Aku dan Mala saling bertukar pandang. Dia hanya tersenyum penuh arti, membuat aku semakin tidak mengerti. Apakah ada yang mereka rencanakan bersama yang tidak aku ketahui? Semua orang terlihat santai saja melihat rekan kami mendekati Trici, aku yang bingung sendiri.Tanganku memegang amplop yang sudah aku siapkan, menguatkan diri untuk melakukannya. Hari ini atau tidak sama sekali. Karena menunggu besok atau beberapa menit lagi, hasilnya akan sama saja. Jadi, lebih baik aku melakukannya sebelum rapat dimulai.“Saya mengundurkan diri,” kata pria itu, mengejutkan aku.Trici mengangkat kedua alisnya melihat amplop yang diletakkan pria itu di depannya, tetapi tidak memberikan tanggapan apa pun. Pria itu tersenyum, kemudian keluar dari ruang rapat tanpa sepatah kata pun. Wow. Dia berani sekali.Mala yang duduk di sisiku berdiri, lalu berjalan mendekati manajer kami. “Saya juga mengundurkan diri, Bu.” Dia meletakkan sebuah amplop di atas meja. Aku hanya bisa mengangakan mulutku.Wajah Trici
~Galang~Aku tersenyum puas membaca laporan yang baru masuk ke surelku. Akhirnya, saat yang aku tunggu-tunggu tiba juga. Mereka mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemegang saham. Aku mengirim pesan kepada kenalanku yang sudah lama menantikan kabar baik.Baru saja meletakkan ponsel di meja, muncul pesan baru di bagian atas layar ponselku. Fay memberi tahu aku dia pulang. Hm. Baru saja lewat jam makan siang, mengapa dia sudah pulang? Ah, pasti ini ulah Trici lagi. Aku belum tahu bagaimana cara membuat perempuan itu berhenti menyakitinya.Oh. Benar juga! Sayangku sudah pulang, maka aku tidak perlu menjemput dia di tempat kerjanya. Aku bisa menyelesaikan masalahku sepulang kerja nanti. Sudah saatnya bagi kami untuk bicara. Apa yang sudah dia lakukan tidak bisa lagi aku toleransi.“Kapan aku yang didatangi perempuan cantik di kantor?” keluh Rano melihat Trici berdiri menunggu di depan lobi. Aku tertawa kecil. “Sampai besok.”“Bersyukurlah, kamu tidak akan mau menjadi aku,” kataku pe
Aku terenyuh melihat wajah khawatir istriku yang menyambut kepulanganku. Dia benar-benar sayang kepadaku. Matanya sampai berkaca-kaca melihat luka pada wajahku. Padahal dia tidak perlu khawatir. Aku bukan laki-laki lemah.“Apa teman kerjamu itu menyuruh orang lagi untuk menghajar kamu?” tanyanya sambil menutup pintu depan, lalu menguncinya.Tama pasti sudah disuruhnya untuk istirahat sehingga dia yang menyambut kepulanganku. Malam sudah larut karena ada tempat yang harus aku kunjungi sebelum kembali ke rumah. Kejadian hari ini benar-benar berada di luar rencanaku. Doddy tidak sebangkrut yang aku duga.“Aku mandi, lalu kita bicara, ya?” ucapku memelas.Dia mendesah pelan, kemudian mengangguk. “Aku akan mengambilkan makanan untukmu. Kamu pasti belum makan, ‘kan?” Aku menggelengkan kepala.Setelah mandi dan berhati-hati dengan lukaku, aku mengenakan pakaian. Fay sudah menunggu dengan wajah khawatir di sofa. Piring dan gelas sudah memenuhi meja di depannya. Aku duduk dan mulai makan. Aku
