Share

Menjadi Istri Gadungan Sahabatku
Menjadi Istri Gadungan Sahabatku
Penulis: Meina H.

1|Kejutan Hari Jadi

Penulis: Meina H.
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-31 18:35:20

~Fayola~

“Hei!” teriak seorang wanita dari arah belakangku diikuti bunyi nyaring klakson mobil.

“Kalau menyeberang pakai mata!” seru pengendara mobil yang berhenti tepat di depanku. Hampir saja. Jantungku berdebar dengan kencang menyadari aku baru melewati maut.

“Kamu yang pakai mata!” Aku menunjuk ke arah lampu lalu lintas. “Lihat, itu! Lampu merah menyala untuk mobil. Lampu hijau itu untuk pejalan kaki! Dasar bodoh!”

Pengguna jalan lain ikut memarahi pengemudi arogan mobil mewah itu. Jadi, aku tidak perlu marah berkepanjangan. Baru punya mobil hebat sedikit sudah merasa memiliki jalan. Aku menyeberangi jalan dengan hati-hati menemui kekasih jiwaku.

“Apa yang terjadi, Yola?” tanya Sonya di telingaku. Aku sampai lupa, kami masih bicara lewat ponsel. “Apa kamu baik-baik saja?”

“Iya. Ada sopir tidak taat lampu merah. Aku hampir sampai. Sudah dulu, ya,” kataku melihat tempat pertemuan kami sudah dekat. Jantungku berdebar bahagia. Hari ini adalah hari yang aku tunggu!

“Oke. Selamat bersenang-senang!” ucap Sonya dengan antusias. Aku melepas headset dari telinga, lalu menyimpannya di tas. Sonya pasti akan memutuskan hubungan telepon, jadi aku tidak perlu memeriksa ponselku.

Seorang wanita menyambut aku dengan ramah saat memasuki kafe. Hari ini adalah hari jadi aku dan pacarku. Lima tahun sudah kami bersama melalui segalanya. Biasanya kami bertamasya ke tempat wisata yang ada di daerah kami, tetapi perayaan tahun ini berbeda. Aku tidak mengeluh.

“Hai, sayang!” Aku melambaikan tanganku melihat dia duduk pada meja di sudut dalam kafe. Dia hanya tersenyum tipis, tidak berdiri menyambut aku atau mencium pipiku. Lalu aku baru menyadari ada yang duduk di sisinya.

“Sonya?” Aku duduk di depan mereka, karena kursi di sebelah Doddy sudah berisi. “Kamu tidak bilang akan datang juga.”

“Doddy yang mengundang aku,” katanya dengan wajah bahagia. “Kami punya kejutan untukmu.”

“Oh, ya?” Aku tahu kejutan apa yang dia maksudkan. Aku meletakkan kantong plastik berlabel toko kue di atas meja, mengambil menu yang diberikan pelayan, lalu menyebutkan pesananku. “Selamat hari jadi yang kelima, sayang!” Aku memegang tangan Doddy yang ada di atas meja.

“Aku membeli kue kesukaanmu.” Aku mengeluarkan kotak kue dari kantong di depanku. “Tarraa!” Ada sebuah keik cokelat dengan selai blueberry favoritnya. “Dari toko yang sama yang kamu suka. Kamu tahu apa yang dikatakan pelayannya? Dia—”

“Kita putus, Yola,” potongnya dengan tenang. Aku melihat ke arahnya. Apa aku tidak salah dengar? “Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Hari ini kita putus.”

Ini bukan pertama kalinya kata itu keluar dari mulutnya. Kami saling mencintai, bukan berarti kami tidak pernah bertengkar dan berbeda pendapat. Umur kami masih muda, jadi mudah tersulut emosi. Namun kami selalu kembali bersama, karena tidak sanggup jauh dari satu sama lain.

“Apa maksudmu?” Aku tertawa, menutupi kegugupanku. “Semalam kita masih baik-baik saja.”

“Semalam adalah kesalahan,” katanya menusuk jantungku.

Kami tidur bersama untuk memasuki hari ini dalam pelukan masing-masing. Hal yang menjadi ritual kami sejak tidur bersama pada dua tahun yang lalu. Dia sebut itu sebuah kesalahan?

“Aku serius,” katanya lagi, melempar jauh semua harapanku tadi. “Kita putus dan kali ini, tidak akan ada kesempatan untuk bersama. Aku sudah menentukan pilihanku.”

