Vea mengusir Wiliam dari sana, padahal semua orang di sana pada tahu siapa Wiliam, cuma Vea yang berani melakukan itu pada suaminya. "Pergi dari sini!" Wiliam tidak mengerti kenapa Vea begitu keras kepala ingin mengusirnya seperti itu. Di sana juga kedatangan seseorang yang mencengangkan mereka. "Vea!" Keduanya melihat dari belakang, ternyata Silvi datang dengan sendirinya untuk bicara sama mereka berdua. "Silvi, untuk apa kamu datang lagi? Oh, aku tau pasti kamu mau mengacaukan pekerjaan aku lagi seperti kemarin kan? Sekarang aku minta kamu pergi sama Wiliam juga, aku sedang bekerja, tolong jangan ganggu aku." Vea mengusir keduanya, karena memang Silvi termasuk sumber masalah hidupnya yang begitu berat. "Vea, Mas Wiliam. Aku mau bicara sama kalian berdua, kita bisa bicara bertiga?" Silvi harus berbicara pada mereka berdua untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, terlebih dirinya yang memulai karena menutupi semuanya dari suaminya. "Untuk apa kamu bicara sama
Wiliam membawa pergi Silvi dari tempat kerja Vea yang masih ramai dengan mobil-mobil berdatangan. "Kenapa kamu halangi aku untuk membujuk Vea, Mas? Kamu juga akan menikmati hasilnya. Vea tidak boleh meminta pisah begitu saja, kamu cari cara Mas supaya Vea tidak pergi dari hidup kita." Silvi masih terus bicara di saat Wiliam masih terus mengendarai mobilnya, terlihat Silvi membawa sesuatu di tangannya. "Sudahlah Silvi. Kamu tidak akan bisa merubah keputusan Vea, kita tau sendiri dia jauh lebih keras daripada kamu, umurnya terlalu jauh sama kita semua. Kalau kamu mau dia kembali, perlu ketenangan." Wiliam melirik ke arah Silvi yang sudah berusaha untuk meraih kepercayaan Vea lagi, semua itu sudah cukup membuktikan kalau Silvi telah berubah jauh lebih baik lagi. "Maksudnya kamu mau mendapatkan hati Vea dengan cara yang kamu miliki Mas?" "Benar. Kamu tau selama ini aku selalu menggunakan kata-kata keras dan kasar setiap berurusan sama orang, tapi kalau sama Vea jangan. Kita bisa
Silvi hanya diam melihat jawaban dari ayah kandung Via yang selama ini diharapakan oleh madunya itu, ternyata memang ayahnya tidak pantas disebut orang tua oleh wanita setangguh Vea. "Kalau begitu baik, permisi." Silvi masuk lagi ke dalam mobil meninggalkan ayahnya Vea yang masih mencoba meminta bantuan mobil yang ada di sana. Wiliam dan Silvi sekarang saling pandang dengan cara ayahnya Vea memperlakukan mereka. "Kamu jangan heran dengan Ayahnya. Kita bisa langsung membantu tanpa terlihat olehnya." Wiliam akan membantu Aziz walaupun sudah diperlakukan tidak baik tadi, dengan cara yang dia punya bersama Silvi harus tetap membantu mereka. "Aku punya ide Mas. Kamu tunggu dulu aku mau mengirimkan pesan pada seseorang." Silvi mengirim pesan pada teman arisannya untuk segera datang menuju jalanan yang ada keluarga Vea. "Kamu mau apa?" Wiliam melihat Silvi begitu sibuk dengan ponselnya. "Sedang mengirimkan pesan sama temanku, biar mereka membantu keluarga Vea, aku rasa mereka t
Vea keluar dari kosannya sore hari, ternyata ada seseorang yang sudah menunggu dirinya di sana dengan duduk di depan mobilnya sendiri. "Wiliam! Untuk apa kamu di sini?" Mata Vea terlihat tidak percaya kalau ada Wiliam datang ke kosannya lagi, dan terlihat sekarang Wiliam berjalan mendekati dirinya. "Ikut aku, Vea!" "Mau kemana?" "Bertemu orang tuamu, aku mau memberikan semuanya yang pernah aku ambil dari mereka, kamu mau bersatu lagi sama mereka kan?" Vea menganggukkan kepala tidak berkata-kata lagi, dia mau mengikuti Wiliam kalau tujuannya baik untuk mengembalikan hak keluarganya yang dirampas paksa oleh Wiliam, semoga dengan begitu keluarganya mau menerimanya. "Vea," panggilnya saat masih mengendarai mobil. "Iya, Wiliam." "Jangan berharap banyak sama kedua orang tuamu apalagi Ayahmu, aku tidak mau kamu sakit hati." "Aku percaya Ayahku akan berubah lebih baik lagi setelah kamu kembalikan semuanya." "Semoga." Rasa percaya diri Vea membuat Wiliam takut tidak bisa mewuju