~Fayola~“Yola, apa kamu sudah mengetahui berita terbaru?” tanya Mala, tanpa basa-basi.Aku sedang asyik membuat desain poster ketika ponselku bergetar. Tentu saja aku langsung menjawab panggilan masuk darinya. Bukannya menyapa lebih dahulu, dia malah mengatakan hal yang membuat aku heran.“Berita apa?” Aku keluar dari ruang kerja Galang menuju ruang keluarga. Televisi hanya ada di sana.“Cepat tonton,” desaknya. Dia menyebut sebuah saluran televisi dan aku memilihnya.“Acara konferensi diadakan pada pukul delapan pagi ini waktu setempat. Hotel dan anak usaha milik Keluarga Hidayat menyatakan diri bangkrut dan telah berada di tangan pemilik yang baru.”Hotel milik Keluarga Hidayat? Itu adalah nama keluarga Doddy. Jadi, mereka akhirnya menyatakan diri bangkrut. Galang benar mengenai hal ini. Wow. Lama juga mereka berusaha untuk bertahan dan menutupi kabar ini dari semua orang.“Rekan kami di lapangan belum bisa mendapatkan informasi lengkap, karena juru bicara menolak untuk menjawab pe
Aku terkejut Galang membawa aku menemui pria yang memberikan pesan terakhir dari Nidya. Namun aku lega akan berbicara dengan orang yang aku kenal daripada harus berhadapan dengan petugas polisi yang berbeda.Suamiku sudah memberi tahu kejadian apa saja yang dia adukan kepada polisi mengenai perbuatan Doddy dan Sonya. Aku dengan senang hati memberi pernyataan sejujurnya, karena aku tidak mau kami malah terkena pasal pencemaran nama baik.Setiap kejadian yang tidak bisa dibuktikan harus aku lupakan dan maafkan. Hanya kejadian yang bisa dibuktikan benar telah terjadi yang akan diproses secara hukum. Itu juga sudah lumayan daripada mereka bebas melenggang dan tidak pernah belajar dari kesalahan.“Baik. Kami akan melakukan investigasi terlebih dahulu, kemudian menghubungi Bapak dan Ibu untuk langkah selanjutnya. Yang pasti, Anda harus menyiapkan kuasa hukum yang bagus. Mereka punya beberapa pengacara unggul yang sudah biasa membantu urusan legal,” kata polisi itu.“Baik, Pak. Terima kasih
Ruangan itu diterangi dengan lampu dan ada banyak kandang berukuran besar. Hanya beberapa kandang yang berisi binatang yang sedang dalam perawatan. Perasaanku tidak enak, karena tidak mendengar salakan kecilnya setiap kali melihat aku datang.Ternyata Lala tidak ada di ruangan itu, karena sang dokter mengajak kami ke pintu lainnya. Ruangan apa ini? Dia tidak membawa anak anjingku ke ruangan itu semalam. Apakah mungkin Lala sudah tiada? Itukah sebabnya dia memisahkan Lalaku dari anjing sakit lainnya?Mataku memanas, tidak siap mendengar kabar buruk lagi. Namun melihat senyum pada wajah pria itu, aku mencoba untuk berpikir positif. Lalu suara yang sudah aku kenal itu pun terdengar.“Lala!!” seru anak-anak yang segera berlari mendekatinya.Ada dua orang yang sedang menyisir rambut anjing kecilku itu. Ooo. Ini ruangan untuk memandikan hewan. Aroma sampo yang harum memenuhi ruangan itu. Lala menggoyang-goyangkan ekornya dengan antusias, tidak sabar menanti aku mendekat.“Iya, sayang. Mama
“Aku rela datang ke sini begitu mendengar kalian mau berkumpul, aku pikir karena kamu punya kabar baik mengenai kehamilanmu. Tidak tahunya mau membahas hal yang sudah aku larang. Apa aku sudah tidak kamu anggap nenekmu lagi?” ucap Nenek dengan kesal. “Orang tua mereka sudah meninggal, ‘kan, ada keluarga mereka. Mengapa kalian yang disuruh mengasuh anak yang ditinggal anggota keluarga mereka? Jangan-jangan mereka punya penyakit yang membuang-buang uang, jadi mereka melimpahkan semua tanggung jawab itu kepada kalian. “Aku tidak setuju dengan rencana kalian mengadopsi kedua anak itu. Bisa jadi mereka anak nakal yang susah diurus sehingga keluarga mereka sendiri pun tidak mau mengasuh mereka. Tidak boleh! Kalian harus kembalikan anak-anak itu kepada orang tua mereka!” pungkas Nenek. “Mereka tidak dibuang, Nek,” kataku, memberi pengertian. “Halah! Tidak dibuang apanya? Mana ada keluarga yang rela melepaskan penerus mereka kalau bukan karena ada cacat atau kekurangan yang lain. Kamu jang