Dia menoleh ke arah Sonya. Tatapan yang dingin kepadaku berubah hangat terhadap sahabat baikku. Wanita itu ikut menatapnya dengan senyum bahagia. Tangan mereka bertautan di atas meja dan aku baru menyadari. Ada sebuah cincin di jari manis kiri sahabatku.

Cincin yang sama yang aku temukan dalam kantong celananya semalam. Ternyata benda mahal itu bukan untuk aku, melainkan Sonya. Dadaku kian perih. Aku menahan air mata yang nyaris menetes. Aku sangat bahagia karena aku pikir pertemuan kami ini adalah rencananya untuk melamar aku.

“Sonya? Ada apa ini?” tanyaku bingung, berusaha keras untuk menutupi rasa sakitku.

“Maafkan aku, Yola. Kami saling mencintai. Aku ingin memberi tahu mengenai hubungan kami—” kata Sonya dengan wajah prihatin.

“Aku yang melarang. Aku sangat mencintai dia dan aku tahu kamu akan menyakiti dia bila kamu tahu semua ini.” Doddy merangkul bahu Sonya dengan sikap protektif. Seolah-olah aku akan menyakiti sahabatku sendiri di tempat umum.

“Sonya tidak bersalah. Aku tidak bisa bersamamu lagi, karena kamu bersikap kasar dan tidak sopan kepada teman-temanku. Mereka lebih bahagia saat aku membawa Sonya ketika kami berkumpul.” Jantungku terasa diremas begitu kuat mendengar semua tuduhan itu.

Bagaimana aku bisa tidak tahu mengenai hubungan mereka? Sonya adalah sahabatku sejak SMU, bagaimana dia bisa tega melakukan ini kepadaku? Kapan mereka mulai bersama? Setiap kali aku membicarakan Doddy, dia sangat mendukung hubungan kami.

Doddy tidak pernah bicara dengan Sonya saat kami berkumpul atau menghadiri sebuah perayaan. Melihatnya atau menyentuhnya pun tidak mau, karena dia selalu ada di sisiku. Lalu kapan mereka menjalin hubungan di belakangku?

“Apa yang kamu lakukan seorang diri di sini, Fay?” tanya seorang pria yang berdiri di dekatku. Aku tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa dia. “Hei, mengapa kamu tidak menyentuh makanan dan minumanmu? Di mana Doddy?”

“Kami putus,” gumamku.

“Apa katamu? Putus? Bukannya kalian hari ini akan merayakan hari jadi?” tanya Galang. Aku hanya diam. “Berengsek! Di mana dia? Aku akan hancurkan mobilnya!”

“Aku pulang.” Aku berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

“Hei, Fay! Bagaimana dengan kue ini dan tasmu!? Makanannya sudah kamu bayar??” serunya dari belakangku. Namun aku tidak memedulikannya. Kalau aku tahu akan jadi begini, seharusnya aku mati saja ditabrak pengemudi arogan tadi.

Aku bertingkah seperti perempuan murahan dengan mengirim pesan dan menelepon Doddy. Walau dia tidak membalas atau menjawab ponselnya, aku tidak berhenti mengemis. Aku bahkan menemui dia di rumah orang tuanya, tetapi mereka menutup pintu rapat-rapat.

Orang tua dan adik-adikku tidak berhenti memaki dia saat melihat hancurnya hatiku. Namun aku tidak berhenti berharap. Aku masih percaya Doddy akan kembali kepadaku. Dia akan datang ke rumahku dan mengajak aku untuk kembali. Aku tidak percaya dia lebih mencintai Sonya.

Kesehatanku menurun, tetapi aku tidak mengurung diri di kamar. Aku tetap bekerja setiap hari dan masih mengerjakan tugasku dengan baik. Namun aku hampir pingsan saat jam kerja, maka atasan memaksa aku untuk pergi ke dokter.

“Selamat, Bu. Anda sedang hamil. Usianya sudah sepuluh minggu.” Aku yang semula berada di ruang gawat darurat diminta untuk mendaftar ke spesialis kandungan. Ternyata mual dan lemas yang aku rasakan ini karena ada bayi tumbuh dalam perutku.

“Namun keadaan Ibu sangat tidak sehat untuk pertumbuhan janin Ibu. Tekanan darah Ibu tinggi, berat badan tidak cukup, dan ada gejala anemia. Tolong, jaga makanan dan istirahat yang cukup. Hindari juga stres. Ini resep obat yang bisa ditebus di apotek.”

