Nahh ayoo gimana Chalista. VOTE FOR NEXT YAAA
Rafael menenteng begitu banyak barang sambil berjalan dengan terburu-buru. Pria tampan itu tampak rapi dengan setelan jas berwarna biru dongker dengan warna pita yang matching dengan pakaiannya menambah aura bos yang dipancarkan pria itu.Walau sudah berusia cukup matang, 35 tahun tapi tak sedikit banyak wanita muda jatuh hati dan kepincut dengan pesona pewaris satu satunya Adijaya Corp itu. Kini, pria tampan itu berjalan terburu-buru, kaca mata hitam bertengger di wajahnya. Dan dibelakang pria itu ada sekitar 7 pengawal yang mengekor sambil membawa tas belanja juga.Setelah mengabaikan salam dari pegawai di resepsionis dengan berlalu cepat tanpa menoleh, kini Rafael sudah ada di dalam lift di sebuah apartement termewah di Singapura. Suara sepatu kulitnya yang bersentuhan dengan lantai lift memenuhi lift itu.Butuh waktu sekitar 2 menit untuk sampai di lantai 34 dan Rafael bahkan tak kuasa untuk menunggu 1 detik lebih lama lagi, terbukti dari betapa cepatnya ketukan sepatunya sembari
15 menit kemudian, suara desarah dan erangan memenuhi ruangan apartemen mewah itu. Rafael memposisikan Chalista dengan nyaman di bawah kungkungannya dan mulai melancarkan aksinya untuk menyalurkan rasa rindu dan gairah yang sudah memuncak sampai di ubun ubun kepalanya.Sejujurnya kepala Rafael hampir pusing, pusing karena melihat betapa cantik dan seksi Chalista di matanya. Mulai dari kulitnya yang bercahaya dan eksotis dan juga seluruh lekuk tubuh bahkan aroma khas wanita itu membuat Rafael hampir kehilangan akal.Chalista diluar dugaan terlihat semakin cantik dan auranya semakin terlihat saat dia hamil, tak seperti kebanyakan wanita hamil yang mungkin malas bergerak atau malas merawat diri tapi Chalista berbeda. Dia merasa merawat tubuhnya juga berarti merawat bayi yang ada di dalam kandungannya.Oleh karena itulah dia rutin ke salon dan ketempat tempat kecantikan untuk menjaga penampilannya tetap menawan. Namun diluar fisik, sesuatu yang dapat dilihat, aura kecantikan Chalsita meman
Di apartement itu, suasana kini begitu hening. Udara sejuk dari pendingin ruangan menyelimuti tubuh Chalista, membuat kulitnya sedikit menggigil. Ia duduk di tepi ranjang, menatap Rafael yang duduk tepat di sampingnya. Tubuh keduanya bahkan masih polos, tanpa sehelai benang yang menutupi.Sementara di tangan kanan Chalista, dia memegang hpnya yang terus berbunyi dam bergetar. Nama ‘mama’ muncul di sana dan Chalista sudah menunjukkannya sejak tadi pada suaminya itu dan sepertinya bukan hanya CHalista yang perlu waktu lama untuk memproses semuanya karena ternyata Rafael juga sama. Dia mematung sebentar seperti berpikir bagaimana jalan keluar dari masalah ini.Karena tak kunjung mendapat jawaban. Chalista membuka mulutnya. “Aku sudah beberapa kali mengabaikan panggilan dari mama dan…jika aku terus mengabaikannya mama bisa bisa curiga dengan apa yang aku lakukan di sini,” ucap Chalista memberitahu Rafael yang sbeenarnya. Itu lebih terdengar seperti Chalista ingin memberitahu Rafael kalau d
“Sir, I’m sorry you can’t go inside, the doctor is doing the process.” Kilatan amarah di mata Rafael mampu membuat beberapa pegawai dari rumah sakit itu menunduk. Mereka semua sedang ada di apartement Chalista, sesuai apa yang Rafael rencakan dia sudah menyiapkan persalinan Chalista dan semua dokter yang ada untuk melakukannya di apartemen bukan di rumah sakit karena takut menimbulkan rumor.Rafael terlihat sangat kacau. Rambutnya tidak lagi rapi, kancing atas kemejanya sudah terlepas dan dasinya juga sudah tidak lagi pada tempatya. Setelah mendengar kabar kalau istrinya, Chalista akan segera melahirkan Rafael yang awalnya ada di Jepang, langsung terbang kembali ke Singapura tanpa basa basi lagi.Masalah utamanya adalah jadwal kelahirannya yang maju beberapa hari. Rafael yang memang sangat sibuk akhir akhir ini sempat syok saat diberikan kabar tersebut tapi karena Chalista adalah fokus utama di hidupnya Rafael meninggalkan semuanya dan kembali lagi ke Singapura.Tapi, saat dia sampai
