Dari sudut manapun Vea memang terlihat muda dibandingkan mereka bertiga, tetapi Vea memiliki sisi dewasa yang cukup membuat Wiliam kagum padanya. "Vea, kamu sekarang sangat dewasa, aku menyukai sifatmu yang seperti ini, kamu juga memaafkan orang-orang yang menyakiti kamu dengan mudah. Mungkin aku tidak akan bisa seperti kamu," katanya dalam hati Wiliam. Sungguh membahagiakan untuk Cici sendiri yang sudah mendapatkan maaf dari Vea, dan Silvi maupun Ria mereka telah mengubah pandangnya bersama-sama untuk membangun rumah tangga yang bahagia. "Kami janji tidak akan membuatmu sengsara di rumah lagi. Kamu memiliki hak sepenuhnya untuk mencintai Mas Wiliam." Sepenuhnya hati Vea selalu mencintai suaminya. Dia tidak mungkin mudah melupakan Wiliam walaupun begitu banyak pria yang mendekatinya. Cici yang dari tadi bicara diberikan minum oleh Vea yang membawa bekal minuman yang masih baru. "Minumlah Ci, kamu pasti haus karena berdiri lama di depan pintu. Aku takut kamu kekurangan caira
Vea terlihat malu-malu saat semua orang di sana tertawa melihatnya, begitu juga Wiliam yang menggodanya dengan tawa yang menggelegar. "Haha, kamu ini kenapa sayang? Jangan bilang kamu sedang memikirkan aku yang ganteng ini? Hayo kamu harus mengakuinya." Wiliam akan mendengarkan kejujuran Vea kalau memang Vea memikirkan dirinya sampai tidak fokus seperti tadi. "Eh, jangan begitu ya, bicaranya. Tadi itu aku mengira kamu masih pegang tangan aku, dan aku tidak memikirkan kamu seperti itu." "Seperti apa?" Wiliam semakin penasaran dengan apa yang dipikirkan oleh Vea, dia mau terus menggoda istrinya itu untuk berkata jujur. "Sudah, aku mau bekerja lagi, kalian pulang saja nanti aku akan pulang." "Serius kamu mau pulang?" "Iya, aku mau." Wiliam mengangkat tubuh mungil Vea setinggi mungkin, Silvi, Ria dan Cici melihat keduanya sudah mulai membaik dan tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. "Terima kasih sayangku, akhirnya kamu mau pulang ke rumah kita bersama-sama, kita akan be
Silvi di tolong oleh teman-teman arisannya, mereka menuju ke rumah sakit termasuk Silvi yang harus dicek dokter agar tidak mengalami trauma dalam kecelakaan itu. Silvi melihat masih ada Ria dan Cici di sebelahnya dalam kondisi yang tidak sadarkan diri. "Bangun Ria, bangun Cici. Kalian harus bangun dan sembuh! Aku takut hidup sendirian tanpa kalian semua, baru saja kita merasakan hidup bahagia ber sama-sama beberapa jam yang lalu, tapi sekarang aku melihat kalian seperti ini, dan kamu Ci dinyatakan koma sama dokter, aku sedih." Silvi akan berjuang untuk kesembuhan keduanya, tetapi kata dokter yang parah kondisi Cici, sedangkan Ria akan sembuh dengan berjalannya waktu, kalau Cici tidak tahu kapan hanya menunggu keajaiban datang. Silvi dirawat juga satu ruangan sama mereka berdua agar bisa menjaga mereka, barangkali Ria sadarkan diri dan Silvi bisa berbagi kesedihannya kehilangan suami yang masuk ke dalam jurang. Di dalam jurang yang sangat lebar dengan kawasan hutan. Wiliam sedan
"Aku mau membantu Kak Silvi mencari mereka berdua, aku berharap mereka masih hidup sampai sekarang. Dan Cici segera bangun dari komanya, tapi setidaknya Cici masih bisa kita pantau dan lihat, tidak seperti Mas Wiliam juga Vea yang tidak tau ada di mana?" Ria beranjak bangun berdiri di depan Silvi yang sudah siap mau mencari suami dan madunya menggunakan pesawat terbang pribadi yang akan di sewanya untuk hari ini. "Kalau begitu kita pergi sekarang sebelum hari semakin gelap, aku yakin titik jatuhnya mereka tidak akan beda jauh dari keberadaan mereka sekarang." Walaupun Silvi yakin betul dengan pencarian orang hilang di hutan belantara ini akan ditemukan, setidaknya dia harus berusaha. "Aku akan ikut!" Ria berjalan keluar dari ruangan itu bersama Silvi meninggalkan Cici yang masih dirawat. Setelah menemui pilot pribadi yang akan membawa mereka berdua ke tempat Wiliam dan Vea jatuh, sekarang mereka bersiap-siap turun dengan pesawat itu. Vea dan Wiliam masih terus berjalan mencar