Aku masih percaya tidak percaya dengan kabar itu. Ada bayi di dalam rahimku. Oh, Tuhan. Ini dia! Aku masih punya harapan! Doddy pasti akan senang ketika dia tahu tentang bayinya. Iya. Ini adalah jalan supaya kami bisa kembali bersama dan menikah!

“Aku deg-degan, Doddy.” Terdengar suara yang aku kenal dari arah depanku. Aku mengangkat kepala dan melihat Sonya berjalan sambil bergelayut manja di lengan Doddy.

“Tenang saja. Alat tes itu tidak mungkin salah. Kita sudah menggunakan tiga testpack. Kamu pasti positif hamil.” Doddy mencium pipi sahabatku itu. “Terima kasih, sayang. Aku sangat bahagia!”

Lantai yang kuinjak seketika bergoyang. Sonya hamil? Aku menyentuh perutku. Bagaimana bisa? Jadi, selama ini Doddy tidak hanya tidur denganku, tetapi dengan perempuan lain juga. Bukan hanya wanita biasa, dia adalah sahabat baikku! Apa salahku sampai mereka berbuat begini?

Tidak terima diperlakukan seperti sampah, aku mendekati mereka. Doddy yang lebih dahulu melihat aku, segera maju, melindungi Sonya di belakangnya. Aku menatapnya tidak percaya. Apa serendah itu aku di matanya? Aku tidak akan menyakiti orang lain, sekalipun dia mengkhianati aku.

“Sayang, aku takut,” ucap Sonya dengan lirih. Aku menatapnya tidak percaya. “Kita tidak boleh membiarkan dia menyakiti bayi kita.”

“Pergi. Aku sudah bilang, kita tidak punya hubungan apa pun lagi!” hardik Doddy. Dia mendorong aku supaya tidak menghalangi jalannya. Melihat orang-orang memperhatikan kami, aku mengalah. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian.

Hari itu adalah hari terakhir aku bisa bicara dan bertemu dengan Doddy. Dia mengganti nomor ponselnya, menyuruh sekuriti rumah dan kantornya untuk mengusir aku sehingga aku tidak bisa memberi tahu dia mengenai kehamilanku.

Ketika mendapatkan surat undangan pernikahannya dengan Sonya, duniaku runtuh. Lalu bagaimana dengan aku? Siapa yang akan bertanggung jawab atas anak dalam rahimku? Orang tuaku tidak hanya akan memarahi aku, tetapi mengusir aku dari rumah kami.

“Fayola,” panggil supervisorku. Aku menoleh ke arahnya. “Manajer memanggil.”

Aku meninggalkan mejaku dan berjalan menuju ruang kerja atasan kami itu. Belum cukup dengan kabar buruk yang aku dengar akhir-akhir ini, dia memberi sebuah pukulan terakhir. Aku dipecat. Satu langkah lagi menuju promosi, aku malah dipecat.

“Kamu mengambil terlalu banyak cuti, produktivitas kamu sangat menurun, dan memberi pengaruh buruk terhadap karyawan lain. Ambil barang-barangmu dan jangan kembali lagi,” katanya dengan kejam. Cuti apa yang aku ambil? Aku membabu di kantor ini malah dicap produktivitas menurun.

Namun melihat dua sekuriti siap untuk membawa aku keluar, aku tidak bisa menentang keputusan itu. Aku menahan diri, menjaga sisa harga diriku untuk tidak memaki dia. Aku tidak punya kuasa apa pun di perusahaan ini karena hanya karyawan kontrak. Dia adalah karyawan tetap.

Aku sedang berjalan keluar dari gedung kantor itu ketika merasakan sakit yang luar biasa di perutku. Aku mengerang panjang, tidak pernah merasakan sesakit itu. Sesuatu yang hangat mengalir di antara kedua pahaku. Oh, tidak.

Meina H.