Di dalam kosan mereka berdua melakukan sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan seorang pasangan suami dan istri. Vea tidak memungkiri hatinya masih selalu berharap Wiliam menjadi satu-satunya imam yang akan membuatnya bahagia. "Vea, kamu akan bekerja setelah di kosan sudah capek melayani aku?" "Iya, aku harus tetap mencari uang." Vea berdiri segera membersihkan badannya, dia tidak mau bergantung pada Wiliam walaupun suaminya kaya raya. "Wiliam, aku pergi kerja dulu, kamu pulanglah kalau tidak betah ada di sini." Wanita itu mengambil handuk untuk mandi dan pakaian kerjanya yang sudah siap untuk digunakan. "Wanita selalu saja membuat pria menunggu lama, tapi kenapa pria mau menunggu demi wanitanya? Entahlah." Wiliam berbicara sendiri merapihkan dirinya yang kotor di sana karena banyak melakukan permainannya, belum lagi dia menendang gelas yang ada isi air putih bekas minum istrinya. "Kosan ini terlalu sempit sampai-sampai aku sendiri tidak bisa bergerak bebas!" Pria itu men
Dari sudut manapun Vea memang terlihat muda dibandingkan mereka bertiga, tetapi Vea memiliki sisi dewasa yang cukup membuat Wiliam kagum padanya. "Vea, kamu sekarang sangat dewasa, aku menyukai sifatmu yang seperti ini, kamu juga memaafkan orang-orang yang menyakiti kamu dengan mudah. Mungkin aku tidak akan bisa seperti kamu," katanya dalam hati Wiliam. Sungguh membahagiakan untuk Cici sendiri yang sudah mendapatkan maaf dari Vea, dan Silvi maupun Ria mereka telah mengubah pandangnya bersama-sama untuk membangun rumah tangga yang bahagia. "Kami janji tidak akan membuatmu sengsara di rumah lagi. Kamu memiliki hak sepenuhnya untuk mencintai Mas Wiliam." Sepenuhnya hati Vea selalu mencintai suaminya. Dia tidak mungkin mudah melupakan Wiliam walaupun begitu banyak pria yang mendekatinya. Cici yang dari tadi bicara diberikan minum oleh Vea yang membawa bekal minuman yang masih baru. "Minumlah Ci, kamu pasti haus karena berdiri lama di depan pintu. Aku takut kamu kekurangan caira
Vea terlihat malu-malu saat semua orang di sana tertawa melihatnya, begitu juga Wiliam yang menggodanya dengan tawa yang menggelegar. "Haha, kamu ini kenapa sayang? Jangan bilang kamu sedang memikirkan aku yang ganteng ini? Hayo kamu harus mengakuinya." Wiliam akan mendengarkan kejujuran Vea kalau memang Vea memikirkan dirinya sampai tidak fokus seperti tadi. "Eh, jangan begitu ya, bicaranya. Tadi itu aku mengira kamu masih pegang tangan aku, dan aku tidak memikirkan kamu seperti itu." "Seperti apa?" Wiliam semakin penasaran dengan apa yang dipikirkan oleh Vea, dia mau terus menggoda istrinya itu untuk berkata jujur. "Sudah, aku mau bekerja lagi, kalian pulang saja nanti aku akan pulang." "Serius kamu mau pulang?" "Iya, aku mau." Wiliam mengangkat tubuh mungil Vea setinggi mungkin, Silvi, Ria dan Cici melihat keduanya sudah mulai membaik dan tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. "Terima kasih sayangku, akhirnya kamu mau pulang ke rumah kita bersama-sama, kita akan be
Silvi di tolong oleh teman-teman arisannya, mereka menuju ke rumah sakit termasuk Silvi yang harus dicek dokter agar tidak mengalami trauma dalam kecelakaan itu. Silvi melihat masih ada Ria dan Cici di sebelahnya dalam kondisi yang tidak sadarkan diri. "Bangun Ria, bangun Cici. Kalian harus bangun dan sembuh! Aku takut hidup sendirian tanpa kalian semua, baru saja kita merasakan hidup bahagia ber sama-sama beberapa jam yang lalu, tapi sekarang aku melihat kalian seperti ini, dan kamu Ci dinyatakan koma sama dokter, aku sedih." Silvi akan berjuang untuk kesembuhan keduanya, tetapi kata dokter yang parah kondisi Cici, sedangkan Ria akan sembuh dengan berjalannya waktu, kalau Cici tidak tahu kapan hanya menunggu keajaiban datang. Silvi dirawat juga satu ruangan sama mereka berdua agar bisa menjaga mereka, barangkali Ria sadarkan diri dan Silvi bisa berbagi kesedihannya kehilangan suami yang masuk ke dalam jurang. Di dalam jurang yang sangat lebar dengan kawasan hutan. Wiliam sedan