarkan aku yang berjaga di sini. Mas Wiliam tetap mau aku yang menjaganya." "Dari mana kamu tau Wiliam maunya kamu? Wiliam saja tidak bicara, ayolah Silvi, kamu harus istirahat dan nanti bisa bergantian lagi, aku takut kamu sakit." Silvi bangun dari tempat duduknya, demi menjaga perasaan Vea yang mau bersedia bangun pagi walaupun tadi malam juga membantunya me
"Rasakan kamu, Helena!" Setelah mengikat tangan dan kaki Helena. Sekarang Vea mendorongnya sampai jatuh ke lantai. 'Bug!' Helena tersadar dari tidur nyamannya. Vea masih membetulkan posisi tidur Wiliam di atas tempat tidur seperti semula. "Kamu! Kenapa kamu mengganggu tidurku? Aku tidak boleh tidur di kamarmu, sekarang kamar kekasihku juga tidak boleh?" "Iyalah, kalian belum menikah, mana boleh satu tempat tidur, aku yang berhak tidur di kamar ini karena statusku sebagai istri." Helena tidak bisa bangkit dari lantai karena tangan dan kakinya terikat oleh tali. "Sialan kamu Vea! Lepaskan tangan dan kakiku dulu!" "Tidak mau! Tidurlah di lantai, tempat itu cocok untuk kamu, bahkan kamu bisa berada dekat dengan kekasihmu ini." Vea hampir ingin menertawakan Helena, tetapi Wiliam mau tertidur karena tadi sudah meminum obat. "Tidurlah Wiliam, kamu harus banyak istirahat agar cepat sembuh." Vea menyelimuti Wiliam. Sedangkan Helena membuat keributan dengan mencoba berteriak agar