Cici masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa menuju kamar Ria, ternyata benar kalau Ria ada di dalam dengan pintu yang terkunci, beruntung Cici memiliki kunci cadangan kamar Ria. "Kak Ria?" Suara Cici membangunkan Ria yang dari tadi meringkuk di pantai, tentu dengan air mata yang tidak berhenti berjam-jam. "Cici, aku di dalam, kamu tolong buka pintunya." Cici membuka pintu kamar, dia melihat Ria yang begitu lemah berdiri di depannya, semua dandanan Ria sekarang berantakan termasuk makeup-nya. "Cici, akhirnya kamu datang juga, andaikan kamu tau malam ini Mas Wiliam begitu menyeramkan padaku, tapi dia sekarang bermain sama Vea, kamu denger sendiri suara mereka masih menggelegar di telinga." Ria hampir mau menutup telinganya, tetapi dia takut kalau Cici datang nanti tidak bisa mendengarnya. "Sabar Kak Ria, Mas Wiliam memang sedang naik turun emosinya, Kak Ria tau kalau Kak Silvi masih dirawat, aku yakin penyebabnya Kak Silvi yang membuat emosi Mas Wiliam meledak pada Kak Ria.
"Ada apa sama kamu Kak Ria, jangan bilang begitu sama Vea, dia baru ajaa datang mau sarapan." Cici melarang Ria berkata yang tidak baik di sana, karena mereka sedang menyantap makanan. Tidak dengan Ria yang semakin marah pada Vea. "Jangan ikut campur Cici! Kamu biarkan Vea duduk di sini tanpa mandi terlebih dahulu? Ingat peraturan kebersihan di rumah ini bukan? Mas Wiliam yang mengaturnya, aku sebagai istri tertua yang ada di sini mau semua maduku menuruti peraturan yang ada." Ria semakin angkuh saat Silvi tidak ada di rumah itu, benar jika dirinya sekarang menjadi istri tertua Wiliam sampai Silvi sadarkan diri dari komanya. "Cukup Ci, biarkan aku pergi mandi dulu, apa yang dikatakan Ria ada benarnya. Kita harus mematuhi aturan Wiliam." Sekarang Vea berdiri bergerak meninggalkan meja makan tidak melupakan dirinya membawa roti panggang yang dibuatkan Cici. "Kamu bisa lihat sendiri apa yang dia lakukan itu tidak ada di daftar kehidupan rumah tangga Mas Wiliam. Kamu harusnya jan
Setelah makan ada telepon masuk yang menghubungi Wiliam. Ternyata masih menyangkut pekerjaan yang sangat penting dikarenakan tidak ada pemimpin di sana. Saat Wiliam selesai menerima teleponnya, Vea sudah mendengar dari dekat apa yang bicarakan Wiliam. "Pergilah bekerja Wiliam. Biarkan aku yang akan menjaga Silvi di sini, kamu jangan libatkan masalah pribadi dengan pekerjaan, nanti seluruh karyawanmu akan kehilangan mata pencaharian mereka." Vea berdiri sudah meletakkan makanan yang hampir habis itu, Wiliam tidak bisa lagi menemani Vea di sini. "Kalau begitu aku berangkat dulu, kamu tau selama ini Silvi yang membantu aku, tapi Silvi sedang koma dan aku harus tetap ada di sana, kalau ada apa-apa hubungi aku, jangan sembunyikan apa pun dariku." Wiliam beranjak dari sana meninggalkan rumah sakit, Vea sendirian menjaga Silvi yang masih terbaring di ruangannya. "Silvi, kamu lihat kan tadi Wiliam datang sampai melupakan pekerjaan yang dia jalani untuk bisa menjaga kamu, seharusnya ka
Tepat pukul 13.00 WIB. Silvi dan Vea sudah berada di tempat kerja Wiliam, ternyata pria itu sedang sibuk-sibuknya melakukan peninjauan tentang proyeknya. "Selamat siang Bapak Wiliam?" Langkah kaki Silvi masuk perlahan ke ruangan tempat Wiliam biasanya menghabiskan waktu sampai larut malam, Vea ada di belakang Silvi. "Selamat siang juga, Silvi?" Mata Wiliam melihat istri pertamanya berdiri di depan meja kerjanya, ternyata ada Vea juga di belakang, sebuah kejutan yang membuat Wiliam begitu bahagia. "Kejutan apa yang kamu berikan ini padaku Silvi? Kamu sudah sadar dari koma? Lalu, Vea kenapa kamu tidak langsung memberitahu aku?" Wiliam mendekati mereka berdua, Silvi dan juga Vea begitu ceria berada di sana untuk mengejutkan suaminya. "Kejutan yang akan membuatmu bahagia sayang, kamu tau sendiri aku selalu bisa melewati segala hal yang terjadi, termasuk koma sekalipun, dan Vea yang menemani aku di sana." Silvi memegang tangan Vea di depan Wiliam dengan tulus, sejak bangun da