Aku mencium kening Ezio yang sudah pulas, lalu menatap wajah damainya. Ketika dia dewasa nanti, dia akan menjadi rebutan banyak wanita. Seperti Galang semasa remaja hingga sekarang. Aku tidak bisa bayangkan apa yang akan aku lakukan jika para gadis mulai mengunjungi rumah ini.Yang harus berhati-hati adalah Athena. Aku yakin Galang akan menjaganya sebaik mungkin agar tidak ada orang yang menyakiti gadis kecil itu. Seperti halnya Papa yang menjaga aku dan Amara dari laki-laki hidung belang sekuat tenaganya.“Sayang, mereka harus segera bersiap untuk sekolah!” pekikku melihat Galang dan anak-anak masih asyik berenang padahal sudah pukul enam lewat. “Apa kalian tidak kedinginan berenang sepagi ini?”“Matahari sudah tinggi, Tante. Airnya tidak dingin lagi,” jawab Ezio dengan bibir gemetar.Aku menggeleng pelan melihatnya. “Ayo, cepat. Saatnya mandi dan memakai seragam. Kalian harus sarapan di mobil supaya tidak terlambat.”Ulfa membantu Athena, sedangkan aku menolong Ezio untuk bersiap-si
Aku, Galang, dan Fayola mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan teman-teman. Dari munculnya ide cerita pada 19 Juli 2021, sampai pertama kali diunggah di sini pada tanggal 31 Desember 2022, akhirnya tamat pada hari ini, tanggal 16 April 2023. 120 bab, 160.950 kata. Wow. (´⊙ω⊙`) Galang dan Fayola sering membuat pusing saat menyampaikan ide cerita, jadi aku yakin ada banyak kekurangan pada karya ini. Untuk itu, aku mohon maaf. Semoga aku bisa terus memperbaiki diri dan menyajikan novel yang semakin berkualitas nan menghibur pada karya berikutnya. Bila ada yang mau disampaikan langsung kepadaku, Galang, atau Fayola, silakan ke kolom komentar, ya. Pasti kami balas. ♡♡♡ Terima kasih banyak untuk setiap sumbangan gem lewat vote, komentar, dan aku masih menunggu review dari teman-teman pada “Tentang buku ini”. Jika suka dengan novel ini, bantu bagikan ke kenalan yang lain yang juga mencari bacaan bagus, ya. Uhuk. ≧ω≦ Akhir kata, sampai jumpa lagi. Sembari menunggu, silakan mampir k
Adakah orang di sisimu ketika duniamu runtuh di hadapanmu? Orang yang memegang tanganmu dan berkata, “Semuanya akan baik-baik saja. Ada aku di sini.” Sekalipun kamu tidak percaya, kalimat sederhana itu memberi kamu sepercik harapan. Air mata mengalir tiada henti di kedua pipimu, hatimu patah tidak mudah untuk disatukan kembali, dan tubuhmu nyeri menahan sakit yang luar biasa. Namun tangan itu memberi kamu kekuatan baru untuk merangkak lagi, memulai segalanya dari bawah. Aku ada. Orang itu bukan keluargaku, bukan pula sahabat yang aku percayakan semua rahasiaku, dia adalah teman ributku, Galang. Satu-satunya orang di dunia ini yang mengetahui rahasia terdalamku. Rahasia yang bahkan tidak berani aku ungkapkan kepada ibu kandungku. Menikah dengan sahabat sendiri itu geli. Sungguh. Bayangkan saja, orang yang kamu ketahui semua jeleknya, busuknya, hingga semua kebaikannya tertutupi. Apa bisa kamu mencium dia? Kamu pasti tertawa seperti pengalaman serius pertamaku dengan Galang. Kalau se