Hai, teman-teman. Terima kasih sudah memilih untuk membaca buku ini. Aku kembali menulis novel ringan yang tidak banyak tragedi di dalamnya. Maunya pakai ciri khasku dahulu, tetapi kita coba gaya baru. XD Aku sudah berusaha untuk sedikit menyisipkan humor saat menulis garis besar cerita, tetapi sulit. Hahaha .... Ketahuan melucu bukanlah keahlian apalagi hobiku. Bagaimana pun adanya, semoga teman-teman menyukai kisah Fayola dan Galang, ya. Salam sayang, Meina H.

| 3
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Meina H.
Terima kasih sudah mampir, Kak. Ceritanya dijamin bagus. Pokoknya, nano-nano rasanya. (๑・ω-)~♡” Selamat membaca, Kak.
goodnovel comment avatar
Any Andono
Baru baca moga bagus....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   2|Semoga Bahagia

    Para tenaga medis bergerak sangat lambat memeriksa kondisiku. Rasanya aku sudah berbaring berjam-jam, tetapi mereka tidak juga datang menangani rasa sakitku. Ketika aku akhirnya didatangi seorang dokter, barulah aku merasa sedikit tenang. “Segera pindahkan dia ke ruang operasi,” kata dokter itu memberi perintah. Ruang operasi? “Apa yang terjadi, Dokter? Bayi saya baik-baik saja, ‘kan?” tanyaku panik. Dia menatap aku dengan prihatin. Aku tahu sebuah berita buruk tanpa perlu dijelaskan dengan kata-kata. Jiwaku mati ketika bangun dalam sebuah kamar rawat seorang diri, tanpa keluarga dan teman. Ruangan serba putih itu terasa sepi meskipun banyak pasien lain yang berada di kamar yang sama, hanya berbeda bilik. Ponselku terus bergetar, maka aku mengalah dan menyentuh tombol hijau. “Mengapa kamu tidak menjawab ponselmu dari tadi!? Aku pikir kamu sudah mati!” teriak Galang, memarahi aku dengan nada panik. “Kamu ada di mana? Aku sudah bilang aku akan menjemput dari tempat kerja!” “Di rumah

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-31
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   3|Lamaran Gila

    ~Lima belas tahun kemudian~“Ayo, kita menikah,” ajak Galang dengan serius.Aku memuncratkan kopi yang belum sempat aku teguk. “Fay! Kamu ini jorok amat!” pekiknya kesal. Cairan hitam pekat itu membasahi wajah arogannya. Biar tahu rasa. Bicara tidak pakai otak, apa dia pikir aku suka dengan candaannya tadi?“Mamamu mendesak kamu untuk menikah, apa hubungannya denganku? Ada banyak perempuan di kafe ini, kamu pilih saja satu.” Aku mengusap bibirku yang basah dengan tisu.“Bukannya mamamu juga memaksa kamu untuk menikah secepat mungkin?” ejeknya, tidak mau kalah. Aku menahan tawa melihat wajahnya masih basah dengan kopi. “Kita sama-sama sudah empat puluh tahun, tetapi mereka masih saja berisik seperti kaset rusak. Tidak sabar amat.”Aku juga capai mendengar omelan dan desakan Mama. Setiap hari pasti ada saja omongannya yang mengarah ke sana. Namun bukan berarti aku akan menyerah begitu saja. Sama seperti wanita lain, aku juga mau membina rumah tanggaku sendiri, tetapi aku belum siap.“Ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   4|Menjilat Ludah

    Mama sudah gila. Nenek juga sudah kehilangan akal. Kalau menyukai seorang pria, mengapa tidak dia saja yang menikah dengannya? Mengapa malah aku yang harus dikorbankan? Katanya, aku diberi waktu sampai sore ini untuk membawa calon suamiku. Mengapa pria itu datang saat makan siang?Duh, aku sudah lapar. Gara-gara Nenek, aku tidak bisa masuk ke rumahku sendiri. Demi menghindari pertanyaan orang mengenai statusku yang tidak juga berubah, aku beribadah di gereja lain. Kalau tahu begini, aku makan dahulu baru pulang.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Aku melompat terkejut mendengar suara itu.“Galang! Dasar bodoh!” pekikku dengan suara tertahan. “Apa yang kamu lakukan di sini?” Aku pasti sibuk dengan pikiran sendiri sampai tidak mendengar bunyi mesin motornya.“Kamu pasti belum aktifkan ponselmu sejak pagi tadi.” Dia mengangkat salah satu alis matanya. “Siapa yang datang? Ini bukan mobil keluargamu. Aku rencananya mau ajak kamu makan siang—”“Ayo!” Aku segera menerimanya.Dia membawa aku ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   5|Bertemu Lagi