Wiliam memegang tangan Cici yang masih belum juga sadarkan diri, didampingi Silvi yang ada di dekat suaminya untuk memberikan semangat setiap Wiliam membutuhkannya. Sedangkan Vea sudah diperiksa bisa pulang hari ini juga bersama Ria yang masih harus berobat jalan. "Wiliam," panggil Vea. "Ya, kamu gimana?" Wiliam tahu siapa pemilik suara yang memanggilnya dan terlihat ada Ria juga di samping Vea. "Aku sudah sehat, kamu mau pulang dulu atau menginap? Aku sama Ria mau pulang buat istirahat karena tidak mungkin kita semua menginap di rumah sakit, setidaknya kita akan bergilir." Wiliam mengerti maksud Vea. Dia juga lelah karena lama ada di tengah hutan. "Mas, kamu pulang sama Vea dan Ria saja. Aku yang akan menjaga Cici di sini, aku rasa Vea benar untuk kalian istirahat dan kita bisa bergantian." Silvi merelakan dirinya untuk tinggal di rumah sakit menemani madu ketiganya itu, Wiliam banyak berhutang budi sama Silvi, tidak mungkin Wiliam membiarkan Silvi berkorban banyak seper
Wiliam menarik tangan Helena keluar dari ruangan Cici. Dia tidak kuat apabila harus bertemu dengan wanita yang pernah membuatnya sakit hati. "Pergi Helena! Aku minta sekali lagi kamu jangan ganggu aku dan kehidupan aku sekarang. Kita sudah punya dunia masing-masing. Masa kamu mau belum move on dari aku! Aku yakin kamu di luar negeri juga sudah punya kekasih kan waktu itu, aku mendengar semuanya langsung dari kedua orang tuamu." Wiliam begitu marah setelah Helena ternyata memiliki kekasih lain di luar negeri setelah putus dengannya. Padahal Wiliam begitu mencintai Helena sampai-sampai dia sangat semangat untuk sukses diusia muda agar Helena bisa kembali. "Ayolah Wiliam. Semua itu hanya masa lalu yang kamu sendiri memiliki hal yang sama, kamu juga waktu itu dekat sama Silvi, aku mendengar itu juga dari temanmu, katanya Silvi adik kelas angkatan kita, bukan cuma kamu yang tau informasi tentang aku, tapi aku juga tau semuanya tentang kamu, bahkan aku tau kamu mandul." "Dari mana kam
"Pelakor!" Vea bersuara lebih dulu daripada langkah kaki dirinya dan Silvi juga Ria. Mereka hampir sampai di ruangan suami mereka dirawat. "Stop!" Silvi menghentikan Vea yang mau mencari keributan dengan Helena yang ada di depan pintu ruangan, dia hanya tidak mau Wiliam akan membenci Vea. "Ada apa Silvi? Kamu lihat sendiri kalau pelakor itu ada di depan mata kita, masa kamu mau diam saja?" "Cukup aku bilang! Kamu hanya memperkeruh keadaan yang ada, kita tidak tau kondisi Mas Wiliam di dalam sana, wanita itu sedang memegang kendali perasaan Mas Wiliam, jadi kita harus gunakan akal sehat untuk mencari cara melepaskan Mas Wiliam darinya tanpa berbuat yang merugikan diri sendiri." "Aku setuju sama Kak Silvi, kamu harus sabar Vea," sambung Ria. Vea menarik nafasnya karena tidak ada yang setuju dengannya untuk melabrak wanita penggoda suaminya itu. "Baiklah aku tidak akan membuat keributan di rumah sakit." Vea harus menahan dirinya untuk tidak membuat keributan di depan wanita
Dikarenakan Wiliam boleh pulang hari ini, Helena yang sudah mengetahui alamat rumah mantan pacarnya itu langsung membawanya pulang. "Jadi ini rumah kamu, Wiliam?" Helena sudah melepaskan kursi roda yang ada Wiliam duduk tidak berdaya sama sekali. Ada Vea, Silvi dan Ria yang keluar dari kamar masing-masing, ternyata memang benar ada tamu tak diundang datang begitu saja. "Oh, ternyata kamu." Silvi melihat sinis ke arah Helena yang sangat percaya diri membawa suaminya pulang. "Benar Silvi, jadi kamu adik kelas yang dulu menjadi pelarian Wiliam saat putus dengan aku?" "Jaga bicara kamu, Helena!" Vea tidak terima kalau Helena merendahkan Silvi yang sudah baik kepadanya sekarang. "Diam Vea, biarkan dia bicara sesuka hatinya." Silvi tidak marah sama sekali, dia tidak mudah terpancing oleh wanita semacam Helena yang gila dengan harta seseorang. "Oh, ada yang membela kamu ternyata. Kamu kan hanya istri ke empat Wiliam juga, jadi tidak penting untuk aku." "Astaga! Tutup mulut ka