Hallo semua maafnya aku libur lama sekarang bakal marathon lagi sama Chalista dan Rafael, stay tune yaa
Di apartement itu, suasana kini begitu hening. Udara sejuk dari pendingin ruangan menyelimuti tubuh Chalista, membuat kulitnya sedikit menggigil. Ia duduk di tepi ranjang, menatap Rafael yang duduk tepat di sampingnya. Tubuh keduanya bahkan masih polos, tanpa sehelai benang yang menutupi.Sementara di tangan kanan Chalista, dia memegang hpnya yang terus berbunyi dam bergetar. Nama ‘mama’ muncul di sana dan Chalista sudah menunjukkannya sejak tadi pada suaminya itu dan sepertinya bukan hanya CHalista yang perlu waktu lama untuk memproses semuanya karena ternyata Rafael juga sama. Dia mematung sebentar seperti berpikir bagaimana jalan keluar dari masalah ini.Karena tak kunjung mendapat jawaban. Chalista membuka mulutnya. “Aku sudah beberapa kali mengabaikan panggilan dari mama dan…jika aku terus mengabaikannya mama bisa bisa curiga dengan apa yang aku lakukan di sini,” ucap Chalista memberitahu Rafael yang sbeenarnya. Itu lebih terdengar seperti Chalista ingin memberitahu Rafael kalau d
“Sir, I’m sorry you can’t go inside, the doctor is doing the process.” Kilatan amarah di mata Rafael mampu membuat beberapa pegawai dari rumah sakit itu menunduk. Mereka semua sedang ada di apartement Chalista, sesuai apa yang Rafael rencakan dia sudah menyiapkan persalinan Chalista dan semua dokter yang ada untuk melakukannya di apartemen bukan di rumah sakit karena takut menimbulkan rumor.Rafael terlihat sangat kacau. Rambutnya tidak lagi rapi, kancing atas kemejanya sudah terlepas dan dasinya juga sudah tidak lagi pada tempatya. Setelah mendengar kabar kalau istrinya, Chalista akan segera melahirkan Rafael yang awalnya ada di Jepang, langsung terbang kembali ke Singapura tanpa basa basi lagi.Masalah utamanya adalah jadwal kelahirannya yang maju beberapa hari. Rafael yang memang sangat sibuk akhir akhir ini sempat syok saat diberikan kabar tersebut tapi karena Chalista adalah fokus utama di hidupnya Rafael meninggalkan semuanya dan kembali lagi ke Singapura.Tapi, saat dia sampai
“A-Apa, Pa?” Suara Chalita bergetar saat mengucapkannya. Demi apapun, dia berharap setengah mati kalau dia baru saja salah dengar. Tapi, melihat Rafael langsung menaruh Nathan di keranjang miliknya dan bergegas mendekat dengan wajah seramnya membuat perasaan Chalista semakin tak enak.Abimanyu terdengar cukup kesal dengan pertanyaan Chalista barusan, padahal dia merasa sudah jelas sekali mengucapkannya. “Papa bilang Keluarga Alexander membawa lamarannya untukmu kemarin dan mengatakan akan mengadakan pertemuan dua keluarga minggu depan, jadi pulanlglah paling lambat sebelum hari sabtu.”Deg! Lagi-lagi rasanya jiwanya meninggalkan raganya, bahkan untuk kedua kalinya mendengar itu Chalista masih syok. “PA! AKU TIDAK SETUJU!” Tanpa ia sadari suaranya meninggi dan terkesan menuntut saat mengucapkannyaMendengar itu Abimanyu terkekeh dari seberang sana. “Kau pikir dirimu pantas menolak? Menikahlah dengan cepat, pergi jauh jauh dari keluarga Adijaya jangan pernah kembali lagi. Lagipu
Chalista menegang seketika. NIatnya untuk menyembunyikan semuanya ternyata salah besar. Ah, apa yang sudah dia lakukan?“R-raf…sayang, dengakan penjelasanku.” Chalista berusaha berbicara walau dengan posisi yang masih duduk di atas kasur karena dia barusaja selesai melahirkan.Sementara itu wajah Rafael masih memerah karena dia menahan amarahnya sejak tadi setelah melempar karangan bunga itu dnegan kasar.Chalista memang salah. Suami mana yang tidak akan marah kalau tau istrinya dikunjungi oleh mantan paacarnya saat dia tak ada? Apalagi Chalista dengan bodohnya memilih untuk berbohong saja berharap ini tidak menjadi masalah besar namun lihatlah sekarang apa yang terjadi.Sementara itu, Rafael yang melihat istrinya itu menahan tangisnya dengan posisi yang tidak nyaman diatas kasurnya menjadi merasa bersalah. Rafael memejamkan matanya kuat kuat sambil menarik napasnya. Dia memalingkan wajahnya dari menatap Chalista menjadi menatap ke arah jendela besar dimana pemandangan kota terlihat de