    “Lombok?” pekikku senang saat melihat tujuan penerbangan kami di layar. “Kita belum bisa naik gunungnya sekarang, tetapi kamu pasti mau melihatnya dari jauh, ‘kan?” ucapnya sambil memberikan ponsel dan kedua kartu identitas kami kepada wanita di konter. “Ini bulan madu yang terbaik, Lang!” kataku bahagia. Kami tidur selama dalam penerbangan, jadi kami bangun dalam keadaan segar. Walaupun tubuh kami sangat lelah, kami berhasil mencapai pintu kamar hotel. Tidak peduli dengan pakaian yang belum kami ganti, gigi yang belum disikat, kami tidur di ranjang besar itu bersama. Lalu pada pagi harinya aku teringat dengan janjinya. Dia keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan rambut lembap. Aku tidak menyembunyikan rasa kesalku. “Masih pagi, kamu sudah cemberut. Ada apa?” tanyanya, pura-pura tidak tahu. “Kamu janji kita tidak akan tidur satu ranjang,” protesku. Dia memutar bola matanya. “Aku sudah menendang kamu keluar, kamu sendiri yang tidak mau jalan ke kamarmu yang hanya berjarak

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   6|Menikahi Dia

    ~Galang~ Wanita yang duduk di depanku bukanlah orang yang baru aku kenal dalam beberapa jam. Aku sudah mengenal dia selama dua puluh lima tahun. Aku adalah seniornya di SMU, sedangkan dia anak baru yang tidak gentar melawan aku pada masa orientasi sekolah. Kami yang semula musuh bebuyutan terpaksa berbaikan, karena sebuah kecelakaan yang membuat kepala sekolah berang. Uniknya, kami justru menjadi teman baik sejak saat itu. Sayangnya, aku tidak tinggal di sekolah itu untuk waktu lama. Walaupun aku kuliah, kami tetap berteman sampai bertemu lagi di kampus yang sama. Dia menolak lamaranku, tetapi aku belum mau menyerah. Masa tidak ada satu hal pun yang bisa membuat dia goyah? Namun ketika aku tidak berhenti menggodanya, dia mengatakannya. Dia mengucapkan kalimat yang aku tunggu-tunggu. Sebelum dia berubah pikiran, aku melamarnya di depan kedua orang tuanya. “Aku tidak percaya ini. Kamu membuat aku menunggu begitu lama hanya untuk melihat kamu menikahi perempuan yang selama ini ada di

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   7|Salah Lihat

    ~Fayola~ Matanya yang semula menatap mataku, turun perlahan lalu berhenti untuk melihat bibirku. Ketika dia kembali membalas tatapan mataku, sesuatu yang sebelumnya tidak aku temukan, aku lihat di kedua indra penglihatannya itu. Dia mendekatkan wajahnya, aku tertegun sejenak. Jantungku, anehnya, berdetak semakin liar di dadaku. Aku sampai menahan napas, takut dadaku akan menyentuh bagian depan tubuhnya. Tidak punya cara lain yang lebih jitu, aku mengantukkan kepalaku ke dahinya. “Aw!” serunya dengan suara tertahan. Aku segera mendorong tubuhnya menjauh dariku, lalu duduk. Kepalaku juga terasa sakit karena antukan itu. “Ibumu sudah pergi, mengapa kamu masih ada di atasku?” protesku dengan kesal sambil mengusap-usap keningku. “Rusak sudah krim yang baru aku oleskan. Apa kamu tidak tahu harganya mahal?” Dia tertawa kecil dan berbaring telentang di atas alas tidurnya. “Kamu sudah empat puluh tahun, Fay. Untuk apa buang uang supaya tidak keriput? Aku tidak akan meninggalkan kamu hanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-24
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   8|Kado Istimewa

    Walaupun kami sama-sama sedang mempertahankan pendapat kami, fokus kami tidak teralihkan. Kondisi lalu lintas tetap menjadi perhatian utama kami. Dia menginjak rem tepat pada waktunya. Namun mobil tidak sampai berhenti sehingga tidak terjadi tabrakan beruntun di belakang kami. “Pengendara bodoh! Cari mati jangan di depan mobil mahalku!” teriaknya penuh amarah. Orang yang dimaksud pergi begitu saja, merasa tidak bersalah. “Oh, Tuhan. Jantungku hampir lepas. Untung saja dia tidak mati tertabrak.” Aku mengusap-usap dadaku. Kecelakaan itu terjadi lagi. Aku tertegun sejenak sebelum menoleh ke arah Galang. Matanya terpicing sehingga nyaris membentuk dua garis lurus horizontal. “Lain kali kita naik sepeda motor saja.” Dia menggeleng pelan. Aku rasanya ingin jok itu memakan aku agar tidak perlu menghadapi dia lagi. Memalukan sekali. Aku yang sudah kentut sembarangan, aku juga yang memarahi dia paling keras. Padahal yang dia katakan benar. Seharusnya aku jujur saja dari awal. Pertengkaran t