~Fayola~Aku sangat mencintai suamiku, tetapi ada juga saat-saat aku membenci dia sampai ke ubun-ubun. Dalam peran kami sebagai orang tua, aku selalu menjadi antagonis, monster di mata anak-anak. Sedangkan dia, menjadi malaikat yang selalu menolong, menghibur, dan memaafkan mereka.Namun menyadari betapa pentingnya keseimbangan sebagai orang tua, aku terpaksa menuruti cara itu. Karena ada juga waktunya, akulah yang menjadi protagonisnya, sedangkan Galang yang menjadi orang jahatnya. Membesarkan anak benar-benar menguras tenaga, pikiran, dan emosi.Kasihan kepada Galang yang lemas melihat kondisi sofa favoritnya, aku pun memanggil jasa untuk memperbaikinya. Untuk sementara, aku memindahkan sofa dari ruang depan ke ruang keluarga. Sebentar saja, sofanya pun jadi bagus lagi. Busa dan kainnya diganti dengan yang baru.“Jangan bilang mereka mencoret sofa lagi,” ucapnya kepadaku ketika dia menuruti anak-anak yang menarik tangannya untuk masuk ke ruang keluarga. Aku hanya tersenyum.“Kejutan
“Apa kamu ini tidak bisa jalan dengan benar? Kamu tadi menyeret aku keluar kamar, lalu sekarang berhenti mendadak. Aku sampai tersandung. Untung saja aku tidak jatuh,” protes Fay. Aku memberi sinyal dengan mataku, dia malah memukul dadaku. “Ayo, cepat. Katanya sudah lapar, mengapa malah diam di sini?” Aku kembali melotot dan memberi tanda agar dia melihat ke arah depan kami. “Ada apa, sih? Lidah kamu terjepit?” “Jadi, ini yang dimaksud dengan naik gunung?” Mendengar kalimat itu, barulah Fay sadar dan menelan ludah dengan berat. Matanya yang semula mengantuk, terbuka lebar dan dia memasang senyum. Menginap di sini bukanlah rencanaku, jadi aku tidak mau menjawab pertanyaan itu. “Eh, anak mama ada di sini!” serunya pura-pura terkejut. “Hai, sayang! Ezio! Athena!” Dia mencium dan memeluk mereka satu per satu. “Kalian sudah rapi pakai seragam.” “Papa dan Mama benar naik gunung?” tanya Ezio lagi. Ayah dan Bunda yang berdiri di belakang mereka hanya menahan tawa. Melihat itu, aku memint
“Mama perginya jangan lama-lama, ya. Cepat pulang, ya, Ma,” isak Ezio.Kami bicara baik-baik semalam mengenai kepergian kami Lombok. Mereka mengerti bahwa mereka akan tinggal bersama kakek dan nenek mereka selama kami tidak di rumah. Bangun tidur, segalanya masih baik-baik saja. Barulah di dalam taksi, mereka mulai menangis.Aku dan Fay jelas panik dengan sikap mereka tersebut. Namun membatalkan kepergian kami adalah pilihan yang tidak akan aku ambil. Perjalanan ini mungkin tidak akan bisa kami lakukan lagi dalam waktu dekat. Aku mengajukan cuti bukan untuk bersantai di rumah saja.“Papa janji akan pulang hari Rabu, jangan bohong, ya, Pa,” tangis Athena.Aku dan istriku saling bertukar pandang. “Sayang, kami pasti kembali hari Rabu. Kalian berjanji akan bersikap baik. Mana janjinya? Mengapa kalian malah menangis?” ucap Fay.“Jangan khawatir. Mereka akan baik-baik saja,” kata Bunda, menengahi. “Pergilah. Taksi sudah datang. Jangan sampai kalian terlambat sampai di bandara.”“Baik, Bund
~Galang~ Walau aku sangat marah kepada wanita perusak rumah tangga orang itu, aku bersyukur aku dalam keadaan tidak sadar ketika dia meniduri aku. Jadi, aku tidak mengingat apa pun yang terjadi di kamar hotel pada malam itu, yang menolong aku lebih cepat memaafkan diriku sendiri. Aku hanya mengenal tubuh istriku, setiap sentinya. Hanya wajahnya yang pernah aku lihat dalam keadaan paling intim. Yang paling penting, dia saja wanita yang aku inginkan. Aku merasa bersalah meski aku tidak ingat kejadian bersama Trici, tetapi aku akan membayarnya seumur hidupku dengan membuat istriku lebih bahagia dari sebelumnya. Membawa bunga setiap hari itu adalah salah satu contoh yang aku tahu akan membuat dia bahagia. Kalau dia melarang, maka aku menurutinya. Aku mau dia bahagia saat aku memberinya sesuatu, bukan merasa tidak enak. “Kamu pasti tidak sadar kita genap menikah selama empat bulan kemarin,” tebakku. Dia melihat aku dan tanganku yang ada di belakang tubuhku secara bergantian. “Kamu tahu