“Kau sudah cek kebenarannya? Dia pintar mengalihkan perhatian orang.” Suara Rafael adalah satu satunya hal yang terdengar di basement itu.Kini dia sudah ada di Jakarta, dengan dalih sudah selesai melakukan perjalanan bisnisnya ke Jepang padahal dia barusaja menyambut kelahiran putra pertamanya ke dunia ini.Pria itu memakai pakaian yang tidak biasanya. Bukannya setelah kemeja yang membentuk pas pahatan tubuhnya, kini Rafael memakai pakaian santai dengan celana panjang dan baju kaos tapi itu tetap tak mengurangi wibawa pria itu.Dia malah terlihat jauh lebih muda dari umurnya dengan memakai itu, membuat orang orang susah mengenalinya karena itu bukan gaya berpakaiannya yang dikenali banyak orang.Rafael kini memegang hpnya dengan wajahnya yang cukup gelisah. Dia berbicara pada Morgan sejak tadi memastikan seseorang yang ingin dia temui saat ini ada di tempat yang ia kunjungi sekarang.“Kau pikir aku orang yang mudah dikecoh? Jika iya mungkin aku tidak bisa bekerja sama denganmu. Ayolah
“Tuan Xander, apa menurutmu itu penting? Semua kelurga ada di sini, kita berkumpul untuk membuat keputusan bukan?” Nada bicara Rafael sudah menyiratkan betapa emosinya dia saat ini.Kebetulan pria itu duduk tepat di depan Abian dan membuatnya bisa leluasan menatap pria itu. Beberapa orang yang ada di sana turut merasakan atmosfer yang berubah dan cara menatap keduanya yang cukup mencurigakan terutama Chalista yang saat ini menjadi pusat perhatian.Haruskah dia juga menolak?Argh! Dia sungguh sangat bingung. Apalagi, saat melihat tatapan papanya yang menjurus ke arahnya Chalista semakin takut, nyalinya menciut. Sejujurnya dia salah bergantung sepenuhnya pada Rafael. Haruskan dia mengatakannya langsung pada Abian menggunakan kesempatan ini?“Kau ternyata kakak yang sangat perhatian, tapi tenang saja ini tidak akan lama aku hanya perlu berbicara tentang urusan yang sangat pribadi dengan Chalista, bukankah itu wajar untuk pasangan kekasih?” Abian mengatakan itu tepat saat Chalista berpikir
Brak!Chalista menghembuska napasnya kasar saat Rafael menyeretnya ke ruangan kerjanya yang ada di lantai 3. Wanita itu sebenarnya diminta untuk mengambil beberapa koleksi piring dan perabotan yang ada di ruangan penyimpanan di pojok lantai 3 ini, namun tak diduga Rafael menyeretnya masuk ke sini. Entah dari mana datangnya dalam sekejap Chalista sudah ada di dalam ruangan kerja pria itu.Pintu ruangan itu pun sudah ditendang dengan kasar dengan kakinya lalu Rafael mengurung Chalista dengan kedua tangannya di pintu itu. “Raf, di sini ada cctv nanti ada yang melihat!” Nadanya kali ini terdengar sangat pelan dan tenang, tidak panik karena sejujurnya dia lelah, dia lelah dengan semuanya, apalagi melihat Rafael, dia merasa sangat tidak karuan.Namun, Rafael sama sekali tak peduli dengan semua itu, saat ini dia hanya peduli dengan Chalista, dan apa yang dia lakukan tadi bersama pria lain. “Apa yang kau bicarakan dengan pria itu Chalista?” Suara Rafael berat dan terdengar bagai pisau yang men
“Kenapa? Apa kau pikir hidup sesempurna itu Chalista? Kau bisa seberani ini denganku hanya karena Rafael ada di belakangmu kan? Tapi bagaimana kalau aku katakan Rafael bahkan lebih jahat dari apa yang sedang aku lakukan sekarang.” Abian terlihat sangat marah saat ini.“W-warisan?” Suara Chalista bergetar. Dia mengerutkan dahinya sambil meminta penjelasan dari ucapannya. Walau dia sudah berkomitmen untuk tidak mempercayai Abian tapi sejujurnya Abian selama ini tak pernah berbohong untuk masalah serius.Dia hanya berbohong saat selingkuh, dan itu fakta.Bukannya menjawab, Abian malah tertawa. “Melihatmu seperti ini saja sudah membuatku lega. Itu hanya sebagian, bagaimana kalau kau mendengar semua—“ABIAN KATAKAN PADAKU SEKARANG! JANGAN MEMPERMAINKANKU!” Chalista menarik kemeja Abian dengan sekuat tenaganya sambil berteriak dengan nada marah.Namun, pria itu dengan enteng bisa menepis tangan Chalista. “Kau! Sekali lagi kau berteriak di depan wajahku, aku pastikan kau tidak bisa berbicara