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-25
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   9|Memanjakan Dia

    ~Galang~ Seandainya saja dia tahu berapa pendapatanku dalam satu bulan, dia tidak akan menyebut aku membuang-buang uang. Aku tidak menjawab pertanyaannya, melainkan membawa dia masuk dan menuju apartemen lewat elevator. Aku puas melihat dia terpukau kagum melihat segala yang ada di dalam apartemen kami. Memang ini tujuan aku membelinya. Lokasinya tidak jauh dari kantornya, tetapi juga tidak berada tepat di pusat kota. Aku tidak akan tahan menghadapi kemacetannya pada akhir pekan. “Kenyangnya …!” Dia bersandar pada kursinya setelah menghabiskan makanannya. “Badanku terasa remuk gara-gara Mama. Pasangan mana yang mempersiapkan pernikahan dalam waktu satu bulan saja? Aku jadi kasihan mengingat kita mendapat jadwal di gereja, karena ada pernikahan yang batal.” Aku menatapnya penuh arti. “Aku dan si bodoh itu beda kasus. Kami belum sampai pada tahap mempersiapkan pernikahan,” protesnya, memahami maksudku. “Ada apa? Kamu masih cinta dia?” tanyaku sambil lalu. “Ukh!” Dia berpura-pura mu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-26

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   Terima Kasih, Sahabat

    Aku, Galang, dan Fayola mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan teman-teman. Dari munculnya ide cerita pada 19 Juli 2021, sampai pertama kali diunggah di sini pada tanggal 31 Desember 2022, akhirnya tamat pada hari ini, tanggal 16 April 2023. 120 bab, 160.950 kata. Wow. (´⊙ω⊙`) Galang dan Fayola sering membuat pusing saat menyampaikan ide cerita, jadi aku yakin ada banyak kekurangan pada karya ini. Untuk itu, aku mohon maaf. Semoga aku bisa terus memperbaiki diri dan menyajikan novel yang semakin berkualitas nan menghibur pada karya berikutnya. Bila ada yang mau disampaikan langsung kepadaku, Galang, atau Fayola, silakan ke kolom komentar, ya. Pasti kami balas. ♡♡♡ Terima kasih banyak untuk setiap sumbangan gem lewat vote, komentar, dan aku masih menunggu review dari teman-teman pada “Tentang buku ini”. Jika suka dengan novel ini, bantu bagikan ke kenalan yang lain yang juga mencari bacaan bagus, ya. Uhuk. ≧ω≦ Akhir kata, sampai jumpa lagi. Sembari menunggu, silakan mampir k

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   120|Teman Ributku

    Adakah orang di sisimu ketika duniamu runtuh di hadapanmu? Orang yang memegang tanganmu dan berkata, “Semuanya akan baik-baik saja. Ada aku di sini.” Sekalipun kamu tidak percaya, kalimat sederhana itu memberi kamu sepercik harapan. Air mata mengalir tiada henti di kedua pipimu, hatimu patah tidak mudah untuk disatukan kembali, dan tubuhmu nyeri menahan sakit yang luar biasa. Namun tangan itu memberi kamu kekuatan baru untuk merangkak lagi, memulai segalanya dari bawah. Aku ada. Orang itu bukan keluargaku, bukan pula sahabat yang aku percayakan semua rahasiaku, dia adalah teman ributku, Galang. Satu-satunya orang di dunia ini yang mengetahui rahasia terdalamku. Rahasia yang bahkan tidak berani aku ungkapkan kepada ibu kandungku. Menikah dengan sahabat sendiri itu geli. Sungguh. Bayangkan saja, orang yang kamu ketahui semua jeleknya, busuknya, hingga semua kebaikannya tertutupi. Apa bisa kamu mencium dia? Kamu pasti tertawa seperti pengalaman serius pertamaku dengan Galang. Kalau se