Aku hanya bisa menundukkan kepala dan pasrah dengan air mata yang tidak bisa aku kendalikan terus mengalir turun membasahi wajahku. Aku mendadak merasa kecut, karena yang selalu aku sampaikan kepada mereka adalah berita buruk. Mengapa tidak bisa satu kali saja, aku memberikan kabar baik kepada keluargaku? Aku mau melihat mereka tertawa dan bersorak bahagia seperti saat Amara menyampaikan kabar kehamilannya. Oh, Tuhan. Mengapa aku selalu menjadi pembawa kabar buruk dalam keluargaku? Sudah pasti mereka akan kecewa mendengar pengakuanku. Aku bukan hanya merusak suasana, aku juga akan menghancurkan kebahagiaan adikku. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia bagi kami semua. Seandainya saja aku tidak mengundur hal ini …. “Lebih dari lima belas tahun yang lalu, aku keguguran dan harus menjalani operasi. Tetapi dokter menemukan adanya fibroid atau tumor yang tumbuh di sekitar rahim yang berukuran sangat besar. Aku sendirian dan harus memberikan keputusan segera.” Aku memejamkan mataku. “K
Aku tidak tahu harus melakukan apa, jadi aku menunggu mereka yang bergerak lebih dahulu. Sudah beberapa minggu ini hubungan kami sedang tidak enak. Jadi, mau tidak mau aku merasa canggung harus bersikap bagaimana.“Semoga kalian tidak keberatan aku mengajak mereka juga.” Bunda menoleh ke arahku. “Papa dan mamamu memaksa ingin ikut, jadi kami tadi menjemput mereka sebelum datang ke sini.”“Kami tidak keberatan, Bunda,” kataku dan Galang secara bersamaan.Ezio dan Athena bergantian memeluk Ayah dan Bunda, lalu mereka menatap ragu kepada Papa dan Mama. Cinta pertamaku itu yang lebih dahulu mendekat dan memeluk kedua anak tersebut. Mama pun melakukan hal yang sama.Aku tersenyum saat Galang merangkul bahuku, lalu mencium pelipisku. “Aku akan membeli tiket untuk kita,” bisiknya. Aku mengangguk.Anak-anak berjalan sambil menggandeng tangan Ayah dan Bunda, Papa mengikuti Galang menuju loket, sedangkan Mama mendekati aku. Dia memeluk aku, menghangatkan hatiku. Lega rasanya, kami sudah berbaik
“Bisakah kalian pelan sedikit?” keluhku, melihat keempat makhluk tukang pamer itu berlari santai di depanku. Bukannya memperlambat lari mereka, ketiganya malah tertawa mengejek aku. Lala bahkan menyalak senang.Mereka bertiga bekerja sama agar aku bangun subuh dan ikut joging. Kalau bukan karena aku penasaran ingin mendaki Gunung Rinjani, aku tidak akan melakukan ini. Seandainya anak-anak sedikit lebih besar, pasti menyenangkan bisa pergi dengan mereka juga.Setelah joging, aku menolong Athena untuk mandi dan berganti pakaian di kamarnya, sedangkan Galang membantu Ezio. Barulah aku menuju kamar mandi di kamar tidur kami. Namun suamiku bergabung dan ikut mandi bersamaku.“Tidak, Lang. Kita bisa terlambat,” tolakku saat dia mengajak bercinta. Aku sangat menginginkan dia setelah berhari-hari puasa, tetapi kami tidak punya waktu untuk melakukan ini.“Kamu bilang kamu membutuhkan aku,” katanya, mengingatkan.“Semalam, bukan pagi ini,” ralatku.“Sayang sekali, aku selalu membutuhkan kamu se