Wiliam melihat dari kaca depan kalau wajah Vea cemberut sekali, itu tanda wanitanya tidak nyaman mengendarai mobil. "Ada apa Vea?" Silvi yang lebih dulu mengira kalau di jalanan ada sesuatu yang membuat Vea sangat berisik menggunakan klakson. "Tadi ada kucing liar yang melewati mobil ini, aku kaget dan hampir menabraknya." Jawaban Vea membuat Wiliam dan Silvi terkekeh, mereka memahami apa yang dirasakan wanita itu. "Ada yang cemburu ya, sama suami sendiri?" Wiliam menyindir Vea secara terang-terangan, dan sekitar beberapa detik Silvi mengerti maksud Vea. "Oh, jadi kamu kamu cemburu sama kita berdua? Lah, kamu kan bisa melakukannya juga sama Mas Wiliam, kita berdua sama-sama istrinya." Vea mulai mengendarai mobil lagi, wajahnya malu-malu sudah ketahuan Wiliam dirinya cemburu. "Kita jangan bahas itu, aku mau fokus mengendarai mobil." Wanita itu menutupi rasa malunya dengan beralasan mau fokus mengendarai, sekarang Wiliam menutup mulut dirinya dan Silvi agar tidak menertaw
Cici mendekati Silvi yang masih memasang wajah ceria karena bisa pulang lagi ke rumah, Cici bermaksud ingin menemui Vea tadinya, tetapi ada Silvi yang mengejutkannya. "Benar, aku sudah sadarkan diri. Kamu apa kabar Ci? Aku sudah bosan berada di rumah sakit beberapa hari, kamu juga tidak menengok aku ke rumah sakit, kenapa?" Silvi mempertanyakan Cici yang selalu sibuk dalam pekerjaannya sampai melupakan segala yang terjadi termasuk kondisi Silvi di rumah sakit. "Maafkan aku Kak Silvi, kemarin aku ada pemotretan di luar kota, coba kakak bilang mau pulang, mungkin aku akan menjemput kakak, aku senang bisa berkumpul lagi sama Kak Silvi." Tentu Cici termasuk madu Silvi yang selalu bisa menerima siapapun di rumah itu termasuk Vea, Cici perempuan yang tidak mau bermusuhan dengan orang karena dia seorang model sibuk yang kehidupannya harus berurusan dengan kamera setiap hari. Menjaga nama baiknya adalah salah satu saya upaya Cici menciptakan citra yang baik pada publik. "Begitu ya, ak
Ria berdiri tidak terima jika Silvi mau mengatakan maksudnya datang ke rumah sakit. "Jangan sembarangan asal bicara ya, Kak Silvi! Sekarang kamu membuat keributan di saat kita mau makan, sebenarnya apa tujuan kamu? Mau melayani Mas Wiliam seutuhnya? Itu kan yang kamu mau? Ambil!" 'Crang!' Dibantingnya piring yang tadi mau diberikan untuk suaminya, Silvi melihat geram Ria bertingkah seperti anak kecil. "Beraninya kamu Ria!" "Berani! Memang kamu siapa aku harus takut? Kita sama-sama makan nasi!" Wiliam bangun dari tempat duduknya dengan wajah yang sangat marah, kemurkaan Wiliam terlihat oleh Vea dan Cici yang duduk tenang di meja makan. "Kalian pergi dari ruangan ini atau aku kurung ke dalam kamar mandi!" Sungguh di luar dugaan Silvi, ternyata Wiliam tidak memihak dirinya, Wiliam sungguh sedang bersikap adil pada Ria yang juga istrinya, apalagi Wiliam sudah membuat istri keduanya kecewa tadi. "Mas, jangan buat di seolah menang menghadapi aku, Ria harus diberikan tatakrama y
Pesta di dekat kolam renang telah usai, mereka akhirnya masuk ke dalam kamar masing-masing, begitu juga Vea yang masuk sendiri menuju ke kamarnya, melirik ke arah Wiliam yang hari ini bersama Ria. "Padahal aku ingin Wiliam bersama denganku, apa aku egois?" Vea berjalan melewati kamar Silvi, di sana dia melihat Silvi begitu bahagia terlihat dari wajahnya yang sangat memancarkan kecantikan. "Dia begitu cantik kalau lagi tersenyum begitu, namanya juga hasil perawatan mahal, pasti beda sama aku." Vea masuk ke dalam kamarnya, rasanya kehampaan bersarang di dirinya tidak ada suami yang menemaninya tidur, sudah menjadi nasib Vea harus bergilir dengan istri-istri Wiliam yang lain. "Wiliam, andaikan kamu ada di sini. Pasti aku akan sangat manja karena rasa bahagia ini, tapi kamu sedang bersama wanita lain, dan wanita lain itu juga istri sah kamu, mana bisa aku marah mengatakan dadaku yang sesak menerima kenyataan tidur sendiri dengan status memiliki suami." Tangisnya pecah begit