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   119|Berganti Peran

    ~Fayola~Aku sangat mencintai suamiku, tetapi ada juga saat-saat aku membenci dia sampai ke ubun-ubun. Dalam peran kami sebagai orang tua, aku selalu menjadi antagonis, monster di mata anak-anak. Sedangkan dia, menjadi malaikat yang selalu menolong, menghibur, dan memaafkan mereka.Namun menyadari betapa pentingnya keseimbangan sebagai orang tua, aku terpaksa menuruti cara itu. Karena ada juga waktunya, akulah yang menjadi protagonisnya, sedangkan Galang yang menjadi orang jahatnya. Membesarkan anak benar-benar menguras tenaga, pikiran, dan emosi.Kasihan kepada Galang yang lemas melihat kondisi sofa favoritnya, aku pun memanggil jasa untuk memperbaikinya. Untuk sementara, aku memindahkan sofa dari ruang depan ke ruang keluarga. Sebentar saja, sofanya pun jadi bagus lagi. Busa dan kainnya diganti dengan yang baru.“Jangan bilang mereka mencoret sofa lagi,” ucapnya kepadaku ketika dia menuruti anak-anak yang menarik tangannya untuk masuk ke ruang keluarga. Aku hanya tersenyum.“Kejutan

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   118|Anak Pintar

    “Apa kamu ini tidak bisa jalan dengan benar? Kamu tadi menyeret aku keluar kamar, lalu sekarang berhenti mendadak. Aku sampai tersandung. Untung saja aku tidak jatuh,” protes Fay. Aku memberi sinyal dengan mataku, dia malah memukul dadaku. “Ayo, cepat. Katanya sudah lapar, mengapa malah diam di sini?” Aku kembali melotot dan memberi tanda agar dia melihat ke arah depan kami. “Ada apa, sih? Lidah kamu terjepit?” “Jadi, ini yang dimaksud dengan naik gunung?” Mendengar kalimat itu, barulah Fay sadar dan menelan ludah dengan berat. Matanya yang semula mengantuk, terbuka lebar dan dia memasang senyum. Menginap di sini bukanlah rencanaku, jadi aku tidak mau menjawab pertanyaan itu. “Eh, anak mama ada di sini!” serunya pura-pura terkejut. “Hai, sayang! Ezio! Athena!” Dia mencium dan memeluk mereka satu per satu. “Kalian sudah rapi pakai seragam.” “Papa dan Mama benar naik gunung?” tanya Ezio lagi. Ayah dan Bunda yang berdiri di belakang mereka hanya menahan tawa. Melihat itu, aku memint

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   117|Terwujud Juga

    “Mama perginya jangan lama-lama, ya. Cepat pulang, ya, Ma,” isak Ezio.Kami bicara baik-baik semalam mengenai kepergian kami Lombok. Mereka mengerti bahwa mereka akan tinggal bersama kakek dan nenek mereka selama kami tidak di rumah. Bangun tidur, segalanya masih baik-baik saja. Barulah di dalam taksi, mereka mulai menangis.Aku dan Fay jelas panik dengan sikap mereka tersebut. Namun membatalkan kepergian kami adalah pilihan yang tidak akan aku ambil. Perjalanan ini mungkin tidak akan bisa kami lakukan lagi dalam waktu dekat. Aku mengajukan cuti bukan untuk bersantai di rumah saja.“Papa janji akan pulang hari Rabu, jangan bohong, ya, Pa,” tangis Athena.Aku dan istriku saling bertukar pandang. “Sayang, kami pasti kembali hari Rabu. Kalian berjanji akan bersikap baik. Mana janjinya? Mengapa kalian malah menangis?” ucap Fay.“Jangan khawatir. Mereka akan baik-baik saja,” kata Bunda, menengahi. “Pergilah. Taksi sudah datang. Jangan sampai kalian terlambat sampai di bandara.”“Baik, Bund

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   116|Membahagiakan Dia

    ~Galang~ Walau aku sangat marah kepada wanita perusak rumah tangga orang itu, aku bersyukur aku dalam keadaan tidak sadar ketika dia meniduri aku. Jadi, aku tidak mengingat apa pun yang terjadi di kamar hotel pada malam itu, yang menolong aku lebih cepat memaafkan diriku sendiri. Aku hanya mengenal tubuh istriku, setiap sentinya. Hanya wajahnya yang pernah aku lihat dalam keadaan paling intim. Yang paling penting, dia saja wanita yang aku inginkan. Aku merasa bersalah meski aku tidak ingat kejadian bersama Trici, tetapi aku akan membayarnya seumur hidupku dengan membuat istriku lebih bahagia dari sebelumnya. Membawa bunga setiap hari itu adalah salah satu contoh yang aku tahu akan membuat dia bahagia. Kalau dia melarang, maka aku menurutinya. Aku mau dia bahagia saat aku memberinya sesuatu, bukan merasa tidak enak. “Kamu pasti tidak sadar kita genap menikah selama empat bulan kemarin,” tebakku. Dia melihat aku dan tanganku yang ada di belakang tubuhku secara bergantian. “Kamu tahu