“A-Apa, Pa?” Suara Chalita bergetar saat mengucapkannya. Demi apapun, dia berharap setengah mati kalau dia baru saja salah dengar. Tapi, melihat Rafael langsung menaruh Nathan di keranjang miliknya dan bergegas mendekat dengan wajah seramnya membuat perasaan Chalista semakin tak enak.Abimanyu terdengar cukup kesal dengan pertanyaan Chalista barusan, padahal dia merasa sudah jelas sekali mengucapkannya. “Papa bilang Keluarga Alexander membawa lamarannya untukmu kemarin dan mengatakan akan mengadakan pertemuan dua keluarga minggu depan, jadi pulanlglah paling lambat sebelum hari sabtu.”Deg! Lagi-lagi rasanya jiwanya meninggalkan raganya, bahkan untuk kedua kalinya mendengar itu Chalista masih syok. “PA! AKU TIDAK SETUJU!” Tanpa ia sadari suaranya meninggi dan terkesan menuntut saat mengucapkannyaMendengar itu Abimanyu terkekeh dari seberang sana. “Kau pikir dirimu pantas menolak? Menikahlah dengan cepat, pergi jauh jauh dari keluarga Adijaya jangan pernah kembali lagi. Lagipu
Chalista menegang seketika. NIatnya untuk menyembunyikan semuanya ternyata salah besar. Ah, apa yang sudah dia lakukan?“R-raf…sayang, dengakan penjelasanku.” Chalista berusaha berbicara walau dengan posisi yang masih duduk di atas kasur karena dia barusaja selesai melahirkan.Sementara itu wajah Rafael masih memerah karena dia menahan amarahnya sejak tadi setelah melempar karangan bunga itu dnegan kasar.Chalista memang salah. Suami mana yang tidak akan marah kalau tau istrinya dikunjungi oleh mantan paacarnya saat dia tak ada? Apalagi Chalista dengan bodohnya memilih untuk berbohong saja berharap ini tidak menjadi masalah besar namun lihatlah sekarang apa yang terjadi.Sementara itu, Rafael yang melihat istrinya itu menahan tangisnya dengan posisi yang tidak nyaman diatas kasurnya menjadi merasa bersalah. Rafael memejamkan matanya kuat kuat sambil menarik napasnya. Dia memalingkan wajahnya dari menatap Chalista menjadi menatap ke arah jendela besar dimana pemandangan kota terlihat de
“Kau sudah cek kebenarannya? Dia pintar mengalihkan perhatian orang.” Suara Rafael adalah satu satunya hal yang terdengar di basement itu.Kini dia sudah ada di Jakarta, dengan dalih sudah selesai melakukan perjalanan bisnisnya ke Jepang padahal dia barusaja menyambut kelahiran putra pertamanya ke dunia ini.Pria itu memakai pakaian yang tidak biasanya. Bukannya setelah kemeja yang membentuk pas pahatan tubuhnya, kini Rafael memakai pakaian santai dengan celana panjang dan baju kaos tapi itu tetap tak mengurangi wibawa pria itu.Dia malah terlihat jauh lebih muda dari umurnya dengan memakai itu, membuat orang orang susah mengenalinya karena itu bukan gaya berpakaiannya yang dikenali banyak orang.Rafael kini memegang hpnya dengan wajahnya yang cukup gelisah. Dia berbicara pada Morgan sejak tadi memastikan seseorang yang ingin dia temui saat ini ada di tempat yang ia kunjungi sekarang.“Kau pikir aku orang yang mudah dikecoh? Jika iya mungkin aku tidak bisa bekerja sama denganmu. Ayolah
“Tuan Xander, apa menurutmu itu penting? Semua kelurga ada di sini, kita berkumpul untuk membuat keputusan bukan?” Nada bicara Rafael sudah menyiratkan betapa emosinya dia saat ini.Kebetulan pria itu duduk tepat di depan Abian dan membuatnya bisa leluasan menatap pria itu. Beberapa orang yang ada di sana turut merasakan atmosfer yang berubah dan cara menatap keduanya yang cukup mencurigakan terutama Chalista yang saat ini menjadi pusat perhatian.Haruskah dia juga menolak?Argh! Dia sungguh sangat bingung. Apalagi, saat melihat tatapan papanya yang menjurus ke arahnya Chalista semakin takut, nyalinya menciut. Sejujurnya dia salah bergantung sepenuhnya pada Rafael. Haruskan dia mengatakannya langsung pada Abian menggunakan kesempatan ini?“Kau ternyata kakak yang sangat perhatian, tapi tenang saja ini tidak akan lama aku hanya perlu berbicara tentang urusan yang sangat pribadi dengan Chalista, bukankah itu wajar untuk pasangan kekasih?” Abian mengatakan itu tepat saat Chalista berpikir