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   115|Selalu Mengecewakan

    Aku hanya bisa menundukkan kepala dan pasrah dengan air mata yang tidak bisa aku kendalikan terus mengalir turun membasahi wajahku. Aku mendadak merasa kecut, karena yang selalu aku sampaikan kepada mereka adalah berita buruk. Mengapa tidak bisa satu kali saja, aku memberikan kabar baik kepada keluargaku? Aku mau melihat mereka tertawa dan bersorak bahagia seperti saat Amara menyampaikan kabar kehamilannya. Oh, Tuhan. Mengapa aku selalu menjadi pembawa kabar buruk dalam keluargaku? Sudah pasti mereka akan kecewa mendengar pengakuanku. Aku bukan hanya merusak suasana, aku juga akan menghancurkan kebahagiaan adikku. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia bagi kami semua. Seandainya saja aku tidak mengundur hal ini …. “Lebih dari lima belas tahun yang lalu, aku keguguran dan harus menjalani operasi. Tetapi dokter menemukan adanya fibroid atau tumor yang tumbuh di sekitar rahim yang berukuran sangat besar. Aku sendirian dan harus memberikan keputusan segera.” Aku memejamkan mataku. “K

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   114|Masih Berharap

    Aku tidak tahu harus melakukan apa, jadi aku menunggu mereka yang bergerak lebih dahulu. Sudah beberapa minggu ini hubungan kami sedang tidak enak. Jadi, mau tidak mau aku merasa canggung harus bersikap bagaimana.“Semoga kalian tidak keberatan aku mengajak mereka juga.” Bunda menoleh ke arahku. “Papa dan mamamu memaksa ingin ikut, jadi kami tadi menjemput mereka sebelum datang ke sini.”“Kami tidak keberatan, Bunda,” kataku dan Galang secara bersamaan.Ezio dan Athena bergantian memeluk Ayah dan Bunda, lalu mereka menatap ragu kepada Papa dan Mama. Cinta pertamaku itu yang lebih dahulu mendekat dan memeluk kedua anak tersebut. Mama pun melakukan hal yang sama.Aku tersenyum saat Galang merangkul bahuku, lalu mencium pelipisku. “Aku akan membeli tiket untuk kita,” bisiknya. Aku mengangguk.Anak-anak berjalan sambil menggandeng tangan Ayah dan Bunda, Papa mengikuti Galang menuju loket, sedangkan Mama mendekati aku. Dia memeluk aku, menghangatkan hatiku. Lega rasanya, kami sudah berbaik

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   113|Membutuhkan Kamu

    “Bisakah kalian pelan sedikit?” keluhku, melihat keempat makhluk tukang pamer itu berlari santai di depanku. Bukannya memperlambat lari mereka, ketiganya malah tertawa mengejek aku. Lala bahkan menyalak senang.Mereka bertiga bekerja sama agar aku bangun subuh dan ikut joging. Kalau bukan karena aku penasaran ingin mendaki Gunung Rinjani, aku tidak akan melakukan ini. Seandainya anak-anak sedikit lebih besar, pasti menyenangkan bisa pergi dengan mereka juga.Setelah joging, aku menolong Athena untuk mandi dan berganti pakaian di kamarnya, sedangkan Galang membantu Ezio. Barulah aku menuju kamar mandi di kamar tidur kami. Namun suamiku bergabung dan ikut mandi bersamaku.“Tidak, Lang. Kita bisa terlambat,” tolakku saat dia mengajak bercinta. Aku sangat menginginkan dia setelah berhari-hari puasa, tetapi kami tidak punya waktu untuk melakukan ini.“Kamu bilang kamu membutuhkan aku,” katanya, mengingatkan.“Semalam, bukan pagi ini,” ralatku.“Sayang sekali, aku selalu membutuhkan kamu se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status